Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil menjadi fase penting dalam penataan ulang relasi antarlembaga negara.
Selama ini, aturan tersebut sering menimbulkan tafsir ganda dan perdebatan panjang, baik di ranah publik maupun akademisi. Kini, putusan MK memperjelas batasannya dan memberi kepastian hukum yang sebelumnya abu-abu.
Meski begitu, putusan ini tidak seharusnya dilihat semata-mata sebagai upaya “membatasi” atau “melemahkan”. Lebih dari itu, langkah ini adalah upaya menata ulang sistem birokrasi agar lebih adil, terukur, dan berada di jalur yang tepat.
Dari Istana, pemerintah menegaskan akan mematuhi putusan tersebut dan menyiapkan proses transisi secara bertahap.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa pemerintah akan menyesuaikan tata kelola sesuai putusan MK. Sementara itu, Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra menyebut keputusan ini sebagai masukan penting bagi Komisi Percepatan Reformasi Polri.
Pemerintah juga menilai bahwa penerapan putusan harus dilakukan dengan hati-hati, mengingat banyak anggota Polri yang sudah lebih dulu ditempatkan di berbagai lembaga negara.
Dari internal kepolisian, respons juga disampaikan secara matang. Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menuturkan bahwa Polri menghormati putusan MK dan saat ini menunggu salinan resmi untuk dipelajari lebih lanjut.
Sikap Polri ini menunjukkan kedewasaan institusi yang tetap berpegang pada konstitusi. Di tengah dinamika politik dan tekanan opini publik, Polri menegaskan diri sebagai lembaga yang mengutamakan stabilitas negara dan supremasi hukum.
Jaringan Aktivis Nusantara (JAN) turut mengapresiasi langkah tersebut. Ketua JAN, Romadhon Jasn, menyebut respons Polri sebagai bukti profesionalitas.
“Polri menunjukkan sikap dewasa dalam menanggapi putusan MK. Ini penting supaya publik tidak menganggap keputusan tersebut sebagai upaya melemahkan peran Polri dalam birokrasi negara,” ujarnya, Jumat, 14 November 2025.
Putusan MK menegaskan bahwa frasa “atau tidak berdasarkan penugasan Kapolri” kini tidak lagi berlaku. Artinya, anggota Polri aktif tidak bisa lagi menduduki jabatan sipil tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun.
MK menilai mekanisme sebelumnya menimbulkan ketidakpastian hukum, baik bagi institusi Polri maupun ASN sipil. Meski putusan sudah diketok, dua hakim MK menyampaikan dissenting opinion yang menyoroti perlunya fleksibilitas dalam situasi strategis negara—sebuah sudut pandang yang membuka ruang diskusi baru ke depannya.
DPR memastikan bakal menindaklanjuti putusan MK dengan merevisi UU Polri. Sejumlah anggota dewan menilai revisi ini penting agar pelaksanaan putusan tidak menghambat kebutuhan birokrasi yang selama ini sangat terbantu oleh keahlian personel Polri, khususnya di bidang narkotika, terorisme, hingga intelijen.
Tantangannya adalah menemukan titik seimbang antara kepatuhan pada konstitusi dan kebutuhan operasional negara.
Sementara itu, JAN menilai ruang revisi tetap perlu dibuka, namun tidak boleh sampai menggerus prinsip netralitas.
“Kami berharap revisi UU Polri justru menghadirkan desain baru yang lebih adil, Polri tetap bisa berperan strategis tanpa menabrak aturan dan tanpa mengorbankan ruang ASN sipil,” ujar Romadhon Jasn.
Di ruang publik, respons masyarakat terbilang kondusif. Banyak yang mengapresiasi kejelasan aturan baru ini, sekaligus tetap memberi dukungan penuh kepada Polri—terutama karena dalam dua tahun terakhir institusi ini menunjukkan peningkatan kepercayaan publik lewat layanan digital, edukasi keamanan, hingga penindakan kejahatan transnasional.
Alih-alih kehilangan posisi, Polri justru dinilai bisa lebih fokus menjalankan tugas utamanya.
JAN pun mengingatkan agar implementasi putusan MK tidak dipahami keliru sebagai upaya mengurangi ruang strategis Polri dalam birokrasi negara.
“Polri tetap pilar keamanan nasional. Putusan ini harus menjadi momentum menata, bukan mengerdilkan peran Polri,” tegas Romadhon Jasn.
Pada akhirnya, putusan MK ini harus dibaca sebagai koreksi sistem, bukan koreksi terhadap institusi mana pun. Sikap Polri yang elegan dalam menghormati putusan, ditambah langkah pemerintah dan DPR yang siap menata ulang regulasi, menandai babak baru tata kelola keamanan di Indonesia—lebih jelas, lebih sehat, dan lebih terukur.
Meski begitu, dukungan publik tetap penting agar Polri bisa terus bekerja secara profesional, kuat, dan tetap relevan dalam menjaga stabilitas republik.
Jurnalis: Muhamad Zaid Kilwo
Editor: I'ied Rahmat Rifadin
