Sidang Arisan Bodong Blitar: Kesaksian Terdakwa Berubah-Ubah, Korban Nilai Banyak Kebohongan

11 November 2025 10:41 11 Nov 2025 10:41

Thumbnail Sidang Arisan Bodong Blitar: Kesaksian Terdakwa Berubah-Ubah, Korban Nilai Banyak Kebohongan
Alfikah Rohma bersama para korban arisan bodong di Blitar saat di Pengadilan Negeri Blitar, Senin 10 November 2025. (Foto: Favan/Ketik.com)

KETIK, BLITAR – Drama panjang kasus arisan bodong di Blitar kembali bergulir di ruang sidang Pengadilan Negeri Blitar, Senin 10 November 2025. Sidang ke-7 itu membuka babak baru ketika salah satu korban, Alfikah Rohma, membeberkan kebohongan demi kebohongan yang diduga dilakukan terdakwa berinisial Yuni Yuznia alias Lopez, istri mantan anggota Polres Blitar.

Sidang kali ini menghadirkan emosi dan fakta yang saling berhadapan. Bagi korban, keterangan terdakwa bukan hanya tidak konsisten tetapi juga menyingkap pola permainan yang sejak awal penuh manipulasi.

“Hari ini sidang yang ke-7, dan menurut kami kesaksian terdakwa itu banyak yang tidak sesuai,” tegas Alfikah saat ditemui usai sidang. “Dia bilang ada uang kas, padahal tidak ada. Uang Rp25 ribu itu untuk biaya admin penanggung jawab, bukan kas. Ada 240 nama dikali Rp25 ribu. Itu jelas.”

Lebih jauh, Alfikah menyebut terdakwa berdalih bahwa grup WhatsApp arisan tidak dikunci oleh admin. Padahal, sejak 12 November 2023, grup itu sudah dikunci dan mulai terjadi kejanggalan.

“Setelah tanggal itu arisan mulai tidak normal. Transaksi berhenti, informasi ditutup, dan kami tidak lagi tahu siapa yang menerima giliran,” ujarnya.

Di hadapan majelis hakim, Alfikah juga menyinggung soal mediasi yang pernah dilakukan. Saat itu terdakwa semestinya menyebutkan siapa saja anggota yang belum membayar, namun ia menolak.

“Waktu mediasi pertama disuruh nyebutkan siapa yang belum bayar, tapi dia tidak mau. Mediasi kedua pun jawabannya berubah-ubah. Katanya orang Sulawesi, lalu Kalimantan, sekarang malah bilang orang Jakarta,” bebernya.

Fakta di lapangan justru menunjukkan hal lain. Dari 21 slot arisan yang disebut terdakwa bermasalah, ternyata semuanya kosong—tidak ada nama peserta.

“Itu harusnya diisi dua orang per slot, jadi 42 orang. Tapi semuanya kosong. Kami curiga slot itu sengaja dibuat fiktif,” ujarnya tegas.

Dalam sidang itu, Hakim M. Iqbal Hutabarat, S.H., M.H. bahkan menegur langsung terdakwa Yuni karena jawabannya kerap berubah dan tidak transparan.

“Hakim menilai keterangan terdakwa berbelit-belit dan tidak jujur. Semua percakapan di grup arisan sudah saya ekspor dan kirim ke penyidik,” tambah Alfikah, sambil memperlihatkan bukti digital percakapan yang ia simpan sejak awal terbentuknya arisan.

Sidang akan kembali dilanjutkan Senin, 17 November 2025, dengan agenda mendengarkan tanggapan dari jaksa penuntut umum. Para korban berharap, terdakwa berhenti berkelit dan mau bertanggung jawab.

“Kami hanya ingin uang kami dikembalikan. Itu saja. Tidak lebih,” ujar Alfikah lirih.

Dalam sidang, muncul pula perdebatan soal buku catatan arisan yang disebut terdakwa “dicuri”. Buku itu berisi daftar nama, centang penerima, dan lingkaran tanda yang sudah menerima giliran. Namun versi korban justru berbeda.

“Terdakwa bilang buku itu dicuri, padahal jelas saya yang membawa buku itu atas kesepakatan tiga pilar dan semua anggota. Bahkan dia sendiri yang menyerahkan buku itu di kantor desa,” ungkap Alfikah.

Ia menambahkan, penyerahan buku itu dilakukan di hadapan carik desa, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas.

“Kalau dibilang buku itu saya ubah atau curi, harusnya kelihatan dong. Semua saksi tahu persis,” tutupnya.

Berdasarkan hasil penelusuran Ketik.com, arisan ini dibentuk pada 7 April 2023 dengan jumlah peserta 240 slot. Setiap Jumat, dua nama ditarik secara bergantian untuk menerima Rp12 juta. Namun di minggu ke-42, putaran arisan mulai bermasalah, dan di minggu ke-60 kegiatan berhenti total.

Terdakwa berdalih ada peserta yang sudah menerima giliran namun tidak membayar, tetapi tidak pernah menyebut siapa orangnya.

“Dari situlah kami sadar, ini bukan lagi arisan, tapi permainan,” kata Alfikah.

Korban lain, Enggal Putri Pramita Utami, ikut tujuh slot dalam arisan tersebut. Ia hanya sempat menerima uang sekali sebelum arisan berhenti.

“Saya ikut tujuh slot dan cuma dapat sekali. Setelah itu berhenti di minggu ke-59. Total kerugian saya Rp29,4 juta,” katanya.

Enggal juga mengungkapkan, dari 246 slot arisan, hanya 31 orang yang melapor ke polisi, dengan total kerugian bervariasi dari jutaan hingga puluhan juta rupiah.

“Kalau uang kami tidak dikembalikan, kami minta terdakwa dihukum seberat-beratnya. Ini bukan soal nominal, tapi soal kepercayaan yang dia rusak,” tegasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Pengadilan Arisan Bodong terdakwa Slot korban