KETIK, BLITAR – Penetapan M. Yusi Abdhian sebagai Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Kalimantan Tengah kembali memantik kritik keras.
Akademisi Universitas KH. Abdul Chalim yang juga pengamat kebijakan publik, Eva Wijayanti, SHI., M.Pd., CHt., CH., menegaskan bahwa proses pengangkatan tersebut tidak sejalan dengan regulasi ASN dan bahkan menggunakan dasar hukum yang keliru.
Dalam keterangannya, Eva menyoroti kewajiban dasar seluruh ASN Kemenag yang secara eksplisit diwajibkan mengikuti dan lulus asesmen kompetensi sebelum menduduki jabatan tinggi pratama (JPT).
“Ada aturan yang sangat jelas. Semua ASN wajib lulus asesmen sebelum naik jabatan, apalagi ke level eselon II. Faktanya, Yusi baru ikut asesmen eselon IV pada 9 November 2025. Artinya ia belum memenuhi syarat kompetensi JPT Pratama,” ujar Eva, Jumat Jumat, 22 November 2025.
Eva juga menanggapi pernyataan Kepala Biro SDM Kemenag RI, Dr. H Wawan Djunaedi MA, yang mengatakan bahwa proses pengisian jabatan cukup dilakukan dengan wawancara, mengacu pada Pasal 10 ayat (2) huruf c PermenPAN-RB Nomor 15 Tahun 2024 tentang seleksi jabatan tinggi.
Menurut Eva, tafsir tersebut tidak tepat.
“Wawancara itu tahap paling akhir. Sebelum wawancara, ada analisis kebutuhan jabatan dan uji kompetensi. Tidak bisa dipotong begitu saja lalu langsung melompat ke wawancara,” tegasnya.
Ia menyebut pernyataan itu lebih terlihat sebagai upaya pembenaran atas proses yang sejak awal tidak sesuai mekanisme.
Lebih jauh, Eva menjelaskan bahwa PermenPAN-RB Nomor 15 Tahun 2024 sejatinya ditujukan bagi kementerian/lembaga baru atau yang sedang berada dalam masa transisi organisasi bukan untuk Kemenag yang bersifat established.
“Contoh yang tepat itu Kementerian Haji. Mereka memang butuh percepatan, sehingga mekanisme bisa dipangkas. Tapi Kemenag bukan kementerian baru. Jadi memakai PermenPAN 15/2024 untuk melantik Yusi adalah kekeliruan fatal,” jelas perempuan yang pernah menempuh pendidikan di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu.
Eva turut mempertanyakan apakah Yusi telah memenuhi masa kerja minimal lima tahun sebagai administrator (eselon III), yang merupakan syarat umum JPT Pratama.
“Setahu saya, masa kerja lima tahunnya belum terpenuhi. Lalu bagaimana dengan LHKPN, LHKASN, dan SPT tahunan? Itu dokumen wajib. Sampai sekarang belum jelas apakah sudah ada semua,” ujarnya.
Ia menambahkan, Yusi juga belum pernah mengikuti seleksi terbuka (lelang jabatan), yang selama ini menjadi standar baku pengisian posisi strategis setingkat eselon II.
Dari hasil diskusi Eva dengan pejabat di KemenPAN-RB dan BKN, dugaan adanya kesalahan prosedur semakin menguat.
“Pihak MenPAN-RB dan BKN menegaskan PermenPAN 15/2024 tidak bisa dipakai untuk Kemenag. Jadi dasar yang dipakai Biro Kepegawaian itu tidak tepat. Kalau dasar hukumnya salah, tentu kebijakan turunannya bermasalah,” kata Eva.
Menurutnya, kekeliruan interpretasi regulasi yang dilakukan pejabat tinggi Kemenag adalah bentuk kelalaian serius.
“Seorang kepala biro tidak boleh sembrono membaca aturan. Salah menafsirkan regulasi bisa menyesatkan Menteri Agama dan berdampak pada ribuan ASN di seluruh Indonesia,”pungkasnya.
Di sisi lain, Kepala Biro SDM Kemenag RI, Dr. H Wawan Djunaedi MA, memastikan bahwa pengangkatan M. Yusi Abdhian telah melalui mekanisme yang benar. Ia menyebut Yusi sudah memenuhi masa kerja lima tahun di eselon III dan telah mengikuti wawancara sebagaimana peraturan yang berlaku.
“Yang bersangkutan telah mengikuti wawancara dengan PPK dan PyB. Masa kerja eselon III-nya juga sudah lima tahun,” ujar Wawan kepada Ketik.com.
Terkait seleksi terbuka, Wawan menegaskan bahwa hal tersebut tidak menjadi syarat dalam PermenPAN-RB 15/2024.
“Lelang jabatan tidak dipersyaratkan dalam peraturan tersebut,” tandasnya. (*)
