KETIK, SURABAYA – Tim ahli cagar budaya provinsi dan kota mulai melakukan perlindungan Gedung Negara Grahadi di Jalan Gubernur Suryo Surabaya, yang terbakar Sabtu 30 Agustus 2025, malam.
Gedung cagar budaya bagian barat ini dilempari molotov oleh kelompok tak dikenal saat aksi demonstrasi.
Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya, Retno Hastianti mengatakan bahwa proses perlindungan saat ini tengah dilakukan.
"Setelah upaya penyelamatan pasca kebakaran kemarin, kita melakukan perlindungan," kata Retno di Gedung Negara Grahadi, Senin 1 September 2025.
Saat ini tim sedang melakukan studi kajian laporan kepada Wali Kota Surabaya mengenai tingkat kerusakan cagar budaya.
"Kalau sampai atapnya hancur, itu tentu kerusakan mayor, karena kita melihat atap itu kan di bangunan kolonial merupakan bagian paling utama, jadi tipologinya ada di sana," ujar Retno.
Kompleks Gedung Negara Grahadi sebagai aktivitas kepala daerah atau Gubernur Jatim ini terdiri dari tiga bangunan atau Letter U. Bagian timur, bagian tengah, dan bagian barat.
Bagian tengah merupakan bangunan pertama yang mendapatkan stempel cagar budaya. Sementara, bagian barat yang merupakan ruang kerja Wakil Gubernur dan Biro Umum, adalah gedung penunjang.
"Ini karena menyatu ya, tetap yang cagar budaya nantinya ada yang utama dan penunjang," tandasnya.
Tim ahli cagar budaya mengajukan penilaian secara keseluruhan. Hasil kajian mengajukan bahwa seluruh area Grahadi adalah cagar budaya dengan kategori cagar budaya skala provinsi berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010.
"Hanya kemudian yang utama memang di sini (tengah, red), karena disesuaikan dengan kesejarahan baru kemudian samping-sampingnya," ucap Retno.
Tampak Gedung Negara Grahadi bagian barat hancur. Atap roboh, hanya tersisa tembok dan pilar yang masih berdiri kokoh. Kusen pintu maupun kusen jendela hangus.
Kata Retno, akan ada studi lanjutan mengenai perubahan bangunan apabila diperlukan.
"Nanti harus ada studi atau kajian terkait kecagarbudayaan, terkait nilai penting bangunan," jelasnya.
Apabila ditemukan nilai penting atau nilai bersejarah bangunan pada bagian atap misalnya, maka tim ahli sejarah dan arkeolog akan memutuskan perubahan maupun perbaikan.
"Kalau hari ini kita masuk pada perlindungan ya supaya tidak lebih rusak lagi, kalau saat kobong kemarin penyelamatan. Ada bagian yang kita bisa kategorikan serpihan yang mungkin bisa kita selamatkan," ujar Retno yang masuk sebagai tim arsitek Cangar Budaya.
Perlindungan pun tidak sembarangan, tim ahli cagar budaya sudah mengantongi assessment untuk menentukan bagian paling rawan yang harus dilindungi. Terkait jangka waktu, Retno belum bisa memastikan.
"Karena kita harus koordinasi dulu karena nanti harus melaporkan ke BPK Trowulan Mojokerto, kita harap bisa dipercepat karena nanti kita juga berkejaran dengan cuaca maupun kerusakan yang lain," katanya.
Tim ahli cagar budaya provinsi maupun kota juga melibatkan Disbudporapar Surabaya dan Disbudpar Jatim, serta Dinas PU Cipta Karya.(*)