Pernah ga sih kalian bertanya-tanya, mengapa saat mendeskripsikan segala sesuatu yang berwarna, cewek pasti bilang secara spesifik menyebutkan warnanya seperti; "Itu taupe tau, bukan beige!" sementara cowok pasti cuma bilang "Oh, cokelat muda?"
Perbedaan ini bukan cuma sense mode, loh. Menurut teori linguistik dari Robin Lakoff (1973), ada alasan sosial di balik kecenderungan cewek menggunakan kosakata warna yang super presisi yakni seperti mauve, navy, tosca. Di sisi lain, cowok cenderung tidak terlalu mempedulikannya.
Mengapa hal ini terjadi?
Stigma Gender
Masalah ini sebenarnya bermula dari cara pandang soal nilai dan stigma gender.
Bagi sebagian cowok, menyebutkan warna secara detail—misalnya membedakan lavender dari ungu—sering dianggap hal sepele dan nggak penting. Mereka cenderung berpikir bahwa perbedaan warna seperti itu tidak perlu dibahas terlalu jauh.
Dalam teorinya, Lakoff mencatat adanya stigma sosial. Penggunaan istilah warna yang terlalu detail oleh cowok sering dikaitkan dengan homoseksual atau dianggap kurang maskulin.
Karena, jika cowok menyebutkan warna seperti maroon atau beige, ia bisa dianggap bersikap feminine. Cukup ironis bukan karena maskulinitas hanya diukur dari cara mereka menyebut warna.
Kenapa Penting bagi Cewek?
Sebaliknya, buat cewek, kosakata warna presisi seperti navy, maroon, dan beige adalah hal yang normal dalam keseharian mereka. Cewek memiliki preferensi dan kebutuhan sosial untuk mendeskripsikan detail, dan kosakata warna ini mendukung hal tersebut.
Singkatnya, perbedaan ini menunjukkan bagaimana bahasa mencerminkan atau bahkan memperkuat stereotip: cewek diposisikan sebagai sosok yang peka terhadap detail estetika, sementara cowok didorong untuk mengabaikan detail tersebut demi mempertahankan citra 'maskulin.'
Nah kalau lain kali cewekmu menyebut turquoise nggak usah kaget, ya! Ini normal kok buat cewek-cewek. Dan kalian cowok-cowok nggak usah terpaku pada stigma tradisional tersebut.
Jurnalis: Dia Vionita
Editor: Fisca Tanjung
