Dittipiter Bareskrim Polri Tetapkan 3 Tersangka Penambang Ilegal di Wilayah IKN, Amankan 351 Kontainer

17 Juli 2025 20:41 17 Jul 2025 20:41

Thumbnail Dittipiter Bareskrim Polri Tetapkan 3 Tersangka Penambang Ilegal di Wilayah IKN, Amankan 351 Kontainer
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin menunjukkan barang bukti batu bara ilegal yang masih ada dalam kontainer, Kamis, 17 Juli 2025. (Foto: Khaesar/Ketik)

KETIK, SURABAYA – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri menetapkan 3 tersangka tindak pidana penampungan, penjualan, dan pengangkutan batubara yang tidak berasal dari pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Kasus ini melibatkan kegiatan penambangan ilegal di kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto yang berada di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur.

Tiga tersangka berinisial YH, CH dan MH. Dua tersangka YH dan CH telah ditahan di Rutan Mabes Polri. Sedangkan MH masih akan dilakukan pemanggilan sebagai tersangka.

"Ketiga pelaku ini telah melakukan penambangan ilegal batu bara di kawasan konservasi," ucap Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin di Terminal Petikemas Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Kamis, 17 Juli 2025.

Brigjen Pol Nunung menjelaskan, pelaku mengirimkan batu \bara yang dimasukkan dalam karung ssrta menggunakan dokumen palsu mengarah pada penambangan legal.

"Kami menahan 351 kontainer yang digunakan pelaku untuk dikirimkan ke dari Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan menuju Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya," ungkapnya.

Brigjen Pol Nunung mengatakan, kasus ini bermula saat tim Dittipidter Bareskrim Polri mendapatkan informasi dari masyarakat perihal adanya kegiatan pemuatan batubara di Kecamatan Semboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Mereka pun melakukan penyelidikan 23-27 Juni 2025.

Kepolisian pun melakukan penyidikan dan melakukan pengecekan ke TKP bersama Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan, Otorita IKN, Surveyor Indonesia dan Polda Kalimantan Timur.

“Diketahui, asal-usul batubara tersebut berasal dari kegiatan penambangan ilegal di Kawasan Hutan Taman Raya Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, juga wilayah IKN,” kata perwira dengan bintang satu dipundak ini.

Dalam proses penyidikan dan gelar perkara polisi akhirnya menetapkan tiga orang tersangka. Mereka yakni YH, CH dan MH yang memiliki peran berbeda-beda. Sementara perusahaan yang terlibat ialah MMJ dan BMJ.

Tersangka YH dan CH diduga menjual batubara yang diduga berasal dari penambangan tanpa izin, sementara MH berperan peran membeli dan menjual batubara hasil penambangan ilegal. Mereka kini sudah ditangkap dan ditahan.

“Modus operandi para pelaku adalah dengan membeli batubara dari hasil kegiatan penambangan ilegal yang berada di kawasan konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur,” ucapnya.

Batubara itu, kata Nunung, kemudian dikumpulkan dalam stockroom, dikemas menggunakan karung, lalu dimasukkan ke dalam kontainer dan diangkut ke Terminal Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT).

“Setelah berada di terminal, kontainer batubara dilengkapi dokumen resmi dari perusahaan pemegang izin usaha produksi (IUP), seolah-olah batubara berasal dari penambangan resmi/pemegang IUP,” ucapnya.

Dalam kasus ini, polisi memeriksa 18 orang saksi. Mulai dari KSOP Kelas I Balikpapan, Operasional Pelabuhan PT Kaltim Kariangau Terminal Balikpapan, tiga agen pelayaran, perusahaan-perusahaan pemilik IUP OP & IPP, saksi-saksi penambang, perusahaan jasa transportasi dan ahli dari Kementerian ESDM.

Di lokasi, penyidik setidaknya menemukan 351 kontainer berisi batubara dalam karung, dengan rincian 248 kontainer telah disita di Depo Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan 103 kontainer masih dalam proses pemeriksaan dokumen di Pelabuhan KKT Balikpapan.

“Kami juga menyita 11 unit truk trailer, 7 unit alat berat, terdiri dari 2 unit telah disita, dan 5 unit diamankan di lokasi kawasan hutan dan selanjutnya akan dilakukan penyitaan,” ucapnya.

Polisi juga menyita beberapa dokumen, berupa Surat Keterangan Asal Barang, Surat Keterangan Kebenaran Dokumen, Laporan Hasil Verifikasi, Surat Pernyataan Kualitas Barang, Surat Keterangan Pengiriman Barang, Shipping Instruction, dokumen IUP OP, dan dokumen Izin Pengangkutan dan Penjualan.

Lebih lanjut, Nunung menyebut, aktivitas penambangan ilegal ini diduga sudah terjadi sejak 2016-2025. Akibatnya negara menderita kerugian Rp5,7 triliun. Jumlah itu dihitung dari deplesi batubara dan kerusakan hutan. Jumlah itu pun berpotensi akan bertambah.

“Yang pertama adalah biaya hilangnya batubara akibat pertambangan dari 2016 sampai 2024. Ini mencapai Rp3,5 triliun. Kemudian total biaya kerusakan hutan dalam hal ini kayu seluas 4.236,69 hektare, adalah Rp2,2 triliun. Jadi total sementara, estimasi sementara sedikitnya sudah terjadi kerugian senilai Rp5,7 triliun,” kata dia.

Nunung mengatakan, atas perbuatannya tersangka YH CH dan, dijerat Pasal 161 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, dengan ancaman hukuman 5 (lima) tahun penjara dan denda Rp100 juta. Polisi juga masih memburu pihak-pihak lain yang terlibat.

“Proses penyidikan tidak berhenti sampai di sini saja, tolong dicatat, tetapi masih akan berlanjut dengan pengembangan terhadap pihak-pihak lain, baik penambang maupun pemberi dokumen IUP OP dan RKAB dalam penjualan batubara, serta pihak-pihak yang membantu terlaksananya tindak pidana ini," jelas Nunung.

"Penyidik juga akan menerapkan pasal TPPU mengingat kegiatan penambangan ini telah berlangsung lama dan menjadi atensi pemerintah,” pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Batu Bara Ilegal Bareskrim Polri Polda Jatim Pelabuhan Tanjung Perak Direktorat Tindak Pidana Tertentu IKN Ibu Kota Nusantara