KETIK, YOGYAKARTA – Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menerbitkan surat edaran yang mengimbau para ayah untuk hadir langsung mengambil rapor anak di sekolah pada akhir semester ini.
Langkah ini merupakan bagian dari Gerakan Ayah Mengambil Rapor (GEMAR) untuk menekan tingginya angka fenomena fatherless atau minimnya peran ayah dalam pengasuhan di Indonesia.
Kepala Disdikpora DIY Suhirman menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan tindak lanjut dari surat Kepala Perwakilan BKKBN (Kemendukbangga) DIY. Menurutnya, keterlibatan ayah di lingkungan pendidikan sangat krusial untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul.
"Isu fatherless di Indonesia membutuhkan perhatian serius dan penanganan lintas sektor. Kondisi ini menunjukkan pentingnya upaya mendorong keterlibatan ayah secara nyata, baik di rumah maupun di sekolah," ujar Suhirman dalam surat edaran tertanggal 18 Desember 2025 tersebut.
Memperkuat Ketahanan Keluarga
Gerakan ini menyasar seluruh kepala sekolah SMA, SMK, dan SLB, baik negeri maupun swasta di wilayah DIY. Pemerintah berharap kehadiran ayah dalam momen pembagian rapor dapat membangun kedekatan emosional yang berdampak langsung pada rasa percaya diri dan kenyamanan anak dalam belajar. Strategi ini juga menjadi bagian dari program nasional Kemendukbangga untuk memperkuat ketahanan keluarga.
"Kehadiran ayah diharapkan mampu memberikan dukungan psikologis bagi kesiapan anak menjalani proses pendidikan ke depan," tulis Suhirman.
Apresiasi "Ayah Teladan"
Untuk meningkatkan partisipasi, pemerintah juga menggelar program Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI). Sebagai bentuk apresiasi, Kemendukbangga menjanjikan penghargaan bagi 10 ayah yang beruntung dengan menunggah foto dan/ atau video ke platform Instagram dengan menggunakan tagar #GATI dan #sekolahbersamaayah, serta menandai akun Instagram @kemendukbangga_bkkbn, @dithanrembkkbn atau @gatikemendukbangga.
Fenomena fatherless di Indonesia memang tengah menjadi sorotan. Meski secara fisik ayah ada di rumah, namun keterlibatan secara emosional dan psikologis dalam tumbuh kembang anak seringkali dianggap masih minim karena dominasi peran ibu dalam urusan domestik dan pendidikan. (*)
