KETIK, MALANG – Badan Wakaf Indonesia (BWI) bekerjasama dengan sejumlah perguruan tinggi di Malang dalam pemanfaatan dan pengelolaan wakaf. Selama ini pengelolaan wakaf bidang pendidikan dinilai belum maksimal sehingga perlu menggandeng kampus.
Serangkaian kegiatan mulai dari seminar, penyerahan serifikat nazhir wakaf uang dari BWI ke Universitas Brawijaya (UB) dan Yayasan JalaSurga Forum Jurnalis Wakaf Indonesia (Forjukafi), yang terkait dengan pengelolaan wakaf dan pemanfaatannya.
Asisten III Gubernur Jawa Timur Akhmad Jazuli menyatakan, selama ini pengelolaan wakaf memang dirasa masih kurang, termasuk wakaf aset. Makanya ia mendorong agar peran perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan menjadi salah satu pihak yang dilibatkan oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Badan Wakaf Indonesia (BWI) seminar Wakaf Goes To Campus di Universitas Brawijaya (Aris / ketik.com)
"Wakaf aset, wakaf bangunan dari mahasiswa alumni masyarakat umum kita harapkan hari ini. Dana wakaf untuk pengelolaan UMKM, apalagi zakat mal kalau wakaf sangat strategis," kata Akhmad Jazuli, saat sambutan di forum yang diselenggarakan di Universitas Brawijaya, Malang, Senin, 20 Oktober 2025.
Ia pun menilai zakat mal sama halnya dengan wakaf memiliki peran strategis, termasuk bagi kegiatan pendidikan di kampus - kampus hingga pondok pesantren, dan lembaga - lembaga lain.
"Gerakan bangkit ini tidak hanya di kampus saja, tapi di semua lembaga-lembaga Islam juga," ucapnya.
Sementara Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Tatang Astaruddin mengungkapkan, wakaf menjadi penyangga kekuatan ekonomi nasional. Selama ini tantangan pengelolaan wakaf mengenai regulasi yang dianggap terlalu lama.
Maka ia pun mendorong perguruan tinggi baik Universitas Brawijaya (UB) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Malang bisa memberikan kajian soal wakaf.
"Tantangan Badan Wakaf soal regulasi, regulasi wakaf sudah terlalu lama. Kajian wakaf dalam bidang kampus yang paling expert, kaitannya dengan kampus ini bagaimana mengkaji - mengkaji, soal literasi," ucap Tatang dalam sambutannya.
Tatang juga menyoroti stigma wakaf di masyarakat hanya berupa tempat ibadah sebagai sarana wakaf. Tapi pengelolaan wakaf hari ini mulai berubah dan cenderung inklusif. Dimana wakaf bisa saja dalam bentuk uang yang dialokasikan untuk kepentingan masyarakat, tujuannya terpenting yakni bisa mencapai kesejahteraan umum.
"Kesejahteraan umum adalah misi dari wakaf. Dalam Islam Ibnu Taimiyah menyebut sesuatu yang Allah ridho itu ibadah. Jadi ketika wakaf untuk pendidikan, lingkungan, SDGs tujuan pembangunan berkelanjutan itu adalah tujuan wakaf," tegasnya.
Ia pun menilai pemaksimalan nazhir, atau pihak yang menerima amanah dari wakif untuk mengelola, dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai peruntukannya, juga belum memiliki kompetensi yang bagus. Sejauh ini ada 450 nazhir, jumlah itu dinilai masih kurang dan perlu penambahan untuk pemaksimalan pengelolaan wakaf.
"Kita memiliki 450 wakaf nazir, kendalanya kita masih belum optimal kompetensi nazirnya, belum lagi kajian-kajian strategis perwakafan. Mitra strategis yakni wakaf, kampus adalah orang-orang yang memiliki kesadaran keagamaan yang lebih kuat, kampus orang-orang yamg bisa lebih melek teknologi, kalau menggandeng kampus agenda perwakafan akan lebih mudah dan optimal," jelasnya.
Dari pengelolaan wakaf dan pemaksimalan nazhir itu, ia berharap pemanfaatan uang perputaran wakaf hingga Rp 110 triliun itu bisa lebih optimal. Ia pun melihat ada potensi pengelolaan uang sebesar Rp 4,7 triliun, dengan potensi Rp 36 triliun pengelolaan uang dari wakaf di Jawa Timur.
Hadir dalam kegiatan ini Asisten III Gubernur Jawa Timur Akhmad Jazuli, Wali Kota Malang, Rektor Universitas Brawijaya Prof. Widodo, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Prof. Ilfi Nur Diana, sejumlah mitra lembaga wakaf, hingga Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Tatang Astaruddin. (*)