Warga Apartemen Bale Hinggil Datangi DPRKPP Surabaya, Tuntut Keadilan setelah Hidup Tanpa Listrik dan Air Sejak April

13 Oktober 2025 20:32 13 Okt 2025 20:32

Thumbnail Warga Apartemen Bale Hinggil Datangi DPRKPP Surabaya, Tuntut Keadilan setelah Hidup Tanpa Listrik dan Air Sejak April
Warga Apartemen Bale Hinggil saat di DPRKPP Surabaya. (Foto: dok. Pribadi)

KETIK, SURABAYA – Di tengah panasnya Kota Surabaya, puluhan warga Apartemen Bale Hinggil datang berbondong-bondong ke kantor Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPRKPP) Kota Surabaya, Senin 13 Oktober 2025.

Bukan untuk mengurus administrasi atau meminta bantuan sosial, mereka datang membawa keluhan yang sudah menyesakkan selama berbulan-bulan hidup tanpa listrik dan air sejak April lalu.

Mereka datang dengan wajah lelah, tapi penuh tekad. Di tangan mereka tergenggam map berisi surat tuntutan, dan di hati mereka tersimpan satu harapan: agar pemerintah kota mendengar suara warga yang selama ini hidup dalam gelap dan haus secara harfiah.

“Kami sudah berbulan-bulan tanpa air dan listrik karena belum ada titik temu antara warga dan pengelola,” ujar Hariyangsih, salah satu perwakilan warga Apartemen Bale Hinggil.

Bagi Hariyangsih dan puluhan keluarga lainnya, hari-hari tanpa air dan listrik bukan sekadar ketidaknyamanan, tapi ujian hidup. Anak-anak mereka harus belajar dengan senter atau lilin, para orang tua menimba air dari luar kompleks, dan lansia harus bertahan di udara panas tanpa kipas.

“Kami hanya ingin hak kami dipenuhi. Listrik dan air itu kebutuhan pokok, bukan fasilitas tambahan,” katanya dengan nada tegas namun getir.

Permasalahan warga Apartemen Bale Hinggil bukan hanya tentang fasilitas yang terputus. Di balik gelapnya malam tanpa listrik, tersimpan persoalan pelik antara warga dan pihak pengelola, PT Tlatah Gema Anugerah.

“Kalau pengembang masih menunggak PBB tapi bersikap sewenang-wenang kepada warga, itu tidak adil. Kami berharap Pemkot memberikan tindakan tegas,” ujar Hariyangsih.

Warga menilai pengembang justru melanggar tanggung jawabnya sebagai pengelola, termasuk tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencapai sekitar Rp7 miliar. Ironisnya, sebagian warga yang sudah memenuhi kewajiban pembayaran justru kehilangan akses terhadap fasilitas dasar.

“Ini jelas tidak adil. Ada yang belum bayar tapi listrik dan airnya tetap menyala, sementara kami yang taat justru diputus,” keluhnya.

Kondisi itu memunculkan rasa frustasi dan ketidakpercayaan. Tak hanya air dan listrik, kini persoalan kepemilikan unit pun menggantung.

“Kami sudah bayar lunas, tapi sampai sekarang AJB belum juga ditandatangani. Kami butuh kepastian hukum atas kepemilikan tempat tinggal kami,” ujar Hariyangsih.

Ketika jalan negosiasi dengan pengelola buntu, warga memutuskan untuk memperjuangkan haknya lewat jalur hukum dan advokasi.

Mereka menyerahkan surat resmi ke DPRKPP dan melaporkan dugaan pelanggaran ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, KPK, dan kepolisian.

“Ini bukan lagi soal administrasi, tapi soal kejujuran dan tanggung jawab. Kami sudah melaporkan dugaan pelanggaran ini ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, KPK, dan kepolisian,” tegas Hariyangsih.

Di tengah kelelahan dan ketidakpastian, satu harapan tetap mereka bawa agar Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mau mendengarkan langsung suara warga.

“Kami berharap bisa menyampaikan aspirasi kami secara langsung dan didengarkan oleh Pak Wali Kota Eri Cahyadi. Kami percaya beliau bisa memberikan keadilan bagi warga yang selama ini terabaikan,” pungkasnya.

Perjuangan warga Apartemen Bale Hinggil adalah potret kecil dari bagaimana rakyat berjuang untuk hak-hak dasarnya.  (*)

Tombol Google News

Tags:

Bale Hinggil Apartemen Bale Hinggil DPRKPP Surabaya Surabaya hidup tanpa air Warga Surabaya