KETIK, YOGYAKARTA – Di tengah gempuran produk modern, Dusun Beji di Kalurahan Sidoarum, Kapanewon Godean, Sleman, gigih mempertahankan identitasnya sebagai pusat warisan budaya.
Kampung ini, yang telah menjadi Sentra Kerajinan Blangkon sejak lama, kini didorong menjadi destinasi ideal wisata edukasi, terutama bagi pelajar yang menjalani study tour maupun keluarga pada periode liburan akhir tahun.
Dukuh Beji, Warsidi, menegaskan bahwa kerajinan blangkon di wilayahnya bukan sekadar usaha, melainkan warisan turun-temurun yang telah ada jauh sebelum era 1950-an, menjadikannya sentra tertua di Sleman.
"Pembuatan blangkon ini telah menjadi warisan turun-temurun dari nenek moyang. Dahulu, satu-satunya pengrajin blangkon di Sleman hanya ada di Beji, meskipun kini sudah berkembang di beberapa wilayah lain," tutur Warsidi.
Saat ini, terdapat sekitar 14 perajin aktif yang tergabung dalam paguyuban, mereka bisa memproduksi berbagai gaya blangkon klasik seperti Ngayogyakarta, Surakarta, Banyumasan, dan Mataraman.
Keahlian Turun-Temurun: Perajin di Sentra Blangkon Beji, Godean, Sleman, sedang merampungkan proses penjahitan dan pelipatan blangkon, sebuah warisan budaya yang telah bertahan sejak era Jepang. (Foto: Fajar Rianto/Ketik.com)
Kualitas Warisan Keraton dan Pasar Global
Kualitas blangkon Beji bukan isapan jempol. Khoirudin (75), seorang perajin senior yang memulai usahanya sejak 1965, membuktikan bahwa produknya dipercaya oleh pihak Keraton Yogyakarta. Ia pernah melayani pesanan hingga 500 buah untuk keperluan abdi dalem dan kerabat keraton.
Tak hanya lingkar Keraton, karya perajin Beji juga menjangkau publik figur nasional, termasuk pesanan 275 blangkon gaya Yogyakarta untuk panitia pernikahan artis Raffi Ahmad.
Bahkan, blangkon Beji telah menembus pasar internasional, dengan pesanan yang dikirimkan ke Suriname, Jepang, dan Malaysia. Harga jualnya bervariasi, mulai dari Rp75.000 hingga produk batik sutra atau batik tulis yang mencapai jutaan rupiah.
Arif Suka Rahmawan, salah satu pengurus Kelompok Perajin Blangkon Rukun Agawe Sentosa, mengatakan bahwa sentra ini terbuka lebar bagi wisatawan.
"Banyak siswa dan kelompok dari luar daerah datang ke Beji untuk belajar membuat blangkon secara langsung. Kunjungan ini memberikan nilai edukasi tinggi karena wisatawan menyaksikan proses pembuatan yang sebagian besar masih manual," ujarnya.
Diskominfo Ungkit Eksposur Media
Potensi budaya ini kembali mencuat di media setelah Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Pemerintah Kabupaten Sleman menggelar pers tour bertema ‘Menelusuri Kearifan Lokal: Dari Klinting Ngawen Hingga Blangkon Beji’.
Kegiatan yang berlangsung pada Sabtu 29 November 2025 ini bertujuan memberikan ruang publikasi lebih luas bagi kerajinan tradisional.
Kepala Dinas Kominfo Sleman, Budi Santoso, mengungkapkan bahwa eksposur mengenai kerajinan blangkon ini di media mulai berkurang dalam beberapa tahun terakhir.
"Pemberitaan di media mengenai Blangkon Beji terakhir diperbarui sekitar tahun 2021. Itulah yang mendorong kami mengajak sobat media berkolaborasi untuk kembali mengangkat, mengekspos, dan memberikan manfaat bagi Padukuhan Beji," terang Budi Santosa Kamis 4 Desember 2025.
Diakui Budi, pers tour tempo hari menjadi upaya strategis Pemkab Sleman untuk menghidupkan kembali narasi dan promosi sentra Blangkon Beji sebagai kekayaan budaya lokal.
Kerajinan logam klinting dan klontong dari Padukuhan Ngawen, Godean, Sleman. Sebelum pandemi, kerajinan kuningan ini merupakan mata pencaharian utama sejumlah warga di wilayah Ngawen. (Foto: Fajar Rianto/Ketik.com)
Tantangan Regenerasi dan Harapan HKI
Meskipun mendapat perhatian kembali, para perajin menghadapi tantangan besar terkait regenerasi dan persaingan ketat. Dukuh Beji, Warsidi, mengungkapkan harapan agar para perajin selalu menerima kunjungan maupun pendampingan dari dinas terkait.
"Para pengrajin blangkon selalu berharap menerima pendampingan seperti ini, yang nantinya memberi dampak positif pada proses produksi hingga pemasaran, serta membantu kami mencari solusi dari berbagai kendala yang ada," katanya.
Harapan krusial lainnya adalah dukungan pemerintah, khususnya untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) guna melindungi ciri khas dan identitas produk blangkon Beji, menjamin pelestarian warisan budaya ini di tengah arus modernisasi.
Menjaga Gema Klinting Kuningan Ngawen
Setelah rangkaian eksplorasi kekayaan budaya di Sentra Blangkon Beji, rombongan press tour yang diselenggarakan oleh Diskominfo Sleman melanjutkan perjalanan ke lokasi kedua: Sentra Pengrajin Logam (Klinting) di Padukuhan Ngawen, Sidokarto, Godean.
Kunjungan ini menyoroti fokus Pemkab Sleman yang tidak hanya terbatas pada satu warisan budaya, melainkan menyasar potensi lokal yang mulai terpinggirkan. Kepala Dukuh Ngawen, Imam Nugroho, menjelaskan bahwa sebelum pandemi Covid-19, kerajinan logam khususnya produksi klinting (lonceng kecil) dan klontong menjadi mata pencaharian utama hampir satu rukun tetangga (RT) di wilayahnya.
"Namun, saat pandemi berlangsung sekitar tahun 2020, pendapatan para pengrajin mengalami penurunan yang cukup signifikan," ungkap Imam Nugroho.
Penurunan ini mengancam keberlanjutan kerajinan kuningan yang telah menjadi identitas lokal tersebut. Oleh karena itu, kunjungan wartawan dan kolaborasi dengan Diskominfo Sleman disambut baik. Imam Nugroho berharap, publikasi yang dihasilkan dari press tour ini dapat menjadi solusi awal.
"Dengan adanya kunjungan ini, kami berharap kerajinan kuningan di Padukuhan Ngawen dapat kembali eksis dan dilestarikan. Kami ingin mendapat solusi agar kerajinan ini dapat dikenal oleh masyarakat lebih luas lagi, serta membuka kembali peluang pasar yang sempat hilang," pungkasnya, menunjukkan pentingnya peran media dalam revitalisasi ekonomi dan budaya lokal. (*)
