KETIK, PROBOLINGGO –
Faradila Amalia Najwa, keluar rumah pada malam pertengahan Desember, lalu, seperti biasa. Pamit pada orang tua, bilang akan bertemu seseorang, lalu kembali. Tidak ada pertengkaran, tidak ada firasat buruk. Keluarga menunggu putri mereka pulang, seperti malam-malam sebelumnya.
Namun, Faradila, tak pernah kembali. Beberapa hari kemudian, kabar itu datang. Jenazah seorang perempuan muda ditemukan di aliran sungai kecil di Jalan Raya Purwosari, Kota Pasuruan. Posisi jasadnya tidak wajar. Kepala di bawah, kaki di atas. Polisi yang datang ke lokasi langsung mencurigai adanya kekerasan pada tubuh korban.
Identitas akhirnya terungkap, jasad itu adalah Faradila, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) asal Desa Tiris, Kabupaten Probolinggo, yang baru berusia 21 tahun. Warga kampung di Tiris, tidak percaya. Faradila, dikenal sebagai anak yang sopan, pendiam, dan tidak punya masalah dengan siapa pun.
Di rumah, ia membantu orang tua. Di kampus, ia dikenal rajin dan serius belajar. Bukan tipe yang suka keluar malam atau bergaul bebas. Bahkan sebagian temannya menyebutnya sebagai mahasiswa yang berfokus pada kuliah dan cita-citanya.
Polisi kemudian bergerak cepat. Dari penyelidikan awal diketahui Faradila, dijemput di Terminal Bayuangga, Kota Probolinggo, pada malam sebelum ditemukan tewas. Yang menjemputnya bukan orang asing. Namanya mengejutkan banyak pihak, Bripka Agus Sulaiman, anggota Polres Probolinggo yang bertugas di Provost Polsek Krucil, sekaligus kakak ipar korban.
Kabar ini langsung memantik perhatian masyarakat karena pelaku bukan sembarang orang. Ia adalah seorang anggota polisi yang memakai seragam, terikat sumpah untuk menegakkan hukum. Nyatanya, dalam kasus ini ia justru menjadi tersangka utama. Bersamanya, polisi juga menetapkan seorang pria berinisial Suyitno (38) sebagai tersangka kedua.
Penyelidikan awal semakin memperjelas gambaran tragis ini. Dari hasil pemeriksaan medis, ditemukan tanda lebam pada leher korban, kuat mengarah pada dugaan korban dicekik sebelum dibuang ke sungai. Ini bukan kecelakaan, tetapi kekerasan yang disengaja.
Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur melalui Direktur Reserse Kriminal Umum, Kombes. Pol. Widi Atmoko, menyampaikan kepada wartawan di Surabaya, bahwa motif di balik pembunuhan sudah mulai terlihat dari keterangan saksi serta jejak perbuatan tersangka. “Motifnya sudah kami dapatkan yaitu sakit hati dan ingin menguasai harta korban,” ujar Widi, seusai kegiatan anev akhir tahun di Surabaya, Senin 29 Desember 2025.
Ia menyebut polisi menemukan bukti bahwa tersangka sempat mengambil harta korban sebelum jasadnya ditemukan. Pernyataan Widi, menguatkan dugaan yang beredar di masyarakat bahwa kasus ini bukan hanya soal pertengkaran keluarga biasa. Banyak pihak mengaitkan adanya konflik internal keluarga dan urusan harta yang berpotensi menjadi penyebab tragedi ini.
Guna mendalami fakta tersebut, polisi terus memeriksa keterangan para saksi dan tersangka, termasuk apakah harta atau barang milik korban dikuasai oleh tersangka atau rekan tersangka.
Sementara itu, dari Humas Polda Jawa Timur, Kombes. Pol. Jules Abraham Abast, juga menjelaskan, dalam penyelidikan awal ditemukan tanda-tanda cekikan pada leher korban. “Informasi awal adalah lebam dugaan dicekik,” kata Jules, kepada wartawan ketika diminta keterangan terkait hasil olah TKP dan autopsi awal.
Mendiang Faradila Nadjwa Amalia. (Humas UMM)
Di sisi keluarga, duka mendalam masih menyelimuti kediaman orang tua Faradila di Tiris. Ayah korban, Ramelan, menyampaikan kesedihan sekaligus keinginan keluarga agar kebenaran kasus ini terungkap sepenuhnya. Ia mengaku tidak menyangka bahwa pelaku yang tega menghabisi nyawa putrinya adalah menantunya sendiri, seorang yang selama ini dipercaya keluarga.
Reaksi dari kampus juga datang. UMM menyampaikan duka cita atas tragedi menimpa salah satu mahasiswanya itu. Melalui surat resmi, pihak kampus menyatakan turut berduka dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada aparat penegak hukum.
Di rumah duka, keheningan sering berganti dengan tangis yang tiba-tiba. Ibunda Faradila, tampak terpukul, sementara ayahnya mencoba tegar meskipun suaranya beberapa kali bergetar ketika berbicara kepada orang yang datang melayat. Keluarga menegaskan kepada media bahwa mereka tidak mencari pembalasan. Mereka hanya ingin keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Banyak pula masyarakat yang meminta transparansi penuh dari penyidik hingga persidangan di pengadilan nanti. Polda Jawa Timur, sendiri menyatakan proses hukum berjalan. Penyidik terus memeriksa saksi, mengevaluasi bukti, dan menyiapkan berkas perkara untuk dilimpahkan ke kejaksaan.
Kepala Bidang Humas dan Direktur Reserse Kriminal Umum sama-sama menegaskan, penanganan perkara ini mengikuti prosedur hukum yang berlaku. Tanpa diskriminasi terhadap tersangka yang berlatar sebagai aparat sekalipun.
Faradila, kini telah dimakamkan. Jenazahnya terbaring di bawah tanah di pemakaman keluarga. Namun kasusnya belum selesai. Tidak hanya soal jenazah yang ditinggalkan, tetapi kisah di baliknya fakta-fakta yang terungkap, pertanyaan yang belum terjawab, dan tuntutan masyarakat akan keadilan, semuanya masih terus berlangsung. (*)
