KETIK, PACITAN – Usia muda tak menjadi pembatas bagi Bayu Saputra Mahadi Kusuma untuk mandiri.
Pemuda 23 tahun asal RT 1 RW 10, Dusun Sumber, Desa Ngadirejan, Kecamatan Pringkuku, Pacitan, itu telah merintis usaha ayam petelur sejak duduk di bangku SMP kelas 7.
Bayu mengisahkan awal mula keberaniannya membangun usaha.
“Dulu niatnya pengen punya usaha sampingan, punya uang saku dari hasil sendiri. Alhamdulillah sekarang bisa berkembang dan akhirnya dijadikan usaha bisnis besar sekalian, diseriusi sekalian,” ucap Bayu saat ditemui ketik.com di kandangnya, Minggu, 7 Desember 2025.
Keluarganya pun memberikan dukungan penuh.
"Bapak dan ibuk semuanya mendukung," ujarnya.
Bayu Saputra Mahadi Kusuma saat memberi pakan ayam petelur di kandang miliknya di Dusun Sumber, Desa Ngadirejan, Kecamatan Pringkuku, Pacitan, Minggu, 7 Desember 2025. (Foto: Al Ahmadi/Ketik)
Modal pertamanya, ia kumpulkan dari tabungan pribadi. Dengan uang itu, ia membeli 100 bibit ayam seharga 12 ribu rupiah per ekor, sisanya digunakan untuk membangun kandang, membeli pakan, serta perlengkapan lain.
Sebelum memulai, pria lulusan STKIP PGRI Pacitan jurusan matematika itu juga sempat belajar kepada saudaranya di Kota Blitar.
“Saya belajar ke saudara di Blitar, karena saya juga asli sana. Rata-rata orang Blitar bisnis ternak ayam petelur,” ucapnya.
Kini, usahanya berkembang pesat. Jumlah ayam yang ia kelola mencapai 500 ekor produktif, sementara total keseluruhan termasuk anakan lebih dari 1.000 ekor.
“Total ayam sebenarnya 1000 lebih, cuman sebagian masih kecil dan belum bisa produksi telur, perkiraan bulan Mei 2026 sudah besar semua dan sudah genap ada sekitar 1000 ekor,” jelas Bayu.
Dari 500 ayam produktif, Bayu mampu menghasilkan 24 kilogram telur per hari.
Dengan harga jual 26 ribu rupiah per kilogram untuk konsumen umum, omzet hariannya berkisar 672 ribu rupiah.
Dalam sebulan, omzetnya berada pada rentang 14 hingga 16 juta rupiah, termasuk penjualan ke reseller.
"Omzet belum menghitung, cuman kalau untung bersih 500 ekor antara 6 juta sampai 7 juta perbulan," terangnya.
Untuk kebutuhan pakan, Bayu mengeluarkan biaya sekitar 350 ribu rupiah per hari.
Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari, ditambah penggunaan vitamin saat musim dingin serta lampu pemanas pada masa pembibitan.
Telur yang cangkangnya tipis atau kotor ia sortir agar kualitas tetap terjaga.
“Yang tidak layak jual biasanya untuk konsumsi keluarga,” katanya.
Pemasaran dilakukan melalui toko miliknya sendiri, berbagai warung, pasar tradisional, reseller, hingga pesanan lewat WhatsApp.
Strateginya adalah menjaga kualitas agar pembeli tetap percaya.
Meski sukses membangun usaha dari nol tanpa pinjaman perbankan, Bayu mengaku beternak ayam bukanlah cita-cita utamanya.
“Sebenarnya cita-cita saya dari awal jadi pegawai negeri sipil. Tapi tidak apa-apa, semuanya saat ini berusaha saya raih,” tuturnya.
Kepada sesama anak muda, Bayu mengajak agar tidak takut memulai dalam membuka usaha.
“Coba saja, mulai dari yang kecil. Pahami dulu setiap detail usaha yang akan kamu pilih. Jangan malas dan jangan gengsi,” pesannya.(*)
