KETIK, PEMALANG – Pemakaian logo resmi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pemalang oleh sebuah paguyuban masyarakat di Kecamatan Comal menuai sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum. Tindakan tersebut dinilai berpotensi menimbulkan persoalan hukum serius.
Penggunaan simbol resmi daerah oleh organisasi nonpemerintah dianggap tidak sesuai ketentuan perundang-undangan. Selain melanggar aturan administrasi, tindakan itu dikhawatirkan menyesatkan masyarakat karena menciptakan kesan seolah-olah paguyuban tersebut merupakan bagian dari struktur pemerintahan daerah.
Praktisi hukum sekaligus akademisi, Imam Subiyanto, menegaskan bahwa logo pemerintah daerah merupakan identitas resmi negara yang penggunaannya tidak dapat dilakukan sembarangan tanpa dasar hukum yang sah.
“Penggunaan Logo Kabupaten Pemalang oleh paguyuban masyarakat tanpa keputusan resmi kepala daerah merupakan tindakan melawan hukum. Ini bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi bentuk penyalahgunaan simbol negara yang berpotensi menimbulkan kekacauan kewenangan,” tegas Imam Subiyanto, Senin, 29 Desember 2025.
Menurut Imam, logo pemerintah daerah hanya boleh digunakan oleh perangkat daerah, lembaga resmi, atau kegiatan yang secara tegas memperoleh izin tertulis dari Bupati atau pejabat berwenang.
Penggunaan logo tersebut dalam surat paguyuban dinilai dapat menciptakan ilusi legalitas, seolah-olah organisasi tersebut berada di bawah naungan atau mendapat mandat langsung dari Pemkab Pemalang.
“Ini berbahaya karena publik bisa salah paham dan mengira paguyuban tersebut merupakan lembaga resmi atau semi-pemerintah. Padahal secara hukum, paguyuban adalah entitas privat,” ujarnya.
Imam menambahkan, praktik tersebut bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB), khususnya asas kepastian hukum, keterbukaan, dan kecermatan. Selain itu, penggunaan logo daerah tanpa izin berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta peraturan Menteri Dalam Negeri terkait penggunaan lambang dan logo daerah.
“Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk. Hari ini paguyuban, besok kelompok lain bisa saja menggunakan logo Pemkab untuk legitimasi kepentingan tertentu,” katanya.
Atas kondisi tersebut, Imam mendesak Pemkab Pemalang untuk bersikap tegas dengan melakukan klarifikasi resmi kepada publik, memberikan teguran tertulis, hingga menarik seluruh dokumen yang memuat logo daerah secara tidak sah.
“Pemkab harus hadir dan tidak boleh diam. Pembiaran sama saja dengan melegitimasi pelanggaran hukum,” tandasnya.
Ia juga mengingatkan pihak kelurahan, Muspika, maupun instansi terkait agar tidak memberikan stempel atau tanda tangan pada dokumen yang secara formil melanggar aturan penggunaan simbol daerah.
Kasus ini mencuat setelah diketahui adanya paguyuban masyarakat bernama Serkle yang bergerak di bidang jasa pengaturan lalu lintas dan membantu penyeberangan orang serta kendaraan di jalur Pantura wilayah Kecamatan Comal.
Paguyuban Serkle diketahui dibentuk pada Agustus 2025 dan diketuai oleh Denwi Leres, dengan jumlah anggota sekitar sembilan orang.
Berdasarkan penelusuran, dalam kop surat terkait pemberitahuan dan permohonan izin pembentukan paguyuban, tampak jelas logo dan tulisan Pemerintah Kabupaten Pemalang disandingkan dengan nama Paguyuban Serkle.
Surat tersebut juga diketahui oleh Lurah Purwoharjo dan Muspika Comal. Namun, Lurah Purwoharjo, Sigit Dwi Pamungkas, mengaku tidak mengetahui keberadaan sekretariat paguyuban tersebut.
Lurah Purwoharjo, Sigit Dwi Pamungkas, ketika diminta keterangan keberadaan sekretariat Paguyuban Serkle, Senin, 29 Desember 2025 (Foto: Slamet/Ketik.com)
“Saya tidak tahu keberadaan sekretariatnya, karena saat minta izin datangnya hanya surat yang sudah ditandatangani dan distempel dari pihak Kecamatan Comal, dan saya hanya mengetahuinya,” ujarnya.
Terkait penggunaan logo Pemkab Pemalang, Sigit mengakui tidak melakukan pengecekan secara mendalam terhadap kop surat tersebut.
Sementara itu, Kapolsek Comal AKP Iman Santoso menegaskan bahwa tanda tangan yang tercantum dalam dokumen tersebut bukan miliknya.
“Bukan saya itu. Tanda tangan beda,” tegas Kapolsek, seraya menyatakan akan menelusuri asal-usul stempel serta pihak yang membubuhkan tanda tangan tersebut.
Untuk menjaga prinsip keberimbangan, awak media telah berupaya mengonfirmasi Ketua Paguyuban Serkle, Denwi Leres, di kediamannya di Dusun Prompong, Desa Kauman. Namun, hingga saat ini upaya tersebut belum membuahkan hasil karena yang bersangkutan tidak berada di tempat.
Sampai berita ini diturunkan, Ketua Paguyuban Serkle belum memberikan keterangan resmi terkait penggunaan logo Pemkab Pemalang maupun keabsahan tanda tangan dari pihak Polsek Comal.
Kasus ini dinilai menjadi peringatan serius bagi Pemerintah Kabupaten Pemalang untuk memperketat pengawasan administrasi terhadap organisasi masyarakat agar tidak terjadi klaim legitimasi negara secara sepihak.
“Negara tidak boleh kalah oleh praktik-praktik serampangan. Logo daerah adalah marwah pemerintahan,” pungkas Imam Subiyanto. (*)
