KETIK, MALANG – Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah RS Saiful Anwar (RSSA) Malang, Dr. dr. Budi Satrijo, Sp.JP, Subsp. K.I. (K), FIHA, FAsCC, FAPSC menekankan pentingnya penjelasan medis yang lebih membumi antara dokter kepada pasien. Hal tersebut disebabkan pasien berhak untuk mengetahui seluk beluk dari kondisi kesehatannya.
dr Budi menyoroti masih banyak dokter maupun tenaga kesehatan yang menggunakan istilah-istilah medis rumit yang sulit dipahami ketika memberikan penjelasan tentang kondisi kesehatan pasien.
"Dokter dan pasien mendiskusikan masalah yang sama, tapi bahasanya bisa berbeda. Dokter mempunyai pedoman bahwa apa yang kita lakukan itu tersampaikan pada pasien karena itu haknya mereka mengerti kenapa kondisinya," ujarnya, Kamis 21 Agustus 2025.
Selama proses pendidikan, calon-calon dokter telah diajarkan ilmu etika dan cara bersikap di hadapan pasien. Di dalam etika tersebut, dokter diwajibkan menghormati hak-hak pasien, termasuk hak untuk menerima informasi.
"Pada profesi dokter itu agak beda karena di dalamnya ada etika, menghormati semua pasien dan hak-haknya. Salah satu hak yang paling penting adalah pasien mengerti apa yang terjadi padanya. Kita harus memberikan komunikasi yang sebanding," lanjutnya.
Setiap calon dokter juga telah dibekali dengan kemampuan berempati dan penilaian secara objektif. Hubungan antara dokter terhadap pasien tidak dapat terjalin akibat sikap simpati.
dr Budi menegaskan bahwa sikap simpati justru berisiko membuat penilaian dokter menjadi subjektif. Apabila terjadi, maka dapat berdampak pada pelayanan yang diberikan kepada pasien.
"Kalau dia mampu objektif, tetep bersikap empati, itu yang lebih ethic. Tapi kalau sudah menjadi simpati, gak boleh karena bisa subjektif. Jadi kita harus menghandel pasien secara objektif, dengan sikap empati," ujar pria kelahiran Trenggalek itu.
Nilai-nilai itulah yang selama ini ia pegang dan terus tanamkan dalam menghadapi pasien. Ia juga berpesan agar masyarakat dapat rutin melakukan cek kesehatan sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit berbahaya.
Ia menganjurkan agar masyarakat melakukan cek kesehatan minimal satu kali dalam setahun. Pencegahan tersebut untuk mengenali faktor risiko yang ada.
"Faktor risiko itu ada dua, yang gak bisa diubah yaitu yang Tuhan kasih. Faktor yang bisa diubah adalah faktor risiko yang kita kerjakan. Misal perilaku karena merokok, hipertensi maupun diabetes yang gak diobati, dan lainnya. Maka ini perlu kita kenali sedini mungkin," tutupnya.