Ombudsman RI : Sejumlah Pelaksana Yayasan Dapur SPPG Afiliasi Jejaring Politik Hingga Politisi Partai

1 Oktober 2025 16:20 1 Okt 2025 16:20

Thumbnail Ombudsman RI : Sejumlah Pelaksana Yayasan Dapur SPPG Afiliasi Jejaring Politik Hingga  Politisi Partai
Ketua Ombudsman RI Mokhamad Najib, 1 Oktober 2025 (Foto: Ahmad Istihar/Ketik)

KETIK, TUBAN – Ketua Ombudsman RI Mokhamad Najib menyebut kondisi pelaksana atau lembaga yayasan progam Makan Bergizi Gtratis (BMG) berisiko menimbulkan konflik kepentingan dan membuka peluang penyalahgunaan wewenang.

"Kajian Ombudsman mengidentifikasi adanya potensi afiliasi sejumlah yayasan dengan jejaring politik yang berisiko menimbulkan konflik kepentingan, serta membuka peluang penyalahgunaan wewenang," ungkap Najib, dalam keterangan diterima, Rabu 1 Oktober 2025

Namun sayangnya, Ombudsman tidak merinci yayasan mana dan daerah -daerah mana saja terindikasi memiliki keterkaitan politik.

Fakta ini kata Najib menjadi pengingat bahwa pengelolaan program prioritas MBG skala nasional harus dijalankan secara transparan, adil, dan bebas intervensi politik agar tujuan utama program, memperbaiki gizi masyarakat, tercapai secara optimal.

Persoalan afiliasi hingga beking politik muncul dibalik yayasan bersamaan dengan carut-marut proses penetapan mitra yayasan dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Dimana sebagian dapur yang yang dikelola mandiri kesulitan untuk memperoleh tindak lanjut dari Badan Gizi Nasional.

"Dari total 60.500 yayasan mendaftar, masih terdapat 9.632 yayasan menunggu kepastian," imbuhnya

Ketidakpastian standar waktu pelayanan membuat proses verifikasi berjalan berlarut-larut. Akibatnya, banyak pengusaha UMKM hanya bisa gigit jari karena tidak punya jejaring politik. Hal lain, juga menurunkan kepastian hukum bagi pendaftar mandiri. Pasalnya, secara materil juga telah berkorban pembangunan dapur.

Ombudsman menilai bahwa keterkaitan yayasan dengan jejaring kekuasaan berpotensi menggeser orientasi program dari fokus utama pada perbaikan gizi ke arah kepentingan lebih sempit hingga hanya bisnis belaka.

"Jika tidak diantisipasi sejak dini dengan regulasi jelas, mekanisme seleksi dapur transparan, serta pengawasan independen, kondisi ini bisa melahirkan maladministrasi struktural menghambat efektivitas program," imbuh Najib

Kajian Ombudsman mencatat delapan masalah utama penyelenggaraan MBG. Pertama, kesenjangan lebar antara target dan realisasi capaian. Kedua, maraknya kasus keracunan massal di berbagai daerah.

Ketiga, permasalahan penetapan mitra yayasan dan SPPG belum transparan dan rawan konflik kepentingan. Keempat, keterbatasan dan penataan sumber daya manusia, termasuk keterlambatan honorarium SPPI serta beban kerja dan relawan dapur.

Kelima, meski standar harga bahan baku seperti beras wajib premium tetapi masih ada ketidaksesuaian mutu bahan baku tersebut akibat belum adanya standar acceptance quality limit yang tegas.

Keenam, penerapan standar pengolahan makanan yang belum konsisten. Ketujuh, distribusi makanan yang belum tertib dan masih membebani guru di sekolah. selain itu, kepala sekolah atau yayasan dengan mitra dapur di tekan melalui MOU untuk menggaet jumlah penerima manfaat secara sepihak.

Kedelapan, sistem pengawasan yang belum terintegrasi, masih bersifat reaktif, dan belum sepenuhnya berbasis data.

Sehingga, Ombudsman menilai penguatan tata kelola dan pengawasan independen menjadi langkah krusial agar program MBG tidak keluar jalur.(*)

Tombol Google News

Tags:

ombudsman Mokhamadnajib MBG makangizi Ekonomi MBGtuban