KETIK, TUBAN – Dugaan salah tangkap disertai dengan penganiayaan berat dilakukan sejumlah anggota kepolisian di Polres Tuban terhadap korban Muhammad Rifai alias Radit, 31 tahun asal Desa Sidorejo, Kenduruan, Kabupaten Tuban.
Korban yang bekerja sebagai buruh tukang las mengakui menjadi korban salah tangkap dilakukan sejumlah polisi. Radit dituduh terlibat mencuri buah semangka di wilayah kecamatan Bangilan. Namun, belakangan tudingan tidak terbukti dan tidak pernah dilakukan korban.
Kasus salah tangkap disertai penyiksaan kini oleh Radit bersama bapaknya, Muhari dilaporkan ke Propam Polda Jatim.
Radit menceritakan pada Minggu 5 Oktober 2025 silam pukul 22.00 - 23.00 WIB, tiba-tiba dirinya dijemput sekelompok polisi berpakaian preman mengendarai dua mobil. Masuk ke tempat tinggalnya.
"Orang-orang itu mengaku dari Polres Tuban," terangnya
Tanpa basa -basi saat penjemputan, orang-orang ini menggelandangnya masuk ke dalam mobil. Lalu, ia dibawa ke Polsek Kenduruan.
Di mapolsek Radit mengaku mendapatkan tindakan penganiayaan fisik, tubuhnya dipukul menggunakan kayu rotan, sementara kakinya dihantam batu agar ia mengaku mencuri semangka.
"Saya tetap membantah. Karena saya tidak mau mengakui perbuatan yang tidak pernah saya lakukan," imbuhnya
Kemudian, malam itu polisi juga membawanya menuju Polsek Bangilan, untuk menginterogasi Radit, dengan cara kasar dipukul, disiram air dengan kepala dibungkus kain.
"Di sini (Polsek Bangilan) kembali dapat perlakuan kasar, dipukul, disiram air, kepala dibungkus kain, kesulitan bernapas dan hampir pingsan," cerita Radit.
Karena terus mendapatkan penyiksaan fisik dan korban merasa kesakitan akhirnya Radit terpaksa mengakui perbuatan yang tak pernah ia lakukan kepada polisi yang saat itu menangkapnya.
"Karena kesakitan dan tidak tahu harus bagaimana, saya akhirnya bilang iya,” lanjutnya
Dalam kondisi lemah, Radit kemudian dibawa ke Polres Tuban dan dipaksa menandatangani sejumlah dokumen tanpa mengetahui isinya. “Saya takut, jadi saya tanda tangan saja,” tuturnya.
Selanjutnya, kondisi Radit mulai memburuk hingga dilarikan ke RS Koesma yang berada tepat di depan Mapolres Tuban, selama tiga hari korban dirawat dengan luka di punggung, kaki, tangan, perut dan wajah.
"Paska keluar dari rumah sakit, saya dipindahkan ke Markas Jatanras Polres Tuban. Sehari berada di sana, kondisi tubuh kembali drop hingga harus diinfus selama 24 jam," jelas Radit kepada awak media, 27 November 2025
Kemudian pada tanggal 25 Oktober 2025, keluarga diminta menjemput Radit. Ia pulang dalam keadaan masih trauma dan penuh luka. Melihat kondisi anaknya penuh luka, Muhari, ayah Radit malaporkan kasus itu ke Polda Jatim pada 4 November 2025.
Sejak laporan berjalan, keluarga Radit mengaku beberapa kali didatangi polisi mencoba memediasi dan menawarkan penyelesaian damai. Bahkan anggota Jatanras Polres Tuban disebut sempat berjaga hingga pagi di rumah keluarga.
“Luka anak saya tidak bisa hilang. Saya tetap minta diproses hukum,” jelad Muhari menegaskan tidak akan mencabut laporan serta berharap rasa keadilan pada Polda Jatim.
Terpisah, Kepala Desa Sidorejo, Parwandi, membenarkan menerima laporan dari keluarga Radit. Ia menyebut Muhari menunjukkan foto-foto luka dialami korban.
Meski mengaku tetap berupaya mencari jalan tengah agar masalah tidak berlarut-larut, Muhari tetap bersikukuh menempuh jalur hukum.
Sementara, kapolsek Kenduruan, AKP Teguh Triyo Handoko, saat dikonfirmasi pada 27 November 2025 membenarkan bahwa ada warga yang dibawa ke kantornya. Namun ia mengaku tidak berada di lokasi saat peristiwa dugaan penganiayaan yang terjadi di kantornya.
“Benar kemarin dibawa ke Polsek, habis itu dibawa ke polres, Lebih lengkapnya langsung ke Polres saja,” terang AKP Teguh.
Hingga berita ini diturunkan, Satreskrim polres Tuban belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan salah tangkap dan penganiayaan tersebut. Kini, kasus ini menunggu langkah lanjutan dari Polda Jatim.(*)
