Pakar Energi Sebut Etanol Aman untuk Mesin, Klaim Bisa Kurangi Impor BBM

17 Oktober 2025 12:21 17 Okt 2025 12:21

Thumbnail Pakar Energi Sebut Etanol Aman untuk Mesin, Klaim Bisa Kurangi Impor BBM
Pakar energi Prof. Wardhana saat diskusi satu tahun Prabowo-Gibran (Foto: Aris/Ketik.com)

KETIK, MALANG – Senyawa etanol diklaim akademisi Universitas Brawijaya (UB) aman untuk kendaraan bermotor. Bahkan Universitas Brawijaya melalui Fakultas Teknik sudah melakukan eksperimen terkait campuran dari etanol untuk kendaraan sejak tahun 1980-an.

Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Brawijaya (FT UB) Prof. Wardana menyatakan, penggunaan etanol di kendaraan yang sudah diujicobakan di angka 20 - 30 persen oleh pihaknya di Fakultas Teknik (FT) UB. Baginya ujicoba etanol untuk kendaraan bukanlah hal baru.

"Meskipun ada etanolnya (mesin kendaraan) 20 sampai 30 persen belum berpengaruh, masih bagus, kalau 85 persen itu perlu treatment sedikit," ucap Prof. Wardana, saat diskusi satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran di Kota Malang, pada Kamis malam 16 Oktober 2025.

Wardana menyatakan, dalam ujicobamya sebenarnya gasohol (gasoline alkohol) atau campuran dari bensin dan etanol sudah dimulai sejak tahun 1980 oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di era Presiden B.J. Habibie. 

"(Ujicobanya) Lewat BPPT juga. Tujuannya untuk menguji etanol 20 persen yang dicampur ke bensin," ucapnya pakar energi dari Universitas Brawijaya ini.

Dirinya menuturkan, riset didasari potensi besar Indonesia dalam memproduksi etanol dari singkong. Namun, program itu tidak berlanjut karena harga bahan bakar fosil di dalam negeri terlalu murah pada masa itu. 

Saat itu, ia mengungkapkan penelitian dilakukan dengan dukungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di bawah arahan B.J. Habibie. Namun kini, menurut Wardana, kondisi sudah berubah dan menjadikan program biofuel kembali relevan. 

“Sekarang kondisinya berbeda. Harga bahan bakar jadi mahal, dan kita sudah impor. Nah, idenya Pak Habibie waktu itu adalah mengganti bahan bakar dengan yang bersih, karena etanol itu bahan bakar yang bersih. Tapi ya itu tadi, karena dulu harga BBM kita murah, programnya tidak jalan,” jelasnya.

Prof. Wardana juga menuturkan, hasil riset terbaru di UB yang menunjukkan bahwa campuran etanol dalam bahan bakar justru meningkatkan efisiensi dan kualitas pembakaran mesin. Sebab campuran etanol meningkat kadar oktan dalam BBM. 

"Menurut hasil penelitian saya sekarang dengan mahasiswa S2, penambahan etanol justru meningkatkan kualitas bahan bakar. Jadi misalnya kita beli bahan bakar murah, lalu kita campur sendiri, kualitasnya bisa naik,” katanya.

Dari sisi kebijakan, pemerintah melalui Kementerian ESDM kini tengah menyiapkan mandatori E10 (etanol 10%) untuk bensin dan B50 (biodiesel 50%) untuk solar pada 2026. Langkah ini, menurut Prof. Wardana, bisa mengurangi impor minyak hingga 10–20 persen, karena sebagian besar bahan bakar yang diimpor digunakan untuk transportasi.

“Dengan menaikkan campuran biofuel, hampir semua BBM yang kita impor itu untuk kendaraan. Jadi kalau kita pakai E10 atau B50, impor kita bisa turun 10 sampai 20 persen,” ujarnya.

Sementara itu Muhammad Sri Wahyudi Suliswanto, pengamat ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menilai peralihan penggunaan etanol dimungkinkan bisa mengurangi defisit Pertamina sebagai perusahaan BUMN. Sebab selama ini BBM yang digunakan Pertamina kebanyakan berasal dari impor, sehingga ketika ada gejolak harga di luar negeri akan mempengaruhi harga minyak dunia keseluruhan.

"Gejolak di luar negeri akan mempengaruhi kita, tapi kira harus menjaga harga. Harga tidak bisa serta merta monopoli ada kebijakan stabilitas dan menjaga kebijakan lain," ucap Wahyudi, sapaan akrabnya.

Ia justru menyoroti bagaimana Pertamina kurang melakukan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan, hal ini terbongkar ketika ada kasus - kasus yang berdampak pada neraca keuangan. Makanya peralihan ke etanol diharapkan mampu mengefektifkan sistem tata kelola energi.

"Yang diharapkan kan tidak merugi, selama ini kan mengapa merugi, ada masalah efisiensi, ada masalah mafia, itu yang kita harapkan bisa dibersihkan dulu dari Pertamina," ungkap Yudi, Dekan Fakultas Ekonomi UMM ini.

Di sisi lain, pengamat Kebijakan Publik Universitas Brawijaya Andyka Muttaqin menyatakan, kebijakan penggunaan etanol sebagai bahan bakar minyak (BBM) kendaraan memang perlu dikaji lagi. Tapi ia meyakini jika masyarakat merasa nyaman dan ada keuntungan, maka akan didukung serta beralih dengan sendirinya.

"Kalau merasa nyaman, ada keuntungannga akan didukung, cuma sampai ada kelangkaan," kata Andyka Muttaqin.(*)

Tombol Google News

Tags:

Prabowo Subianto Gibran Rakabuming Raka Prabowo-gibran Satu Tahun Prabowo Gibran energi Etanol