KETIK, BATU – Tingkat okupansi atau keterisian kamar hotel di Kota Batu jelang Natal 2025 masih tergolong rendah. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batu, Sujud Hariadi, menyebut rata-rata okupansi hotel saat ini masih di bawah 50 persen.
“Untuk tingkat okupansi saat ini rata-rata masih di bawah 50 persen, termasuk reservasi untuk malam Tahun Baru,” ujar Sujud, Selasa, 23 Desember 2025.
Menurutnya, kondisi tersebut masih tergolong wajar karena masa libur sekolah belum berlangsung secara menyeluruh. Namun demikian, pihaknya optimistis tingkat hunian hotel akan mengalami peningkatan dalam waktu dekat.
“Sekolah belum libur seluruhnya. Harapan kami mulai minggu depan okupansi bisa meningkat,” ungkap Direktur Umum Selecta tersebut.
PHRI Kota Batu memprediksi lonjakan okupansi akan terjadi saat puncak libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Sujud memperkirakan, tingkat hunian hotel pada malam Natal dan malam Tahun Baru berpotensi menembus angka 90 persen.
“Prediksi kami, di pertengahan Desember okupansi berada di kisaran 40-50 persen. Memasuki tanggal 20 Desember ke atas bisa naik menjadi rata-rata 60-70 persen, kemudian pada tanggal 25 Desember dan malam Tahun Baru bisa menembus 90 persen,” jelasnya.
Sementara itu, di luar malam puncak liburan, yakni pada 26, 27, 28, dan 29 Desember, okupansi hotel diperkirakan tetap berada di atas 70 persen.
Untuk menarik minat wisatawan, Sujud menyampaikan bahwa hotel dan restoran di Kota Batu tidak menerapkan diskon khusus. Sebagai gantinya, pelaku usaha menghadirkan berbagai daya tarik tambahan.
“Hotel-hotel di Kota Batu tidak memberlakukan diskon khusus, tetapi menambahkan ornamen tematik. Selain itu, juga disiapkan gala dinner dan live show pada malam Tahun Baru untuk menarik kunjungan wisatawan,” ungkapnya.
Di sisi lain, Sujud mengakui kondisi perekonomian yang belum sepenuhnya pulih menjadi tantangan tersendiri bagi sektor perhotelan dan restoran. Menurutnya, daya beli masyarakat yang masih terbatas membuat tidak semua orang memilih untuk berlibur dan menginap di hotel.
“Kondisi perekonomian yang belum membaik tentu memberikan tantangan tersendiri bagi dunia usaha perhotelan dan hiburan. Kami dituntut untuk semakin kreatif agar okupansi tidak terus menurun ke depan,” tuturnya.
Ia juga menyoroti rencana pemotongan anggaran daerah pada tahun mendatang yang diperkirakan akan kembali memengaruhi daya beli masyarakat dan sektor pariwisata secara umum.
“Ke depan, kami harus lebih siap dan inovatif karena tahun depan kembali terjadi pemotongan anggaran daerah, yang tentunya berpengaruh terhadap daya beli masyarakat,” pungkasnya. (*)
