Tekan Gangguan Ketertiban Masyarakat, Komisi A DPRD Jatim Dorong Revisi Perda Trantibum

28 Oktober 2025 16:48 28 Okt 2025 16:48

Thumbnail Tekan Gangguan Ketertiban Masyarakat, Komisi A DPRD Jatim Dorong Revisi Perda Trantibum
Juru bicara Komisi A DPRD Jatim, Sumardi. (Foto: Martudji/Ketik.com)

KETIK, SURABAYA – Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur (Jatim) menyampaikan nota penjelasan sebagai pemrakarsa Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 1 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan ketenteraman, ketertiban umum, dan perlindungan masyarakat (Trantibum).

Nota penjelasan tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Jatim pada Senin, 27 Oktober 2025.

Juru bicara Komisi A DPRD Jatim, Sumardi, menegaskan perubahan diperlukan untuk merespons gangguan ketertiban yang lahir dari perkembangan teknologi digital dan pola interaksi sosial baru. 

Ia menyatakan, kewenangan pembentukan Perda melekat pada pemerintah daerah sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, termasuk urusan penanganan gangguan ketertiban umum lintas kabupaten/kota di tingkat provinsi.

“Pemerintah daerah berwenang membentuk Perda dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan,” ujar Sumardi.

Sumardi secara khusus menyoroti bahwa praktik judi dan pinjaman ilegal berbasis teknologi informasi telah menjadi isu mendesak yang memukul kelompok rentan, terutama ekonomi menengah bawah dan generasi muda.

“Keterlibatan masyarakat dalam perjudian sering kali menimbulkan masalah ekonomi yang kemudian mendorong mereka mencari akses pembiayaan cepat melalui pinjaman ilegal berbasis teknologi informasi,” katanya.

Ia melanjutkan, situasi ini menciptakan lingkaran setan yang menempatkan individu maupun keluarga dalam posisi rentan dan melahirkan problem sosial serius, seperti tindak kriminal, tekanan psikologis, konflik keluarga, bahkan tindakan bunuh diri.

Komisi A memaparkan ruang lingkup perubahan kedua ini. Pertama, penambahan cakupan gangguan ketertiban pada ruang digital serta aspek pangan. Kedua, penetapan batas larangan penggunaan pengeras suara, statis maupun nonstatis dengan ambang intensitas yang terukur objektif dalam kerangka tertib lingkungan. 

Ketiga, pengaturan pencegahan perjudian dan pinjaman ilegal berbasis TI melalui edukasi publik, patroli digital, monitoring, relawan digital, serta rehabilitasi bagi korban.

Keempat, pelaksanaan rehabilitasi dan pemberdayaan masyarakat rentan, dengan penekanan pada literasi keuangan dan kesehatan mental. 

Kelima, pelarangan produksi dan peredaran pangan tercemar atau berasal dari bahan non-pangan disertai sanksi administratif dan pidana. Keenam, penguatan peran serta masyarakat secara partisipatif, bukan represif dalam menjaga ketertiban umum. 

“Penataan ketertiban umum merupakan bagian dari upaya mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis, aman dan bermartabat,” ucapnya.

Sumardi menambahkan, landasan perubahan ini tetap mereferensi Perda Nomor 1 Tahun 2019 yang telah diubah dengan Perda Nomor 2 Tahun 2020. Namun, kini diperluas agar sejalan dengan dinamika lapangan dan kebutuhan perlindungan warga.

“Perubahan Perda ini berangkat dari kondisi empiris adanya gangguan ketertiban dan ketentraman umum yang bersumber dari perkembangan teknologi digital serta pola konsumsi dan interaksi sosial baru yang belum sepenuhnya terakomodasi dalam regulasi sebelumnya,” ujarnya.

Terkait itu, Komisi A berharap rancangan tersebut segera dibahas dan ditetapkan sesuai mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan.

“Melalui perubahan kedua atas perda Nomor 1 Tahun 2019 ini, DPRD Provinsi Jawa Timur bersama pemerintah Provinsi Jawa Timur menegaskan komitmen untuk melindungi masyarakat dari ancaman sosial yang berkembang seiring kemajuan teknologi,” pungkasnya. (*)

Tombol Google News

Tags:

Rapat Paripurna DPRD Jatim DPRD Jatim Trantibum perda trantibum