KETIK, JAKARTA – Juru bicara Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia atau OHCHR, Ravina Shamdasani, mendesak adanya investigasi menyeluruh dan transparan atas dugaan penggunaan kekuatan yang tidak proporsional oleh aparat keamanan dalam menangani demonstrasi di Indonesia. Penyelidikan ini diharapkan bisa mengungkap pelanggaran hak asasi manusia yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
“Kami menyerukan investigasi yang cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap semua dugaan pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional, termasuk yang berkaitan dengan penggunaan kekuatan,” kata Ravina, dikutip dari laman resmi OHCHR, Rabu, 3 September 2025.
Menurut Ravina, dialog adalah jalan terbaik untuk meredam ketegangan dan mencari solusi dari akar permasalahan, seperti kebijakan kenaikan tunjangan anggota DPR di tengah isu efisiensi anggaran negara yang memicu kemarahan publik.
PBB juga mengingatkan aparat keamanan untuk menghormati hak fundamental warga negara untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat secara damai.
“Semua aparat keamanan, termasuk militer ketika dikerahkan dalam kapasitas penegakan hukum, harus mematuhi prinsip-prinsip dasar tentang penggunaan kekuatan dan senjata api,” tutur Ravina.
Selain itu, PBB menyoroti kebebasan pers dan mendesak jurnalis diberi ruang untuk meliput peristiwa secara bebas dan independen tanpa intimidasi.
Aksi demonstrasi yang telah berlangsung sejak 25 Agustus 2025 ini dipicu oleh penolakan publik terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat, kenaikan tunjangan anggota DPR, dan kenaikan berbagai jenis pajak. Sejauh ini, demonstrasi telah menewaskan sedikitnya sembilan orang, empat di antaranya di Makassar. Tiga korban tewas akibat kebakaran di kantor DPRD Makassar dan satu lainnya meninggal dunia setelah dikeroyok massa.
Kematian pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan, yang terlindas kendaraan taktis Brimob menjadi salah satu insiden yang disorot dalam aksi unjuk rasa. (*)