Praktisi Hukum Desak Polres Pemalang Bertindak: Sebut Kasus Seksual Anak Tak Perlu Aduan

16 Desember 2025 01:56 16 Des 2025 01:56

Thumbnail Praktisi Hukum Desak Polres Pemalang Bertindak: Sebut Kasus Seksual Anak Tak Perlu Aduan
Praktisi Hukum Imam Subiyanto Desak Polres Pemalang Bertindak Usut Tuntas Kekerasan Seksual terhadap anak (Foto: Imam for ketik.com)

KETIK, PEMALANG – Dugaan pembiaran penanganan perkara kejahatan seksual terhadap anak di Kabupaten Pemalang menuai kecaman keras dari praktisi hukum, Imam Subiyanto atau akrab disapa Imam SBY.‎

‎Aparat penegak hukum, khususnya penyidik Polres Pemalang, didesak untuk segera bertindak dan tidak berlindung di balik alasan orang tua korban tidak mau melapor.‎

‎Imam SBY menegaskan, sikap pasif penyidik sama artinya dengan membiarkan kejahatan seksual terhadap anak terus berulang dan melanggengkan impunitas pelaku.‎

‎“Kalau polisi menunggu orang tua korban, lalu siapa yang melindungi anak? Negara atau pelaku? Ini bukan kelalaian biasa, ini kegagalan negara,” kata Imam, Senin, 15 Desember 2025.

‎‎Menurutnya, hukum pidana Indonesia telah mengatur secara tegas bahwa kejahatan seksual terhadap anak bukan delik aduan. Artinya, proses hukum tidak bergantung pada laporan keluarga korban.

‎‎“KUHAP memberi kewenangan penuh kepada penyidik untuk bertindak. Jika penyidik tidak bergerak, itu bukan karena hukum lemah, melainkan keberanian yang hilang,” ujarnya.‎

‎Imam juga menyoroti alasan “keluarga tidak mau” yang kerap dijadikan dalih penghentian perkara. Ia menilai alasan tersebut tidak memiliki dasar hukum dan tidak boleh digunakan untuk SP3.‎

‎“Alasan itu non-hukum. Tidak boleh dijadikan tameng untuk menghentikan proses pidana,” tegasnya.

‎Lebih jauh, Imam mengecam keras praktik perdamaian, kompensasi uang, atau kesepakatan kekeluargaan dalam kasus pelecehan seksual terhadap anak. Menurutnya, praktik tersebut justru melahirkan kejahatan baru.

‎“Ini bukan damai, ini transaksi kejahatan. Anak dipaksa diam, pelaku membeli kebebasan,” katanya.‎

‎Ia mengingatkan, aparat yang membiarkan atau bahkan memfasilitasi perdamaian dalam perkara kekerasan seksual anak berpotensi melanggar etik dan hukum.

‎“Jika ini dibiarkan, yang bersalah bukan hanya pelaku, tetapi juga sistem hukum,” ujarnya.‎

‎Dalam pernyataan terbukanya, Imam mendesak Polres Pemalang untuk segera mengambil langkah konkret, di antaranya membuat Laporan Polisi Model A tanpa menunggu laporan keluarga korban, menghentikan praktik menunggu aduan dalam perkara anak, menolak restorative justice dan perdamaian, melibatkan Dinas Sosial serta P2TP2A, serta menyerahkan perkara ke jaksa untuk diproses lebih lanjut.‎

‎“Kalau alat bukti ada tetapi perkara dihentikan, itu bukan diskresi, itu penyimpangan,” tegasnya.‎

‎Imam juga menyatakan akan menempuh langkah pengawasan dan pelaporan jika penyidik tetap pasif.‎

‎“Kami tidak akan diam. Jika perkara dihentikan tanpa dasar hukum, pengaduan ke Wasidik, Propam, Kompolnas hingga pelaporan ke pusat akan ditempuh. Ini kewajiban moral,” katanya.‎

‎Ia menegaskan, kasus ini menjadi ujian integritas aparat penegak hukum. “Hukum tidak boleh tunduk pada tekanan sosial, rasa malu keluarga, apalagi uang. Jika polisi kalah, pesan yang sampai ke publik sangat berbahaya: pelaku bebas, korban bungkam,” pungkasnya.‎ (*)

Tombol Google News

Tags:

pemalang kejahatan seksual anak perlindungan anak Polres Pemalang Hukum Pidana Non Delik Aduan Penegakan hukum Imam Subiyanto