KETIK, SURABAYA – Dunia seni rupa kontemporer menciptakan ruang baru untuk berekspresi lewat pameran bertajuk “Madya: The Unfixed Center” yang digelar di ARTSPACE, ARTOTEL Jl. Hayam Wuruk No.6, Sawunggaling, Surabaya.
Pameran ini merupakan hasil kolaborasi antara Indonesia Contemporary Art New Wave (ICANW) dan ARTOTEL Group, dan resmi dibuka pada Jumat (17/10/2025) pukul 16.00 WIB. Pameran ini berlangsung hingga 17 Januari 2026.
Dengan menghadirkan 40 karya dari 15 seniman lintas daerah—mulai dari Surabaya, Lamongan, Blitar, Pasuruan, Malang, hingga Gresik—Madya berupaya menghadirkan keberagaman wacana dan praktik artistik yang berkembang di berbagai wilayah Jawa Timur dan sekitarnya. Karya-karya yang dipamerkan meliputi medium beragam, dari lukisan, kolase, dan keramik, hingga material eksperimental berbasis alam seperti ekstrak tumbuhan.
Menurut Dwiki Nugroho Mukti, salah satu kurator, pameran ini tidak diselenggarakan untuk memperingati momen tertentu, melainkan sebagai ruang representatif bagi seniman muda untuk menampilkan gagasannya.
“Kami memang ingin membuat satu ruang yang representatif untuk seniman-seniman muda. Karena penyampaian artistik mereka hari ini luar biasa, dan oke oke banget,” ujar Dwiki.
“Total ada 15 seniman dengan sekitar 40 karya. Mereka datang dari berbagai daerah, tidak terbatas Surabaya saja, tapi juga Lamongan, Gresik, Malang, Blitar, hingga Pasuruan,” tambahnya.
Dwiki menjelaskan bahwa pemilihan jumlah 15 seniman dilakukan dengan pertimbangan ruang dan kualitas karya, bukan sekadar kuantitas.
“Jumlah itu kami anggap cukup representatif untuk berbicara tentang praktik seni kontemporer hari ini. Kami berpikir, 15 seniman ini bisa menjadi partner kami untuk melangkah ke kegiatan awal ini,” tuturnya.
Pembukaan Pameran Seni "Madya: The Unfixed Center" diawali dengan dialog kurator bersama para seniman di ARTOTEL ARTSPACE pada 17 Oktober 2025 (Dok. Adinda Trisaeni Nur Sabrina)
Sementara itu, Dimas Tri Pamungkas, kurator lainnya, menambahkan bahwa tema “The Unfixed Center” diangkat untuk menegosiasikan kembali makna “pusat” dalam peta seni rupa Indonesia.
“Kami ingin mengajak publik melihat bahwa ‘tengah’ atau ‘pusat’ itu tidak selalu tetap. Dalam konteks seni kontemporer, pusat bisa berpindah, dan bisa dinegosiasikan. Madya adalah ruang di mana pinggiran juga bisa menjadi pusat,” jelas Dimas.
“Riset kami mengarah ke sana, bagaimana seniman dari berbagai daerah mengambil konteks lokal di mana mereka berada, Bisa direpresentasikan melalui dirinya sendiri, atau soal lingkungan, dan seterusnya,” lanjutnya.
Selain menghadirkan eksplorasi bentuk dan medium, Madya juga membawa pesan sosial yang kuat. Beberapa karya mengangkat isu-isu personal seperti kesehatan mental dan sejarah, sementara lainnya membahas persoalan lingkungan dengan pendekatan artistik yang ramah terhadap material.
“Para seniman hari ini enggak cuma fokus pada medium yang bagus atau mahal dan sebagainya. Mereka hari ini juga sangat memperhatikan hal-hal yang cukup ramah lingkungan, karena itu sangat berkaitan dengan kontek-kontek karyanya, “ ujar Dwiki.
Pameran ini digelar di ARTOTEL ARTSPACE, ruang seni yang sudah dikenal sebagai wadah kreatif bagi seniman lintas generasi. Pemilihan lokasi ini, kata Dwiki, bukan tanpa alasan.
“Saat membuat pameran, kita memang mencari partner yang memiliki ruang yang representatif, bisa digunakan, dan bisa saling support untuk bisa kami gunakan sebagai pameran. Dan muncullah akhirnya opsinya ARTOTEL. Karena ARTOTEL cukup akumulatif, sangat menyambut dengan ide-ide kami,” ujarnya.
Dimas menambahkan, pameran ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya.
“Masyarakat wajib datang, karena gratis dan bisa jadi pengalaman yang memperkaya. Selain menikmati karya, mereka juga bisa memahami cerita dan konteks dari tiap daerah seniman yang berpartisipasi,” katanya.
Pameran Madya – The Unfixed Center menjadi bukti bahwa seni kontemporer Indonesia tidak lagi terpusat pada satu kota atau institusi, melainkan tumbuh dari berbagai wilayah dengan keragaman gagasan dan narasi yang saling berdialog. Dwiki menutup dengan ajakan sederhana,
“Pamerannya berlangsung cukup lama, sampai bulan Januari. Jadi masih banyak waktu untuk mampir dan main. Kami ingin masyarakat datang, melihat, dan terlibat dalam pameran seni kontemporer yang memiliki banyak konteks,” jelasnya. (*)