KETIK, SIDOARJO – Puluhan petugas dari Dinas Sosial Jawa Timur dibantu anggota Pramuka memastikan pasokan makanan kepada petugas maupun keluarga santri. Dari dalam dapur umum (DU) Posko tercium aroma nasi hangat bercampur sayur tersaji setiap hari.
Ada dapur umum, ada crisis centre, ada trauma centre, semua bekerja serempak demi satu tujuan memastikan para korban, keluarga, dan relawan tidak runtuh bersama bangunan yang telah rata dengan tanah.
“Mulai Senin malam, kami membuka dapur umum lapangan Taruna Siaga Bencana (Tagana). Fungsinya untuk melayani konsumsi bagi para evakuator, keluarga korban yang menunggu kabar, juga santri dan masyarakat sekitar. Kami memasak 4.500 porsi setiap hari, dalam tiga tahap pagi, siang, dan malam,” ujar Kadinsos Jatim, Restu Novi Widiani, Jumat, 3 Oktober 2025.
Tidak ada perbedaan siapa yang berhak makan di tenda itu. Santri, keluarga korban, bahkan tim medis dan media pun dipersilakan. Semua duduk sama rata di hadapan nasi, lauk, dan buah yang dibagikan.
“Menu khusus jelas ada. Tidak boleh pedas, harus mudah dicerna, dan sesuai arahan Ibu Gubernur, setiap makanan dipisah dengan tin wall agar higienis. Bagi tim evakuasi, ada tambahan buah dan minuman penambah energi. Mereka bekerja berat, tenaganya harus dijaga,” ucap Novi.
Selain dapur umum, Dinas Sosial juga mendirikan crisis centre. Dari sinilah semua data korban masuk dan tersusun: siapa yang berhasil dievakuasi, siapa yang dirawat, hingga siapa yang meninggal. Setiap kabar yang datang, seberat apa pun, disampaikan dengan hati-hati.
Di ruang krisis itu, rasa harap dan cemas keluarga korban bertemu dalam satu ruang tunggu. Sebagian menangis, sebagian terdiam dengan wajah tegang menunggu nama-nama dipanggil.
“Kami link langsung dengan Basarnas dan Pemkab Sidoarjo. Data harus akurat. Ini penting agar keluarga mendapat kepastian, meski kadang yang didengar justru kabar paling pahit,” ujar Novi.
Bagi mereka yang ditinggal selamanya, luka batin seringkali lebih dalam dari luka fisik. Maka berdirilah trauma center, tempat keluarga korban, terutama anak-anak, mendapat pendampingan psikososial.
“Banyak yang histeris, ada juga anak-anak yang ketakutan. Dukungan psikologis ini penting agar mereka tetap terkontrol jiwanya. Tim kami terdiri dari pekerja sosial terlatih. Kami tidak hanya mendampingi keluarga korban, tapi juga anak-anak yang ikut berada di lokasi,” ucap Novi.
Pendampingan ini berlangsung terus, dari hari ke hari, karena duka tidak selesai dalam semalam. Satu kalimat sederhana dari relawan psikososial bisa berarti pijakan bagi hati yang sedang retak.
Di balik semua layanan itu, ada pasukan sunyi yang menjaga mesin kemanusiaan tetap menyala, para relawan. Ada 75 orang setiap hari, terbagi dalam dua sif, pagi hingga malam, malam hingga pagi berikutnya.
Dari Tagana, Pramuka, Fatayat, alumni santri, hingga masyarakat biasa, mereka datang bergantian, tanpa pamrih.
Tapi tubuh manusia ada batasnya. Rasa lelah, pegal, bahkan tensi darah yang naik kerap melanda. “Mereka ini masak ratusan porsi, bahkan ribuan. Wajar kalau kelelahan,” ujar Novi.
Di sinilah kejutan datang. Seorang anggota DPRD Jawa Timur, dr. Benjamin, yang juga mitra kerja Komisi E, hadir memberikan dukungan berbeda, suntikan vitamin C.(*)