Sepenggal Sejarah Perlawanan Rakyat terhadap Pendudukan Jepang di Sinabang

11 Agustus 2025 21:06 11 Agt 2025 21:06

Thumbnail Sepenggal Sejarah Perlawanan Rakyat terhadap Pendudukan Jepang di Sinabang
Oleh: Ramadhan Dandi*

Kependudukan Jepang di Sinabang dimulai pada bulan April 1942, ketika tentara Jepang masuk dari Trumon, Aceh Selatan, menuju Sinabang di bawah pimpinan Letnan Hego dari pemerintahan militer angkatan darat Jepang atau Tentara 25 Tomi Shudan di Sumatera (Bukit Tinggi).

Kedatangan tentara Jepang ke Sinabang awalnya dianggap sebagai tindakan penyelamat namun Propaganda Jepang yang mengklaim sebagai "saudara tua" dan pelindung Asia mengundang simpati dari rakyat Sinabang. 

Rakyat Simeulue saat itu berharap, kehadiran Jepang dapat membebaskan mereka dari belenggu penjajahan Belanda.

Namun, situasi berubah drastis setelah kedatangan tentara Nippon dari kesatuan Tentara 25 Tomi Shudan Sumatera. Kehadiran mereka mengubah struktur sosial masyarakat Sinabang secara signifikan. Jepang mulai bertindak sewenang-wenang, yang menyebabkan rakyat Sinabang kehilangan kepercayaan terhadap mereka. 

Kehadiran Jepang justru dilihat sebagai upaya untuk memperluas invasi kekuasaan mereka melalui militer dan mendirikan pangkalan militer di Sinabang sebagai bagian dari strategi mereka dalam Perang Asia Timur Raya.

Selain membentuk pangkalan militer, tentara Nippon juga memaksa rakyat untuk tunduk ke arah timur (ritual Seikere) sebagai bentuk penghormatan kepada dewa matahari (Ansuman) yang disembah oleh orang Jepang. 

Ritual ini sangat bertentangan dengan keyakinan mayoritas masyarakat Sinabang yang memeluk agama Islam. Mereka melihat tindakan Jepang ini sebagai upaya untuk mengubah kiblat umat Islam ke arah timur.

Ketidakpuasan rakyat Sinabang terhadap Jepang semakin meningkat. Mereka mulai menolak semua bentuk kegiatan Jepang di Sinabang. Para staf pegawai yang bekerja untuk Jepang mulai memperlambat pekerjaan mereka dan tidak lagi mematuhi perintah Jepang. 

Para pemuka agama juga protes keras terhadap ritual Seikere yang dianggap bertentangan dengan akidah masyarakat Sinabang. Selanjutnya, Pada bulan Agustus 1945, tentara Jepang secara keseluruhan meninggalkan Sinabang dengan alasan akan berkumpul di Saigon. 

Mereka tidak memberitahu rakyat Sinabang bahwa Jepang telah kalah dalam Perang Asia Timur Raya setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 Agustus 1945. 

Kemudian, Pada tanggal 28 Agustus, radio Tapaktuan mengumumkan bahwa Jepang telah mengalami kekalahan dan resmi meninggalkan seluruh wilayah pendudukannya di Indonesia, termasuk Sinabang.

Berita Kemerdekaan Indonesia sampai di Sinabang pada tanggal 25 September 1945, lebih dari sebulan setelah proklamasi pada 17 Agustus 1945. 

Letnan Nasir di Tapaktuan mengirim berita kemerdekaan dan teks proklamasi menggunakan biduk pincalang, perahu layar (lenggang Mangat), hingga sampai ke pelabuhan lama Sinabang.

Pada tanggal 29 September 1945, Abdul Wahab dan R. Sunarto, petugas radio, membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia di hadapan masyarakat Sinabang. 

Mereka juga mengibarkan Bendera Merah Putih, Bendera Pusaka, oleh Sultan Ruswin dan Aminul Bin Ilyas Badu Amu di Jalan Perdagangan, tepatnya di depan kantin Jepang di Sinabang, Deretan Pusako Lama atau yang dikenal dengan nama Pasa Gadang.

*) Ramadhan Dandi, S.Pd, Gr merupakan Guru Sejarah Smantiga Sinabang

**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis

***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id

****) Ketentuan pengiriman naskah opini:

  • Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
  • Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
  • Panjang naskah maksimal 800 kata
  • Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
  • Hak muat redaksi.(*)

Tombol Google News

Tags:

sejarah Jepang Simeulue