KETIK, PALEMBANG – Penanganan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp38 miliar yang menyeret nama mantan Rektor Universitas Bina Darma (UBD) Palembang, Sunda Ariana, bersama mantan Direktur Keuangan Yetty Karatu, resmi memasuki fase krusial, Senin 22 Desember 2025.
Perkara yang ditangani Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Ditipideksus) Bareskrim Polri itu kini telah dilimpahkan tahap satu (berkas perkara) ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) untuk diteliti oleh jaksa penuntut umum.
Informasi tersebut menandai babak baru dalam pusaran kasus yang diduga melibatkan aliran dana fantastis hasil kejahatan penggelapan dalam jabatan.
Dalam perkara ini, Sunda Ariana dan Yetty Karatu disangkakan melakukan pencucian uang yang diduga bersumber dari tindak pidana penggelapan dalam jabatan di lingkungan Yayasan Universitas Bina Darma.
Menariknya, perkara penggelapan sebagai tindak pidana asal (predicate crime) sebelumnya menjerat dua pengurus yayasan, Linda Unsriana dan Fery Corly, yang sempat disidangkan namun kemudian mengalami penangguhan proses oleh majelis hakim.
Meski demikian, laporan terpisah terkait dugaan TPPU tetap berjalan, hingga akhirnya berkas penyidikan dinyatakan lengkap secara formil untuk diteliti jaksa.
Penasihat hukum pelapor, M. Novel Suwa mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima konfirmasi resmi dari Mabes Polri.
“Benar, kami mendapat informasi dari Mabes Polri bahwa berkas perkara laporan klien kami telah dilimpahkan tahap satu ke Kejati Sumsel sejak Senin pekan lalu,” ujar Novel.
Kasus ini sendiri dilaporkan oleh mantan pengurus Yayasan Universitas Bina Darma, Suheriatmono, yang menilai terdapat dugaan penyamaran dan pengalihan dana dalam jumlah besar.
Di sisi lain, penasihat hukum tersangka, Reinhard Richard A. Wattimena, tidak menampik adanya pelimpahan berkas. Namun, ia menilai proses hukum tersebut janggal.
“Kami menghormati proses hukum, tetapi kami melihat perkara ini seperti dipaksakan, karena perkara pokoknya saja telah ditangguhkan oleh majelis hakim,” tegas Reinhard.
Bahkan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Kapolri dan Wassidik Polri, meminta perlindungan hukum sekaligus mendorong dilakukannya gelar perkara khusus.
“Kami meminta gelar perkara khusus untuk memastikan penanganan perkara ini objektif dan tidak tendensius,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari membenarkan bahwa kejaksaan telah menerima berkas perkara tersebut.
“Berdasarkan informasi dari Bidang Pidana Umum, berkas perkara telah diterima Kejaksaan pada 17 Desember 2025. Setelah dilakukan penelitian, jaksa peneliti menerbitkan P-18 pada 19 Desember 2025,” jelas Vanny, Senin 22 Desember 2025.
Penerbitan P-18 menandakan jaksa masih meneliti kelengkapan formil dan materil berkas sebelum menentukan langkah lanjutan, apakah dilengkapi kembali oleh penyidik atau dilanjutkan ke tahap berikutnya.
Kasus ini menjadi perhatian luas karena menyangkut institusi pendidikan tinggi ternama, nilai kerugian yang fantastis, serta dinamika hukum antara perkara pokok dan TPPU yang berjalan paralel.(*)
