Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman akhirnya melakukan penahanan terhadap mantan Bupati Sleman dua periode yakni 2010-2015 dan 2016-2021, Sri Purnomo (SP) yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan Dana Hibah Pariwisata Kabupaten Sleman tahun anggaran 2020.
Penahanan dilakukan usai Sri Purnomo menjalani pemeriksaan intensif selama 10 jam sejak pukul 09.00 WIB dengan 35 pertanyaan sebagai tersangka di kantor Kejari Sleman pada hari ini Selasa 28 Oktober 2025.
Sri Purnomo tampak keluar dari ruang pemeriksaan sekitar pukul 19.20 WIB dengan mengenakan rompi tahanan berwarna orange dan langsung dibawa menuju Lapas Kelas II A Yogyakarta menggunakan mobil dinas Kasi Pisdsus Kejari Sleman.
Proses penahanan mantan Bupati Sleman ini tidak luput dari pantauan sejumlah wartawan yang secara bergantian menunggu di Kejari Sleman sejak pagi hari.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sleman, Bambang Yunianto, membenarkan langkah penahanan tersebut. Ia menjelaskan, penahanan ini dilakukan setelah penyidik menilai terpenuhinya syarat subjektif dan objektif penahanan.
"Setelah melalui proses pemeriksaan sebagai tersangka, kami memutuskan untuk melakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas II A Yogyakarta," ujar Bambang Yunianto kepada wartawan.
Menurutnya keputusan ini diambil berdasarkan pertimbangan penyidik, salah satunya untuk mencegah tersangka melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya, mengingat besarnya kerugian negara dalam kasus ini.
Kerugian Negara Capai Rp10,9 Miliar
Kasus yang menjerat Sri Purnomo ini terkait dugaan penyimpangan pengelolaan dana hibah pariwisata yang bersumber dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI tahun 2020.
Berdasarkan hasil audit penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan DIY, kasus ini menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 10,95 Miliar.
Sri Purnomo dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Dengan dikenakannya Pasal 55, penyidik meyakini tindak pidana ini dilakukan secara bersama-sama. Kami pastikan penyidikan akan terus dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain," tegas Bambang Yunianto.
Sebelumnya, keputusan Kejari Sleman yang tidak langsung menahan Sri Purnomo saat penetapan tersangka sempat menuai kritik dari sejumlah kalangan, termasuk aktivis antikorupsi, yang menuntut adanya persamaan perlakuan di mata hukum.
Dengan dilakukannya penahanan ini, Kejari Sleman berharap dapat membuktikan komitmen dalam pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. (*)
Jurnalis: Fajar Rianto
Editor: Muhammad Faizin
