Pers Kebangsaan di Tengah Bangsa yang Sedang Tidak Baik-baik Saja

13 September 2025 10:14 13 Sep 2025 10:14

Thumbnail Pers Kebangsaan di Tengah Bangsa yang Sedang Tidak Baik-baik Saja
Oleh: Iwa Ahmad Sugriwa

Pers Kebangsaan atau Jurnalisme Kebangsaan adalah jurnalisme yang lebih mengedepankan kepentingan bangsa di atas segala-galanya, ketimbang pemberitaan yang berpotensi memicu emosi,kemarahan atau bahkan memicu konflik massa.

Di tengah kondisi bangsa kita yang sedang tidak baik-baik saja, juga di era media sosial di mana bisa bertebaran informasi menyesatkan maupun hoax apa saja, jurnalisme kebangsaan harus lebih dikedepankan. 

Jurnalisme yang harus memiliki senses of crisis atau kepekaan sosial, dengan pemberitaan yang lebih mengutamakan kondusivitas bangsa, keamanan dan kenyamanan.

Pemberitaan yang diperkirakan dapat memicu atau menyulut emosi masyarakat, entah dengan narasumber pihak mana pun itu, sebaiknya dikesampingkan dahulu atau ditunda pemberitaannya sampai situasi dan kondisi bisa dinilai kondusif atau emosi rakyat mereda. 

Media sosial bisa saja mengutip informasi atau berita dari media massa, tapi kemudian berita tersebut berpotensi dipelintir sehingga bisa memicu emosi massa atau kemarahan rakyat.

Pers Berwawasan Kebangsaan atau biar singkat kita sebut Pers Kebangsaan atau Jurnalisme Kebangsaan sebenarnya bukan istilah baru. Sejak 2007 lalu, Ketua Dewan Pers periode 2006-2009 Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA, sudah menulis opininya tentang Pers Membangun Wawasan Kebangsaan. 

"Pers profesional dengan sendirinya akan menempatkan kepentingan bangsa dalam memberitakan tentang konflik. Dalam hal ini lebih mengajak masyarakat tetap waspada dan mencegah agar konflik tidak meluas," demikian pendapat Ichlasul Amal.

Kebebasan pers tidak sepatutnya dipertentangkan dengan wawasan kebangsaan, misalnya kebebasan pers harus dikorbankan jika bangsa sedang mengalami “persoalan”. 

"Karena justru ketika bangsa menghadapi masalah, kebebasan pers musti dijaga, sebagai salah satu sarana mendialogkan permasalahan bangsa itu," imbuh Amal. 

Hal ini agar segenap bangsa, masyarakat, dapat terlibat dalam dialog upaya mencari solusi --antara lain melalui pers yang bebas-- dan mencegah agar urusan bangsa tidak cuma ditangani atau dimonopoli segelintir orang, kelompok, atau elite kekuasaan.

Kekhawatiran sebagian kalangan terhadap cara pers memberitakan konflik, yang sempat mendera sejumlah wilayah di Indonesia, seolah semakin menegaskan pentingnya pers memiliki “wawasan kebangsaan”.  

Kekhawatiran ini dapat dicegah, dengan jurnalisme kebangsaan di mana pemberitaan yang berpotensi memicu konflik atau emosi massa sebaiknya dikesampingkan.

Pemberitaan mengenai tunjangan yang didapat pimpinan dan anggota dewan dari negara misalnya seperti tunjangan rumah untuk pimpinan dewan, baik tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, alangkah eloknya diredam dulu. 

Sebab bangsa ini baru saja sedikit mereda dari amuk massa akibat munculnya pemberitaan isu kenaikan tunjangan anggota DPR RI lantas beberapa anggota DPR berjoget-joget kegirangan. 

Padahal kalau dilihat secara obyektif, anggota dewan juga sama. Meski difaslitasi negara dengan gaji dan tunjangan yang cukup mewah, namun pada kenyataaanya penghasilan ereka juga dipotong pajak progresif dan pajak-pajak lainnya. Belum lagi dipotong partai politik yang menjadi perahunya dan kebutuhan pembiayaan untuk konstituen.

Pers Kebangsaan ini juga disuarakan mantan Ketua Umum PWI Pusat Hendri Ch Bangun di setiap forum atau sekolah-sekolah jurnalistik. 

Pers Kebangsaan juga bisa diterapkan di saat negara kita berhadapan dengan pemberitaan negatif dari pers mancanegara maupun lembaga asing. Pers yang berwawasan kebangsaan, mengandung semangat nasionalisme dan kebanggaan sebagai warga negara Indonesia.

Dengan nasionalisme, pers kita bisa menunjukan loyalitas kita kepada bangsa saat diserang pihak asing dan bahkan bisa mengancam disintegrasi bangsa.

Menurut Hendry Ch Bangun, pers berwawasan kebangsaan itu intinya adalah pers yang mempertimbangkan kepentingan bangsa dalam menjalankan tugas jurnalistik. Kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya.

Misalnya, ketika menerima press release dari Green Peace bahwa food estate di Gunung Mas, Kalteng, itu gagal, merusak lingkungan, terjadi korupsi dalam penunjukan kontraktor. Di sini bagaimana kita melengkapinya agar berita minimal sesuai Kode Etik Jurnalistik—tidak sekadar meneruskan teriakan lembaga asing yang didukung pengusaha, perusahaan yang anti Indonesia.

Ya kita boleh menyebut gagal, korup, tetapi berikutnya di balik kegagalan, sudah ada jutaan hektar lahan siap tanam, yang dua-tiga tahun ke depan mengurangi impor pangan dan membuat ketahanan pangan bangsa Indonesia membaik. Sebab bisa jadi kasusnya adalah Indonesia vs Importir (dan kaki tangannya).

***

Pers di Indonesia dalam sejarah sering disebut berperan penting dalam menyebarluaskan gagasan kebangsaan Indonesia dan memperjuangkan kemerdekaan. Segera setelah proklamasi kemerdekaan, pers kembali berperan menyuarakan semangat kemerdekaan dan mengajak segenap bangsa untuk mengisi kemerdekaan itu.

Era kini pers masih harus turut memperjuangkan pembangunan untuk melepaskan rakyat dari kemiskinan, ketidakadilan, dan keterbelakangan. Pergulatan untuk mewujudkan Bangsa Indonesia yang lebih baik, lebih makmur, dan lebih sejahtera masih harus terus diperjuangkan.(*)

*) Iwa Ahmad Sugriwa, adalah Praktisi Pers, pengurus PWI Kabupaten Bandung
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
Panjang naskah maksimal 800 kata
Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
Hak muat redaksi.(*)

 

Tombol Google News

Tags:

Pers pers kebangsaan pers berwawasan kebangsaan jurnalisme kebangsaan jurnalisme