Dijuluki raja tropi di kawasan asean, nama besar pelatih Timnas Indonesia U-22 Indra Sjafri mulai terusik. Hampir sebagian besar pecinta sepak bola di tanah air kecewa dengan penampilan perdana Ivar Jenner dan koleganya. Indonesia dipermalukan Philipina 0-1.
Celakanya, kekalahan menyakitkan tersebut bukan hanya karena laga perdana sepak bola SEA Games, namun Indonesia unggul dalam penguasaan bola. Tak terkecuali unggul kualitas materi pemain. Gol pun, terjadi dibabak injury time babak pertama melalui lemparan bola jarak jauh.
Tak hanya memalukan, tapi semakin mempertegas jika Indra Sjafri sudah habis. Tak terkecuali selama uji coba pernah pernah menang. Tentu ini akan menjadi preseden buruk sepak bola Indonesia di kelompok yunior. Padahal materi pemainnya cukup mentereng. Tak tanggung-tanggung, ada 4 pemain naturalisasi yang tergabung dalam skuad Indra Sjafri.
Selain itu, selama perhelatan SEA Games, Indonesia tak pernah kalah atas Philipina. Apalagi head to head, Indonesia unggul telak. Kini nasib Indonesia bergantung pada laga Malaysia v versus Vietnam untuk berebut menjadi runner up terbaik. Jika saja keduanya bermain imbang maka mimpi mempertahankan medali emas SEA Games sirna.
Antara salah taktik dna miskin taktik
Menghadapi tim sekelas Philipina yang tidak termasuk tim unggulan, Indonesia dibuat frustasi. Selain sulit menembus pertahanan lawan, duel-duel bola atas pun juga kalah. Mengurung pertahanan lawan ternyata tak cukup bagi para pemain mengkonversi peluang menjadi gol.
Malah sebaliknya, petaka terjadi akibat lemparan ke dalam yang gagal diantisipasi dan berbuah gol. Terkesan taktik bertahan dengan variasi serangan tak jalan. Termasuk kurang sigapnya pertahanan yang digalang, Kadek Arel, M Ferari, dan Dion Marx. Seakan mereka lupa jika gol bisa lahir dari mana saja.
Taktik satu dua sentuhan tak jalan
Melihat rata-rata pemain Philipina berpostur tinggi, permainan long pass harus dihindari. Akan lebih efektif jika mengeksploitasi pertahanan lawan dengan memanfaatkan kecepatan kedua sayap.
Selain itu, permainan seakan kehilangan arah. Apalagi di saat para pemain lawan menjaga kedalaman dan cenderung hanya mengandalkan counter attac. Sekali lagi, sang juru taktik tak mencoba variasi taktik lain. Pendeknya, lawan sudah mengantisipasi permainan Indonesia.
Rotasi pemain tidak berjalan efektif
Mandulnya lini depan ternyata tidak segera diantisipasi, termasuk penampilan buruk striker naturalisasi Mauro Zijlstra. Kesan takut menggati Mauro sangat jelas. Selain sering kehilangan bola, pergeraknya juga lambat. Termasuk pergerkan tanpa bolanya yang tidak nampak.
Pun demikian dengan Raffail Struick, pemain yang digadang-gadang menjadi pemain kunci kemenangan Indonesia, ternyata juga tampil buruk. Meskipun akhirnya ditarik keluar. Hanya Ivar Jenner yang mungkin bisa dibilang lumayan penampilannya.
Nasi telah menjadi bubur. Indonesia hanya berharap Malaysia dan Vietnam tidak main mata. Walaupun harus diakui jika kedua negara tersebut merupakan seteru abadi Indonesia. Tentu keduanya akan lebih senang jika Indonesia tidak lolos. Apalagi tidak lolos dari fase grup. Tetap semangat. Bravo sepak bola nasional. (*)
*) Agus Riyanto merupakan jurnalis Ketik.com dan Plt Ketua PWI Trenggalek
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.com
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)
