KETIK, MALANG – Federasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Federasi KontraS) menyebut penganugerahan gelar Pahlawan Nasional bagi Marsinah merupakan sebuah penghinaan terhadap pahlawan buruh tersebut.
Pasalnya, bersama dengan Marsinah, gelar ini juga diberikan kepada Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto.
"Ini merupakan sebuah penghinaan terhadap Marsinah, dan juga kepada kita," kata Sekretaris Jenderal Federasi KontraS, Andy Irfan Junaedi kepada Ketik.com, Senin, 10 November 2025.
"Bagaimana mungkin korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) disamakan dengan pelaku pelanggaran, yang juga diangkat sebagai Pahlawan Nasional," sambungnya.
Menurut Andy Irfan, Marsinah memang layak menjadi pahlawan nasional. Pasalnya, perempuan kelahiran 10 April 1969 tersebut memiliki rekam jejak dalam perjuangan. Bahkan, karena perjuangannya itu, hidup Marsinah juga harus berakhir pada 8 Mei 1993.
"Nah, yang jadi masalah, namanya bersanding dengan Soeharto, yang jelas-jelas sepanjang waktu berkuasanya melanggar HAM," tutur Andy.
"Ini kan seolah-olah keseimbangan, pahlawan diangkat, penjahat pun diangkat," ia menambahkan.
Sebelumnya, nama Marsinah menjadi salah satu nama yang mendapat anugerah sebagai Pahlawan Nasional. Perempuan asal Nganjuk ini dinilai berjasa dalam perjuangan sosial dan kemanusiaan.
Selain Marsinah, ada sembilan tokoh lain yang juga mendapat penghargaan sebagai Pahlawan Nasional, pada peringatan Hari Pahlawan 2025 ini.
Mereka adalah KH Abdurachman Wahid, Soeharto, Mochtar Kusumaatmadja, Rahma El Yunusiyyah, Sarwo Edhie Wibowo, Sultan Muhammad Salahuddin, Syaikhona Muhammad Kholil, Tuan Rondahaim Saragih, dan Zainal Abidin Syah.(*)
