KETIK, BANGKALAN – Polemik status tanah Yayasan Pendidikan Raudhatul Anwar di Desa Sambilangan, Kecamatan Bangkalan. Antara H. Wahib Anwar (pemberi wakaf) dan Nurul Qori'ah (penerima wakaf) menyita perhatian publik.
Kuasa Hukum Nurul Qori’ah, Risang Bima Wijaya, angkat bicara untuk meluruskannya. Ia menegaskan bahwa tidak ada sengketa dalam proses wakaf yang menjadi dasar pengelolaan lembaga pendidikan tersebut.
“Sebenarnya tidak ada sengketa wakaf. Yang membuat seolah ada masalah adalah pihak wakif sendiri, yang kemudian memelintir fakta setelah ikrar wakaf diucapkan secara sah di depan KUA,” jelas Risang dalam keterangannya.
Menurut Risang, proses wakaf dilakukan sesuai prosedur resmi dan sah oleh wakif kepada Nurul Qori’ah sebagai nadzir, untuk kepentingan pendirian dan pengelolaan lembaga pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK).
Proses tersebut disaksikan oleh pihak KUA Kecamatan Bangkalan dan diterbitkan dalam bentuk Akta Ikrar Wakaf oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI).
“Wakif secara sadar mengucapkan ikrar, disaksikan oleh pihak KUA dan didokumentasikan. Ada video dan saksi yang sah,” tegas Risang.
Risang juga mengatakan bahwa sebelum proses wakaf dilakukan, pada tahun 2015 tanah milik Wahid tersebut telah difungsikan untuk mendirikan TK Raudhatul Anwar. Namun, sekolah tersebut belum memiliki izin resmi, hanya memiliki dua murid, dan tutup permanen pada 2016.
Kemudian, Pada tahun 2018 Nurul Qori’ah diminta untuk mengelola TK tersebut. Dengan bantua rekannya yang sesama pendidik mengelola kembali lembaga tersebut secara profesional.
Mereka mengurus perizinan formal dan membiayai seluruh operasional, termasuk alat peraga, secara mandiri. Saat itu, wakaf secara administratif belum dilakukan, namun Nurul sudah menjalankan amanah secara penuh.
"Jumlah murid pun meningkat drastis, bahkan pada tahun 2020, karena keterbatasan ruang kelas, ruangan dapur pun diubah menjadi ruang kelas," tambahnya, Jumat 18 Juli 2025.
Polemik bermula saat sekolah makin berkembang. Pada tahun 2024, pihak pengelola mencoba memperkuat legalitas lahan untuk keperluan akreditasi dan pengembangan. Namun karena tanah masih bersertifikat atas nama pribadi, proses itu tertahan. Nurul pun mendatangi Wahib untuk meminta kejelasan.
“Dari awal Wahib menyatakan tidak masalah selama sekolah tetap dikelola. Bahkan ia sendiri yang mengurus ikrar wakaf ke KUA, dan saat itulah akta wakaf resmi terbit,” jelas Risang.
Surat pernyataan wakaf yang ditanda tangaini oleh pihak terkait (Foto: Ismail Hs/Ketik)
Namun belakangan, muncul klaim dari pihak keluarga wakif yang menyatakan tidak tahu-menahu soal wakaf tersebut. Bahkan muncul tuduhan bahwa Nurul tidak amanah karena tidak menyerahkan pengelolaan kembali kepada wakif.
“Ini tidak logis. Sekolah tumbuh pesat karena kerja keras Nurul, biaya pribadi, bahkan mendapat penghargaan. Tapi justru dikatakan tidak amanah setelah lembaga itu berkembang dan mendapat bantuan, termasuk pembangunan ruang kelas baru senilai Rp380 juta,” ujar Risang.
Lebih lanjut, Risang mengungkap permasalahan mulai timbul, ketika pengelolaan dialihkan ke Yayasan Pendidikan Raudhatul Anwar yang sah dan berizin.
"Nama lembaga yang resmi terdaftar adalah TK PGRI Raudhatul Anwar, bukan TK Raudhatul Anwar yang sebelumnya belum mengantongi izin," ucapnya.
Dalam struktur yayasan saat ini, pengawasan juga melibatkan tokoh desa dan unsur masyarakat agar lebih transparan.
“Tuduhan tidak amanah muncul hanya karena pengelolaan tidak dialihkan kembali kepada Wahib. Padahal, yang terjadi adalah proses yang sah sesuai hukum dan perizinan lembaga pendidikan,” tutup Risang.
Sementara H.Wahib Anwar, menyatakan bahwa dirinya merasa dikhianati oleh Nurul Qoriah, penerima wakaf tanah yang kini digunakan untuk lembaga pendidikan TK Raudhatul Anwar.
Ia menyebut Nurul tidak amanah karena telah mengalihkan nadzir tanpa seizinnya.
“Saya merasa dibohongi, sertifikat saya diambil diam-diam, nadzir dialihkan sepihak ke yayasan buatan mereka,” ungkap H. Wahib.
Upaya mediasi pun dilakukan melalui berbagai jalur, termasuk melalui Sekdes Sembilangan H. Muhammad Kholil dan pengurus musala. Namun tidak ada hasil. Akhirnya, H. Wahib menempuh jalur hukum. (*)