KETIK, SURABAYA – Art Subs menggelar wicara seniman bertajuk “Material Ways: Tanah Liat, Memori, dan Sublimitas dalam Praktik Seni Kontemporer” di Selasar Balai Budaya, Balai Pemuda Surabaya, Rabu, 27 Agustus 2025. Acara ini menghadirkan seniman Endang Lestari dan Hermawan Dasmanto, dengan Nirwan Dewanto sebagai moderator.
Moderator sekaligus kurator Art Subs, Nirwan Dewanto, membuka diskusi dengan pertanyaan seputar kedekatan seniman dengan material tanah.
“Apa sebenarnya makna medium lempung atau tanah dalam proses imajinasi berkarya?” ujar Nirwan.
Seniman keramik Endang Lestari mengungkapkan bahwa karyanya di Art Subs bukan lagi soal teknik atau bentuk keramik, melainkan pengalaman esensial dari material itu sendiri.
“Sebagai seniman keramik, kali ini yang ingin saya tampilkan adalah esensi dari wujudnya. Keramik yang tadinya berbentuk tiga dimensi saya hancurkan, lalu ubah jadi serbuk. dan dari situ muncul karya yang lebih sederhana, tapi justru bisa memunculkan rasa kedekatan seperti kembali ke bumi atau ke leluhur,” kata Endang.
Menurutnya, proses kreatif itu bukan sesuatu yang instan.
“Perjalanan saya hampir 30 tahun sampai akhirnya bisa merangkum pengalaman itu dalam butiran terakota. Semua orang dapat menginterpretasikan karya yang saya buat tersebut dalam berbagai macam perasaan apapun, dan yang penting bisa merasakannya ke dalam hatinya,” tambahnya.
Ia juga menyebut tanah sebagai simbol asal-usul manusia.
“Tanah adalah awal dan akhir hidup kita. Oleh karena itu, lewat karya ini saya ingin menyampaikan dan mengingatkan kepada generasi muda agar tetap menjaga dan mencintai alam,” ucapnya.
Sementara itu, Hermawan Dasmanto menyoroti bagaimana tanah bisa membuka kesadaran baru ketika diperlakukan di luar fungsi biasanya. Dalam karyanya, genteng ditata ulang bukan sebagai atap, tetapi sebagai instalasi yang menghadirkan makna lain.
“Bagi saya ini riset awal. Kita perlu memikirkan ulang fungsi dan bentuk material yang sangat dekat dengan kita. Genteng, misalnya, tidak harus selalu jadi penutup bangunan. Kalau ditata ulang, bisa menghadirkan pengalaman baru, bahkan jadi kritik politik atas cara kita memandang benda sehari-hari,” jelas Hermawan.
Diskusi ditutup dengan refleksi Nirwan bahwa material sederhana seperti tanah, genteng, atau batu bata sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, tetapi kerap tidak kita sadari.
“Benda-benda itu ada di sekitar kita, kita hidup bersama mereka, tapi sering kita abaikan. Justru dari kesadaran itu, kita bisa menemukan makna yang lebih dalam,” pungkasnya.
Acara yang didukung Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia ini menjadi bagian dari rangkaian program Art Subs untuk mendorong eksplorasi material dan praktik seni kontemporer di ruang publik Surabaya. (*)