Ketika Gong Festival Saruma Berbunyi

29 Desember 2025 21:49 29 Des 2025 21:49

Thumbnail Ketika Gong Festival Saruma Berbunyi
Pembukaan Festival Saruma 2025 Senin 29 Desember 2025 (Foto: Mursal/Ketik.com)

KETIK, LABUHA – Gong itu dibunyikan beberapa kali, singkat namun menggema panjang. Dentumannya seperti memberi isyarat bahwa sesuatu yang lebih besar akan segera dimulai. 

Di Halmahera Selatan, pada Senin 29 Desember 2025, bunyi gong itu bukan sekadar membuka Festival Saruma, tetapi menandai dimulainya tahun pelaksanaan visi Agromaritim. Sebuah penanda kesadaran bahwa arah pembangunan sedang digerakkan dengan penuh kesadaran dan kehati-hatian.

Di hadapan pelataran yang dipenuhi masyarakat, Festival Saruma dibuka dalam suasana yang sarat makna. Dua puluh satu paguyuban hadir memeriahkan pembukaan, berdiri berdampingan sebagai cermin keberagaman Halmahera Selatan. Paguyuban Kesultanan Bacan, Ikatan Kerukunan Keluarga Tidore, Paguyuban Makian-Kayoa, Ikatan Kerukunan Keluarga Ternate, Ikatan Kerukunan Keluarga Tobelo-Galela, Ikatan Kerukunan Keluarga Bajo, Ikatan Kerukunan Keluarga Arab, Ikatan Kerukunan Keluarga Tionghoa, Ikatan Kerukunan Keluarga Maluku Ambon, Ikatan Kerukunan Keluarga Sula, Ikatan Kerukunan Keluarga Seram Timur Tenggara, Ikatan Kerukunan Keluarga Buton, Ikatan Kerukunan Keluarga Wakatobi, Ikatan Kerukunan Keluarga Sulawesi Utara satu, Ikatan Kerukunan Keluarga Sulawesi Utara dua, Ikatan Kerukunan Keluarga Papua, Ikatan Kerukunan Keluarga Minang, Ikatan Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, Ikatan Kerukunan Keluarga Jawa, Ikatan Kerukunan Keluarga Pasunda, dan Ikatan Kerukunan Keluarga Madura, menyatu dalam satu panggung kebersamaan.

Di momen itu, Festival Saruma terasa bukan sebagai perayaan satu kelompok, melainkan sebagai perjumpaan banyak identitas yang hidup dan tumbuh bersama. Keberagaman tidak ditampilkan sebagai perbedaan yang berjarak, tetapi sebagai kekuatan sosial yang saling menopang. Dentuman gong seolah mengikat seluruh perbedaan itu ke dalam satu irama bersama.

Halmahera Selatan bukan daerah yang kekurangan cerita. Tanahnya subur, lautnya luas, pesisirnya panjang, dan perairannya menjadi nadi kehidupan ribuan keluarga. Kekayaan itu tidak dipandang sebagai sesuatu yang bebas dihabiskan, melainkan sebagai titipan yang menuntut tanggung jawab. Dari sanalah cara pandang agromaritim dibentuk, bukan sebagai jargon pembangunan, tetapi sebagai cara hidup yang menyatukan kerja, nilai, dan keberlanjutan.

Pembangunan di Halmahera Selatan tidak diletakkan semata pada hitungan angka dan target pertumbuhan. Ia dipahami sebagai proses panjang yang harus berjalan seiring dengan kebudayaan. Tanpa budaya, pembangunan kehilangan arah. Tanpa identitas, kemajuan menjadi rapuh. Karena itu, nilai-nilai lokal, jati diri masyarakat, dan harmoni sosial ditempatkan sebagai fondasi yang tidak bisa ditawar.

