KETIK, MALANG – Tiga Mahasiswa Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Malang turun gunung memberikan penyuluhan hukum transformatif untuk warga Sawojajar Malang. Acara digelar di Balai Kantor Kelurahan Sawojajar, Kota Malang (29/10/2025).
Program pengabdian masyarakat ini bertujuan meningkatkan literasi hukum warga terkait larangan pemeliharaan spesies ikan invasif di Kelurahan Sawojajar, Kota Malang. Agenda ini penting menyusul kasus pemidanaan salah satu warga Sawojajar akibat ketidaktahuan atas larangan memelihara ikan aligator gar.
“Rendahnya pemahaman masyarakat mengenai regulasi lingkungan dan implikasi pidana dari ketidaktahuan hukum menunjukkan perlunya pendekatan edukatif yang komprehensif,” ucap Setyaning Rahayu, salah satu Mahasiswa Magister UMM yang memberikan penyuluhan.
Setyaning Rahayu tidak sendirian turun gunung dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini. Dua rekannya yang lain adalah Helmi Rizkih Saputra dan Muhammad Iqbal Prasetya.
Acara Penyuluhan Hukum Transformatif untuk warga Sawojajar Malang oleh tiga Mahasiswa Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Malang di Balai Kantor Kelurahan Sawojajar, Kota Malang (29/10/2025). (Foto: Dok. Narasumber for Ketik.com)
Penyusunan materi mengacu pada regulasi perikanan nasional, termasuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19/PERMEN-KP/2020 tentang Jenis Ikan yang Dilarang Dipelihara.
Kegiatan ini menerapkan pendekatan Ius Transeducativum, yaitu paradigma pendidikan hukum transformatif yang menempatkan hukum sebagai sarana preventif dan pemberdayaan, bukan semata instrumen represif.
Sebanyak 30 peserta ambil bagian dalam kegiatan ini. Mereka terdiri dari warga sekaligus perangkat kelurahan maupun RT/RW setempat.
Metode pelaksanaan yangt digunakan meliputi penyuluhan hukum secara tatap muka, dialog partisipatif, pembagian materi hukum populer, serta pelibatan perangkat kelurahan dan ketua RT/RW sebagai agen literasi hukum komunitas.
Dialog interaktif, diskusi terbuka, serta sesi tanya jawab juga digelar di akhir acara. Ini untuk menggali pemahaman peserta serta menjawab pertanyaan terkait aturan hukum dan potensi risiko pidana.
“Hasil kegiatan menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman dan kesadaran hukum warga, tercermin dari antusiasme peserta, keaktifan dalam diskusi, serta komitmen tokoh masyarakat untuk melanjutkan edukasi hukum secara mandiri,” jelas Setyaning Rahayu.
Program ini membuktikan bahwa pendekatan edukatif-preventif mampu meminimalkan potensi pelanggaran hukum akibat ketidaktahuan dan mendukung terwujudnya keadilan substantif di tingkat akar rumput.
Dengan demikian, inisiatif ini mengonfirmasi relevansi Ius Transeducativum sebagai model inovatif dalam penguatan budaya sadar hukum masyarakat. (*)
