KETIK, SAMPANG – Polemik rencana kedatangan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Republik Indonesia, Prof Abdul Mu'ti, ke Kabupaten Sampang menjelang peringatan hari lahir (Harlah) Muhammadiyah menuai sorotan publik.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang dikabarkan tidak memberikan izin penggunaan fasilitas Pendopo Trunojoyo yang semula direncanakan menjadi lokasi kegiatan tersebut.
Pemkab Sampang disebut tidak mengizinkan penggunaan Pendopo Trunojoyo untuk kegiatan Harlah Muhammadiyah yang diselenggarakan berlangsung pada Selasa, 16 Desember 2025.
Informasi yang diperoleh awak media menyebutkan, larangan tersebut didasarkan pada alasan teknis berupa rencana perbaikan dan sistem perawatan kelistrikan di lingkungan pendopo.
Hal itu sebagaimana tertuang dalam Surat Pemberitahuan Pemkab Sampang Nomor 400.14.4.3/60/434.031/2025 tertanggal 15 2025, yang menyatakan bahwa pendopo tidak dapat digunakan sementara waktu karena adanya kegiatan pemeliharaan fasilitas.
Menyanggapi polemik tersebut, Ketua Laskar Hubbul Wathon (LHW) Sampang, Hasan Basri, menilai persoalan ini tidak bisa dilepaskan dari cara sebagian pihak membingkai kehadiran Mendikdasmen di Sampang.
Menurutnya, kedatangan seorang menteri seharusnya lebih menonjolkan agenda dan program resmi kementerian, bukan dikaitkan secara berlebihan dengan kepentingan organisasi tertentu.
"Jika seorang menteri datang ke daerah, yang seharusnya dikedepankan adalah program kementerian untuk masyarakat Sampang, bukan kepentingan organisasi. Framing seperti ini wajar jika menimbulkan ketersinggungan dari pemerintah daerah," ujarnya. Senin, 15 Desember 2025.
Ia menegaskan, Pemkab Sampang berada pada posisi yang tepat ketika mengambil langkah tegas, termasuk tidak mengizinkan penggunaan pendopo yang merupakan aset pemerintah daerah.
Terlebih lagi, menurutnya, tidak ada komunikasi maupun koordinasi resmi dari pihak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah kepada Pemkab Sampang terkait agenda tersebut.
“Tidak ada komunikasi resmi dari staf kementerian kepada Pemkab. Padahal pendopo adalah aset pemerintah daerah. Jadi wajar jika Pemkab merasa dilewati dan kemudian mengambil sikap tegas,” tambahnya.
Pria yang akrab disapa Gus Ibas itu menilai situasi tersebut dapat dianggap sebagai upaya memanfaatkan eksistensi kementerian dan simbol negara untuk kepentingan kelompok tertentu di daerah.
Kondisi ini, lanjut dia, berpotensi mengganggu stabilitas dan kondusivitas sosial di Kabupaten Sampang.
“Ini bisa dibaca sebagai upaya memperalat simbol negara dan kementerian. Pemerintah daerah tentu tidak bisa membiarkan hal seperti ini,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa Pemkab Sampang mempunyai tanggung jawab untuk menjaga keamanan, netralitas negara, serta memastikan setiap kegiatan berskala nasional berjalan sesuai mekanisme pemerintahan, bukan untuk kepentingan satu kelompok tertentu. (*)
