Emas Menetes Air Mata Mengalir, Hikayat Baru Desa Kusubibi Halmahera Selatan

14 November 2025 10:57 14 Nov 2025 10:57

Thumbnail Emas Menetes Air Mata Mengalir, Hikayat Baru Desa Kusubibi Halmahera Selatan
Ilustrasi Desa Kusubibi Halmahera Selatan (Grafis: Mursal/Ketik.com)

KETIK, HALMAHERA SELATAN – Di lereng pegunungan vulkanik Pulau Bacan, Desa Kusubibi di Kecamatan Bacan Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, berdiri sebuah kampung yang lama hidup dengan kekayaan alam dan tradisi lokal. 

Sebelum ditemukannya emas aluvial pada akhir 2019, masyarakat Desa Kusubibi hidup dari pertanian sederhana yang mengandalkan kebun campuran sebagai sumber utama nafkah.

Dengan jumlah penduduk sekitar 1.000 jiwa, sekitar 90 persen warga menggantungkan hidup pada ladang, menangkap ikan di pantai, serta mengambil hasil hutan seperti rotan, damar, dan rempah, sebagaimana tercatat dalam laporan BPS Maluku Utara 2018. 

Pendapatan keluarga rata-rata hanya Rp 1,5–2 juta per bulan, menggambarkan kondisi kemiskinan yang menahun akibat kurangnya akses pasar dan jalan. Suasana sosial saat itu relatif rukun, diperkuat tradisi gotong royong dan upacara adat, menurut studi WALHI Maluku Utara 2020. Namun berbagai persoalan seperti musim kering dan terbatasnya fasilitas pendidikan membuat anak muda sulit meningkatkan taraf hidup.

Perubahan besar terjadi setelah penemuan emas di pegunungan desa tersebut pada 2019, sebagaimana dilaporkan Dinas ESDM Maluku Utara 2020. Sebelumnya, ekonomi desa hanya bergantung pada pola kerja musiman dari kebun dan laut, dengan pengangguran terselubung mencapai 40 persen pada kalangan pemuda. 

Setelah tambang emas tanpa izin (PETI) mulai marak, sektor ini langsung mendominasi. Hingga 90 persen warga termasuk perempuan dan remaja masuk ke pekerjaan gali manual dan pengolahan bijih sederhana.

Penghasilan warga melonjak drastis menjadi Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta per hari, memicu maraknya perdagangan alat tambang, jasa angkut, hingga toko kebutuhan sehari-hari, sebagaimana dicatat Tempo Timur 2024. 

Beberapa perkembangan muncul, seperti meningkatnya kemampuan orang tua menyekolahkan anak hingga SMA serta pembangunan jalan desa dan sumur bor yang dibangun dari dana patungan hasil tambang. 

Namun ketergantungan ini membuat ekonomi desa sangat rapuh ketika harga emas dunia turun 10 persen pada 2023, banyak keluarga terjebak utang dan kembali ke kebun yang sudah rusak akibat penambangan, menurut laporan Lensamalut.com 2021.

Meski begitu, sisi positif tetap terlihat dari kuatnya kebersamaan warga. Kusubibi dikenal sebagai desa yang hidup rukun antar pemeluk agama. Warga Muslim, Kristen, hingga tokoh adat tetap melakukan kerja bakti setiap Jumat yang menjaga keharmonisan di tengah tekanan ekonomi, seperti gambaran kehidupan desa-desa Maluku Utara lainnya menurut Hudson Institute 2022. 

Semangat itu terlihat pula dalam pembangunan Masjid Haqqul Yakin pada 2022, yang dibiayai Rp 810 juta dari hasil tambang dan kini mencapai 80 persen, menurut Malut Kuytanda.com.

Program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TEKAD) yang dijalankan Wakil Presiden Ma’ruf Amin bersama IFAD sejak 2023 juga membantu petani lokal meningkatkan hasil padi hingga 30 persen melalui irigasi dan pola tanam yang lebih baik. 

Pemerintah desa juga menanggapi rencana transmigrasi ke Kusubibi dan Desa Jojame pada 2024 untuk membuka peluang kerja di luar tambang, sebagaimana dilaporkan Jaret News. 

Di sisi lingkungan, sungai desa masih relatif aman dari pencemaran merkuri berkat pengawasan warga, sehingga perikanan tetap hidup, menurut Patroli86.com 2025.

Namun kilau emas Kusubibi sering tertutup oleh musibah. Pada 2023 hingga 2025, rangkaian kecelakaan tambang terjadi dan menewaskan banyak warga. Pada 7 Agustus 2024, empat penambang meninggal akibat terjebak air di lubang sedalam 50–100 meter setelah hujan deras, sebagaimana diberitakan Kompas.com dan iNews.id. 

Pada Juni 2023, tiga warga juga tewas akibat longsor, menurut Indotimur.com. April 2025 kembali memakan dua korban karena runtuhan terowongan, sementara empat orang lainnya terperosok lubang lumpur pada Februari 2025, menurut JNewsTV dan Metro TV News. 

Secara keseluruhan, sedikitnya 12 warga meninggal hingga November 2025, di luar puluhan orang lainnya yang mengalami cacat permanen akibat paparan merkuri dan konflik lahan, menurut rangkuman Detik.com.

Penutupan sementara tambang oleh Polres Halmahera Selatan pada April 2025 karena tidak adanya izin resmi memperparah kondisi ekonomi. Sekitar 300–400 orang kehilangan penghasilan utama, daya beli turun hingga 50 persen, dan banyak keluarga kesulitan membiayai kebutuhan dasar, seperti dilaporkan Penamalut.com dan TeropongMalut.com. 

Lokasi tambang kini sunyi, menyisakan upaya tambang sembunyi-sembunyi yang sulit diawasi, menurut Infopulau.com. Namun pemerintah daerah sedang memperjuangkan legalisasi tambang melalui Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), sebagai jalan menuju tambang yang lebih aman dan ramah lingkungan, sebagaimana direkomendasikan penelitian ResearchGate 2024.

Kini Kusubibi berada di persimpangan jalan, antara mempertahankan kehidupan agraris yang sudah berlangsung turun-temurun atau terus bergantung pada tambang yang berisiko.

Perjalanan Desa Kusubibi dalam enam tahun terakhir menunjukkan betapa cepatnya perubahan sosial dapat terjadi ketika aktivitas tambang tanpa izin menjadi tumpuan utama ekonomi warga. Di satu sisi, emas membawa peningkatan pendapatan, perbaikan pendidikan, pembangunan fasilitas desa, serta peluang baru bagi masyarakat. Namun di sisi lain, ketergantungan pada tambang ilegal menimbulkan kerentanan besar, kecelakaan kerja berulang, kerusakan lahan, konflik antarwarga, penurunan daya beli setelah penutupan tambang, hingga hilangnya sumber nafkah bagi ratusan keluarga. 

Situasi ini menempatkan Kusubibi pada titik krusial, di mana keputusan pemerintah dan partisipasi warga menjadi kunci menentukan arah masa depan desa, apakah kembali memperkuat sektor pertanian, melegalisasi tambang dengan aturan yang jelas, atau mengembangkan alternatif ekonomi lain yang lebih aman dan berkelanjutan. Kusubibi kini membutuhkan kebijakan yang tepat dan dukungan lintas pihak agar perbaikan ekonomi tidak lagi dibayar dengan nyawa dan kerusakan lingkungan.

Tombol Google News

Tags:

Desa Kusubibi Halmahera Selatan . Tambang emas PETI Ekonomi warga Maluku Utara