Menyongsong KUHP Baru 2026

Peradi Singaraja Ingatkan Pentingnya Integritas Penegak Hukum

11 Desember 2025 20:00 11 Des 2025 20:00

Thumbnail Peradi Singaraja Ingatkan Pentingnya Integritas Penegak Hukum
Ketua DPC Peradi Singaraja, Kadek Doni Riana, S.H., M.H., mengatakan perubahan KUHP dan KUHAP ibarat pisau bermata dua (Foto: Suartha/Ketik.com)

KETIK, BULELENG – Pro kontra mencuat saat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan KUHAP yang baru akan diberlakukan. Suara pro kontra tersebut menyiratkan adanya optimisme maupun pesimisme terhadap pola penegakan hukum yang lebih berkeadilan.

Menjelang diberlakukanya KUHP dan KUHAP yang baru pada 2 Januari 2026, kalangan praktisi hukum ikut menyoroti dampak besar regulasi ini bagi masyarakat dan penegakan hukum di Indonesia.

Salah satunya Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Singaraja Kadek Doni Riana, S.H., M.H.

Praktisi hukum yang telah lama malang melintang didunia peradilan dan akrab disapa KDR, Kamis 11 Desember 2025 mengatakan, diberlakukannya KUHP maupun KUHAP membawa angin segar sekaligus tantangan berat.

Menurutnya, perubahan ini bak pisau bermata dua, di satu sisi sangat menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), namun di sisi lain memberikan kewenangan luar biasa besar kepada penyidik yang berpotensi disalahgunakan jika tanpa pengawasan ketat.

“Keuntungan terbesar dari KUHP baru ini adalah pendekatan yang lebih humanis. Proses penyelidikan dan penyidikan kini tidak lagi menempatkan masyarakat sebagai objek yang penuh ketakutan, melainkan subjek hukum yang setara,” ujar KDR.

Doni menegaskan, masyarakat tidak perlu lagi ketakutan. Mereka diberikan keleluasaan pendampingan hukum sejak awal, mulai dari kapasitas saksi. Keberatan mereka dicatat, dan prosesnya dimonitor, termasuk penggunaan CCTV dalam pemeriksaan.

Selain itu, ia juga menyoroti penguatan Restorative Justice. Kasus-kasus ringan kini didorong untuk diselesaikan melalui jalur perdamaian dan pemulihan, bukan sekadar pemidanaan yang berujung pada penjara. “Ini kemajuan luar biasa agar masyarakat terlindungi,” imbuhnya.

Namun, di balik optimisme tersebut, Pimpinan Amanda Law Office ini juga menyampaikan kekhawatirannya. Ia menyoroti kewenangan penyidik kepolisian yang dinilai semakin kuat dalam regulasi baru, seperti kemampuan melakukan penangkapan dan penahanan tanpa izin pengadilan secara langsung dalam kondisi tertentu.

“Kewenangan penyidik ini dianggap terlalu kuat. Tanpa integritas dan profesionalisme, ini bisa menjadi celah kriminalisasi. Dengan dua alat bukti yang dirasa cukup menurut penyidik, seseorang bisa langsung ditahan. Ini yang harus dikontrol agar penyidik tidak menjadi lembaga super body,” tegasnya.

Sebagai advokat senior, ia juga meluapkan kekecewaannya terhadap budaya penegakan hukum yang masih terpaku pada siklus "otomatis", tersangka menjadi terdakwa, dan terdakwa pasti menjadi terpidana.

Ia mengkritik minimnya keberanian penegak hukum untuk menghentikan kasus yang sebenarnya lemah secara pembuktian. Menurutnya, masih ada oknum yang memaksakan kasus, bahkan kasus pesanan, demi target atau kepentingan tertentu, bukan berdasarkan fakta objektif.

“Kriminalisasi terjadi ketika fakta diputarbalikkan. Seringkali kasus dipaksakan jalan terus hanya karena sudah terlanjur ada penetapan tersangka. Padahal, jika tidak cukup bukti, harusnya berani dihentikan (SP3). Jangan sampai sistem peradilan kita hanya menjadi 'ban berjalan' menuju penjara tanpa inovasi keadilan,” kritiknya.

Atas kondisi itu, Doni menyerukan agar era baru hukum pidana ini dijadikan momentum kebangkitan integritas advokat dan aparat penegak hukum. Transparansi yang kini terbuka lebar melalui teknologi dan prosedur baru harus dimanfaatkan untuk menutup celah permainan hukum.

“Ini era kebangkitan. Penegak hukum harus profesional. Jangan main-main, karena sekarang transparansi sudah terbuka. Jika salah melangkah, risiko digugat balik atau dilaporkan secara pidana sangat besar. Masyarakat pun harus cerdas dan berani menggunakan hak hukumnya,” tegas Doni Riana. (*)

Tombol Google News

Tags:

KUHP #KUHAP Peradi Singaraja