Festival Saruma hadir sebagai ruang refleksi bersama. Ia memantulkan wajah Halmahera Selatan yang majemuk, hidup dalam perjumpaan etnis, tradisi, dan pengalaman sejarah yang panjang. Nilai-nilai lokal tidak diperlakukan sebagai peninggalan yang dibekukan, tetapi dihidupkan sebagai energi masa kini. Tradisi tidak disimpan rapi sebagai simbol, melainkan dihadirkan ke ruang publik, dipertemukan dengan pariwisata, ekonomi kreatif, dan inovasi yang lahir dari tangan masyarakat sendiri.

Di titik ini, agromaritim dan kebudayaan tidak lagi berjalan sendiri-sendiri. Pertanian, kelautan, pariwisata, dan ekonomi kreatif di Halmahera Selatan dipahami sebagai satu ekosistem yang saling menguatkan. Ketika hasil laut bertemu kreativitas, ketika produk pertanian diberi nilai budaya, ketika tradisi menjadi daya tarik wisata, maka nilai tambah tumbuh secara alami. Kesejahteraan tidak datang sebagai hadiah, tetapi lahir dari keterpaduan yang dirawat dengan Kesadaran. Namun potensi tidak pernah cukup jika dibiarkan tanpa arah. 

Halmahera Selatan menyadari bahwa kekayaan alam dan budaya harus dikelola secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan. Bukan dengan langkah tergesa, melainkan melalui perjalanan panjang yang konsisten. Yang dibangun bukan hanya jalan dan bangunan, tetapi masa depan masyarakat yang berakar kuat dan mampu berdiri sendiri.

Festival Saruma karena itu tidak dimaksudkan berhenti sebagai perayaan sesaat. Ia dihadirkan sebagai ruang kebangkitan bersama. Ruang di mana partisipasi masyarakat tumbuh, dan warga tidak lagi menjadi penonton, melainkan pelaku utama perubahan. Menjaga potensi, menghidupkan pariwisata, menggerakkan ekonomi kreatif, serta merawat budaya lokal dilakukan dengan kesadaran bahwa apa yang dijaga hari ini adalah bekal bagi generasi Halmahera Selatan di masa depan.

Di dalam Festival Saruma mengalir ajakan yang kalem namun tegas. Ajakan untuk memperkuat sinergi, merajut kebersamaan, dan menumbuhkan kembali rasa bangga terhadap jati diri Halmahera Selatan. Kebanggaan yang tidak menutup diri, tetapi percaya diri berdialog dengan dunia. Keyakinan bahwa daerah ini tidak kecil, tidak pinggir, dan tidak tertinggal selama ia setia pada kekuatannya sendiri.

Festival Saruma menjelma ruang strategis. Ruang perjumpaan antara visi dan praktik, antara pemerintah, pelaku usaha, komunitas, dan masyarakat luas. Kolaborasi tidak berhenti sebagai wacana, tetapi dipraktikkan sebagai kebutuhan bersama. Dalam ruang itulah Festival Saruma menjadi miniatur bagaimana pembangunan seharusnya dijalankan, inklusif, partisipatif, dan berakar pada nilai lokal.

Dan, pesan yang disampaikan Halmahera Selatan melalui Festival Saruma terasa sederhana namun kuat. Negeri ini kaya akan nilai, tradisi, dan semangat agromaritim yang menjadi kekuatan masa depan. Kekayaan itu bukan untuk dipamerkan, tetapi untuk dikelola dengan bijak. Langkah kecil hari ini, sebuah festival, sebuah perjumpaan, sebuah kesadaran, adalah bagian dari perjalanan panjang menuju kesejahteraan bersama.

Gong itu telah berbunyi. Gaung Festival Saruma terus hidup di Halmahera Selatan. Ia tidak berhenti di pelataran acara, tetapi meresap ke kesadaran kolektif, mengingatkan bahwa pelaksanaan visi Agromaritim telah dimulai. Masa depan tidak datang dengan sendirinya. Ia dipanggil, dirawat, dan dibangun bersama.

Tombol Google News

Tags:

Festival Saruma Halmahera Selatan Agromaritim Halmahera Selatan Budaya dan Keberagaman Etnis Maluku Utara Pembangunan Berbasis Budaya Ekonomi Kreatif dan Pariwisata Daerah