KETIK, PEMALANG – Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tahun 2025 menempatkan Kabupaten Pemalang dalam kategori Merah atau rentan, dengan skor 68,71.
Capaian ini memantik sorotan tajam dari kalangan praktisi hukum yang menilai kondisi tersebut sebagai sinyal serius lemahnya tata kelola pemerintahan daerah.
Praktisi hukum sekaligus akademisi, Imam Subiyanto, menyebut predikat merah bukan sekadar angka statistik, melainkan peringatan atas potensi korupsi yang bersifat sistemik di lingkungan birokrasi daerah.
“Kategori Merah dengan skor 68,71 menunjukkan birokrasi yang tidak sehat. Ini bukan lagi persoalan individu, tetapi cerminan kegagalan sistem pengawasan, lemahnya kepemimpinan, serta minimnya komitmen nyata dalam pemberantasan korupsi,” kata Imam, Minggu, 28 Desember 2025.
Menurut Imam, SPI KPK merupakan instrumen penting negara untuk memetakan risiko korupsi di daerah.
Survei ini mengukur berbagai aspek fundamental pemerintahan, mulai dari transparansi, prosedur pelayanan publik, konflik kepentingan, praktik suap, penyalahgunaan wewenang, pengelolaan sumber daya manusia, hingga budaya antikorupsi.
“Rendahnya skor Pemalang mengindikasikan masih kuatnya praktik maladministrasi dan penyimpangan kewenangan. Jika transparansi dan prosedur saja lemah, maka celah korupsi terbuka lebar. Ini berbahaya karena menyangkut anggaran publik, pelayanan masyarakat, dan kepercayaan rakyat,” ujarnya.
Ia menilai status ‘rentan’ seharusnya menjadi peringatan serius bagi kepala daerah dan seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah (OPD). Imam juga menolak anggapan bahwa hasil SPI KPK hanya bersifat administratif atau formalitas.
“SPI KPK bukan sekadar laporan rutin. Ini alat negara untuk membaca potensi korupsi. Jika tetap berada di zona merah, artinya pemerintah daerah tidak sungguh-sungguh melakukan pembenahan. Jangan sibuk pencitraan, tapi abai terhadap integritas,” katanya.
Lebih jauh, Imam mendorong KPK, Inspektorat, serta aparat penegak hukum untuk menjadikan hasil SPI KPK 2025 sebagai dasar peningkatan pengawasan dan audit secara lebih mendalam.
Fokus pengawasan, menurutnya, perlu diarahkan pada sektor-sektor rawan seperti pengadaan barang dan jasa, perizinan, mutasi jabatan, serta pengelolaan anggaran daerah.
“Kalau kondisi ini dibiarkan, Pemalang berpotensi menjadi ladang subur praktik korupsi berjamaah. Jangan menunggu operasi tangkap tangan baru sibuk bersih-bersih,” pungkasnya.
Hasil SPI KPK 2025 ini menjadi peringatan bagi Pemerintah Kabupaten Pemalang bahwa reformasi birokrasi tidak cukup berhenti pada slogan. Diperlukan langkah nyata, penguatan pengawasan, penegakan disiplin, serta keteladanan pimpinan agar kepercayaan publik tidak terus tergerus.(*)
