Akademisi Universitas Brawijaya Soroti Perpres Pengelolaan Sampah Jadi Energi Tak Didukung Infrastruktur

21 Oktober 2025 11:30 21 Okt 2025 11:30

Thumbnail Akademisi Universitas Brawijaya Soroti Perpres Pengelolaan Sampah Jadi Energi Tak Didukung Infrastruktur
ilustrasi pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan masih jadi sorotan (Aris / ketik.com)

KETIK, MALANG – Penandatanganan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 tahun 2025 disorot oleh akademisi Universitas Brawijaya. Pasalnya Perpres Nomor 109 tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah disebut belum didukung dengan infrastruktur dan kesiapan implementasi di lapangan.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Brawijaya Andhyka Muttaqin mengatakan, penandatanganan Perpres tentang pengelola sampah menjadi energi terbarukan memang menurutnya bagus. Tapi hal ini terkesan terburu-buru, karena secara infrastruktur Indonesia masih belum siap penerapannya.

"Itu terlalu terburu-buru, perilaku masyarakat membuang sampah masih belum selesai. Batu TPA ditutup beberapa daerah bencana muncul masalah sampah. Artinya sebenarnya memilah masyarakat dalam membuang sampah itu diperbaiki dulu," kata Andhyka Muttaqin, pada Selasa 21 Oktober 2025.

Menurutnya, perilaku pemilihan sampah dari rumah tangga memang perlu dikedepankan. Hal ini untuk memudahkan proses sortir sampah sebelum dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Pembiasaan pemilihan sampah dari lingkup terkecil menjadi tantangan baru ketika sebuah kebijakan melalui Perpres ini ditandatangani.

"Pengelolaan sampah itu problemnya di rumah tangga, itu belum selesai. Bagaimana kita memungkinkan energi alternatif dari sampah, dari kacamata kebijakan publik itu yang menurut saya terlalu terburu-buru. Sebenernya yang ada dulu ditata lagi," ucap dosend Fakultas Ilmu Admistrasi (FIA) Universitas Brawijaya, dalam sebuah diskusi satu tahun pemerintahan Prabowo - Gibran.

Sebagai sebuah kebijakan publik yang diterapkan, pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan perlu dikaji lagi. Penerapannya harus didasarkan pada analisis kajian dan suatu hal terbaik, baik dari sisi infrastruktur sumber daya manusia (SDM) hingga harus ada regulasi undang-undang yang mengikat.

"Jangan membuat kebijakan yang infrastruktur kebijakan itu fondasi untuk implementasi kebijakan belum siap. Bagaimana mengimplementasikan itu, itu jelas volume sampah nggak semuanya jadi energi," tuturnya.

"Infrastruktur kebijakannya belum siap, ini yang ditimbulkan masalah baru. Dari kementerian yang jadi leading sektor juga bingung, perlu ada kajian, apakah siap implementasi kebijakan," pungkasnya.

Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto jelang satu tahun pemerintahannya meneken Perpres Nomor 109 Tahun 2025 (Perpres 109/2025) tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Kebijakan ini menandai perubahan besar arah pembangunan lingkungan hidup dan energi nasional menuju sistem pengelolaan sampah yang modern, efisien, dan berkelanjutan.

Terdapat lima poin dalam hal pengelolaan sampah menjadi energi terbarukan, mulai dari pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di 12 lokasi, dukungan Danantara untuk proses investasinya, penetapan tarif listrik sebesar U$ 0,20 setiap kWh selama 30 tahun, hingga penyiapan lahan dan memastikan pasokan sampah berjalan optimal. Kebijakan ini difokuskan pada kota metropolitan dan kota besar dengan timbulan sampah harian di atas 1.000 ton. (*)

Tombol Google News

Tags:

Universitas Brawijaya Malang Satu Tahun Prabowo Gibran Pengelolaan Sampah Energi Terbarukan