KETIK, SURABAYA – Pasangan suami istri (pasutri) Handy Soenaryo dan Jan Hwa Diana kembali menjalani sidang kasus dugaan perusakan dua mobil yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Senin, 25 Agustus 2025. Sidang yang beragendakan pemeriksaan terdakwa ini menjadi sorotan karena Diana hadir dengan dandanan yang dianggap para pengunjung, cukup mencolok.
Dalam persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Safrudcin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Muzakki mengajukan sejumlah pertanyaan kepada terdakwa. Diana menjelaskan kasus bermula ketika saksi Paul dan Yanto datang ke rumahnya untuk mengambil barang. Namun, upaya itu ia halangi hingga memicu cekcok. Diana mengaku, suaminya Handy sempat membawa gerinda untuk menakut-nakuti.
“Barang yang mau diambil itu tabung oksigen dan satu kotak peralatan,” kata Diana di ruang sidang.
Ketika ditanya soal alasan dirinya mencopot ban dan peleng mobil sedan maupun pikap, Diana menyebut hal itu dilakukan agar mobil tidak bisa dibawa pergi.
“Saya minta mereka telepon Polsek Dukuh Pakis, tapi mereka menolak. Akhirnya ban dan peleng saya lepas supaya tidak kabur. Ban dan peleng itu saya bawa ke rumah, dan mobilnya tetap di tempat. Setelah itu saya derek dengan memasang kembali ban,” ujarnya.
Namun, Diana membantah telah melakukan perusakan. “Saya tidak merasa merusak, saya hanya menahan. Tapi saya menyesal karena tidak tahu aturan hukumnya,” katanya.
Upaya Perdamaian Buntu
Ketua Majelis Hakim juga menyinggung mengenai upaya perdamaian. Diana menyebut dirinya sudah berusaha sejak tahap penyidikan di kepolisian, tetapi tidak ada kesepakatan karena permintaan korban dianggap berlebihan.
Penasehat hukum terdakwa, Elok Kadja, menegaskan bahwa pihaknya bersedia mengganti kerusakan mobil dengan membawanya ke bengkel resmi. Namun, korban Hironimus Tuqu (Nimus) meminta tambahan perbaikan berupa pengecatan ulang.
Nimus yang hadir langsung di ruang sidang, diberi kesempatan memberikan keterangan. “Dari awal saya menuntut Rp150 juta. Tapi sekarang saya hanya minta ganti rugi Rp50 juta,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Berdasarkan dakwaan jaksa, kasus ini berawal dari pembatalan proyek kanopi motorized retractable roof yang dipesan Handy kepada saksi Paul Stephanus pada 8 Agustus 2023. Saat progres pengerjaan mencapai 75 persen, proyek dibatalkan sepihak oleh Handy pada 29 Oktober 2024.
Handy kemudian menuntut pengembalian uang muka senilai Rp205.975.000. Karena tidak ada titik temu, keributan terjadi pada 23 November 2024 di Perumahan Pradah Permai, Dukuh Pakis, Surabaya. Peristiwa itu berujung pada perusakan dua mobil, yakni pick-up Daihatsu Grandmax W-8414-NC milik Hironimus Tuqu dan sedan Mazda W-1349-WO milik Yanto.
Dalam dakwaan disebutkan, atas perintah Diana, Handy menggunakan dongkrak, kunci roda, hingga gerinda untuk merusak ban dan roda kendaraan. Akibatnya, kedua mobil mengalami kerusakan berat dan tidak bisa digunakan.
Jaksa mendakwa pasutri ini melanggar Pasal 170 ayat (1) KUHP tentang pengerusakan secara bersama-sama. (*)