Okupansi Hotel Masih 60 Persen, PHRI Kota Batu Akui Libur Nataru Tahun Ini Cukup Menantang

29 Desember 2025 10:13 29 Des 2025 10:13

Thumbnail Okupansi Hotel Masih 60 Persen, PHRI Kota Batu Akui Libur Nataru Tahun Ini Cukup Menantang
Ilustrasi hunian hotel di Kota Batu. (Foto: Dafa Wahyu Pratama/Ketik)

KETIK, BATU – Tingkat hunian hotel (okupansi) di Kota Batu belum menunjukkan lonjakan signifikan selama periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Hingga akhir Desember, okupansi hotel masih berada di kisaran 60 persen.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu, Sujud Hariadi, mengakui bahwa kondisi okupansi tahun ini cukup menantang. Ia menyebut, capaian hunian hotel saat malam Natal yang diharapkan bisa mencapai 90 persen ternyata belum terealisasi.

“Situasinya memang cukup menantang. Harapan kami saat malam Natal bisa mencapai 90 persen, namun realisasinya masih di kisaran 60 hingga 70 persen,” ujar Sujud.

Meski demikian, Sujud bersyukur karena tingkat okupansi hotel relatif stabil selama periode 25 hingga 28 Desember 2025. Rata-rata hunian hotel di Kota Batu setiap harinya bertahan di angka sekitar 60 persen.

“Kalau dilihat harian, okupansi hotel di Batu sejak tanggal 25 sampai 28 Desember relatif sama, berada di kisaran 60 persen,” katanya.

Menariknya, kondisi serupa juga terjadi pada reservasi kamar untuk malam pergantian tahun. Hingga saat ini, tingkat pemesanan hotel untuk malam Tahun Baru masih berada di kisaran 60 persen dan belum menunjukkan lonjakan signifikan.

“Reservasi untuk malam tahun baru juga masih sekitar 60 persen. Jujur ini masih jauh dari target kami, tetapi kami tetap optimistis okupansi bisa meningkat mendekati 90 persen saat malam tahun baru,” ucapnya.

Sujud menilai, salah satu faktor yang memengaruhi belum optimalnya tingkat hunian hotel adalah kondisi perekonomian nasional yang sedang melambat. Ia menyinggung adanya penurunan daya beli masyarakat, khususnya pada segmen kelas menengah.

“Secara nasional memang situasinya menantang. Daya beli masyarakat menurun. Bahkan, data dari Gaikindo menunjukkan penjualan mobil secara year on year turun sekitar 10 persen, sementara penjualan sepeda motor justru meningkat,” jelasnya.

Menurut Sujud, kondisi tersebut mengindikasikan adanya pergeseran kelas ekonomi masyarakat, di mana segmen menengah cenderung bergerak ke bawah, sehingga turut berdampak pada pola belanja dan pilihan akomodasi wisata.

Selain faktor ekonomi, Sujud juga menyoroti tingginya pasokan akomodasi non-hotel, khususnya vila, yang saat ini berkembang pesat di Kota Batu.

Ia menjelaskan, tingginya permintaan kamar hotel pada periode sebelum pandemi mendorong munculnya banyak vila sebagai alternatif akomodasi. Namun, saat ini kondisi justru berbalik karena pasokan vila dinilai sudah berlebih.

“Dulu permintaan kamar hotel sangat tinggi, sementara jumlah hotel terbatas. Kondisi itu membuka peluang berkembangnya vila. Sekarang supply vila justru berlebihan, sehingga terjadi persaingan harga, bahkan antar vila sendiri,” katanya.

Situasi tersebut, lanjut Sujud, turut berdampak pada sektor perhotelan karena hotel menjadi sulit menaikkan tarif kamar, termasuk pada periode puncak seperti malam Tahun Baru.

“Ketika pasokan berlebih, harga ikut tertekan. Dampaknya, hotel juga tidak bisa maksimal menaikkan harga di malam tahun baru,” tuturnya.

Terkait persaingan dengan kawasan Malang Raya, Sujud menilai Kota Batu tetap memiliki keunggulan tersendiri sebagai destinasi utama wisata keluarga, khususnya pada momentum libur panjang dan hari besar.

“Untuk hari biasa, karakter wisata Batu dan Malang berbeda. Wisatawan mancanegara cenderung memilih Malang karena wisata heritage. Namun saat libur hari besar seperti Lebaran dan Nataru, Batu tetap menjadi tujuan utama dan wisatawan memilih menginap di Batu,” pungkasnya.(*)

Tombol Google News

Tags:

Kota Batu PHRI Kota Batu Nataru 2025 Okupansi hotel