KETIK, LUMAJANG – Usaha pemerintah pusat untuk membantu petani tebu di Lumajang dengan program bongkar ratoon calon penerima calon lahan (CPCL) hanya terserap 6 persen saja.
Dari target 2.500 hektare dengan dana bantuan Rp4 Juta per hektare tidak termasuk bantuan bibit, gagal diserap oleh petani tebu di Kabupaten Lumajang karena sebagian besar petani tidak tergabung dalam Gabungnan Kelompok Tani (Gapoktan).
Ketua APTRI Jawa Timur Drs. H. Suigsan MM menyatakan, kecilnya daya serap bantuan ini sangat disayangkan, karena jika terserap semuanya akan sangat membantu petani tebu Lumajang.
Program ini akan menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya Swasemba Pangan, khususnya swasembada gula.
"Kami hari ini mengadakan rapat dengan beberapa pihak, termasuk dengan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) Jatiroto untuk membahas kecilnya serapan bantuan ini. Data yang kami peroleh bantuan dari pemerintah pusat itu hanya terserap sekitar 150 hektar saja," kata H. Suigsan.
Masih kata H. Suigsan yang juga Ketua DPD Partai Golkar Lumajang, jika tidak berhasil diserap pada tahun ini diharapkan dana bantuan ini masih bisa dialokasikan pada tahun 2026.
"Harapan kami program ini menjadi program Multi Years, sehingga tahun depan masih bisa digunakan oleh petani tebu di Lumajang," ujarnya kemudian.
H. Suigsan juga mengatakan, anggaran untuk bongkar ratoon ini sekitar Rp10 miliar karena setiap petani akan mendapatkan bantuan biaya garap Rp4 juta per hektare.
"Itu tidak termasuk bantuan bibit, hanya biaya garap saja. Bibitnya juga dibantu oleh pemerintah pusat," jelasnya.
Karena dana tersebut penyerapannya hanya sampai akhir Desember 2025, maka kemungkinan besar serapannya tidak akan besar sesuai yang diharapkan pemerintah.
"Ya kalaupun ada tambahan serapan bantuan ini, saya yakin tidak akan besar. Karena waktunya sudah dekat dengan akhir desember," urainya kemudian.
Dana bantuan yang tidak terserap ini akan kembali ke Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementerian Pertanian.(*)