KETIK, SLEMAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman mengguncang jagat hukum dan politik di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada akhir September 2025. Di bawah kepemimpinan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sleman, Bambang Yunianto, SH MH, institusi tersebut menetapkan mantan Bupati Sleman dua periode, Sri Purnomo (SP), sebagai tersangka.
Penetapan ini terkait dugaan korupsi dana hibah pariwisata Sleman tahun anggaran 2020. Keputusan berani ini diumumkan langsung oleh Bambang Yunianto di kantornya pada Selasa, 30 September 2025.
Sejumlah pihak menilai, penetapan tersangka ini merupakan bukti nyata komitmen Kejari Sleman dalam memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Kasus yang menjerat mantan orang nomor satu di Sleman terkait dugaan penyimpangan dana hibah pariwisata dari Kementerian Keuangan RI. Dari total anggaran sekitar Rp 68,5 miliar, perbuatan tersangka di taksir menyebabkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 10,95 miliar.
Bambang Yunianto: Jaksa Karier dengan Rekam Jejak Mentereng
Sosok Bambang Yunianto kini menjadi sorotan utama. Pria berusia 47 tahun kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan ini adalah seorang jaksa karier yang menjabat sebagai Kajari Sleman sejak Juni 2024. Keputusannya menyeret tokoh daerah sekaliber Sri Purnomo menunjukkan ketegasannya dalam penegakan hukum.
Bambang Yunianto bukanlah nama baru dalam penindakan korupsi. Sebelum memperoleh promosi jabatan menjadi Kajari Sleman, ia menjabat sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) pada Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (2022–2024), sebuah posisi kunci yang menuntut keahlian dalam mengusut perkara korupsi besar.
Kajari Sleman Bambang Yunianto saat berbicara langsung dan terbuka mengenai penetapan tersangka Sri Purnomo, 30 September 2025. (Foto: Tangkapan Layar)
Meski lahir di Kalimantan, namun sejak SD dirinya bersekolah di Boyolali, Jawa Tengah. Ia menempuh pendidikan tinggi di bidang hukum, meraih gelar Sarjana Hukum (SH) dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dan Magister Hukum (MH) dari Universitas Pasundan. Selain keahlian di bidang pidana khusus, pengalamannya sebagai Kepala Bagian Protokol dan Pengamanan Pimpinan di Kejaksaan Agung RI (2018) juga memberinya bekal komunikasi publik dan manajerial yang kuat.
Keterbukaan dan Sinergi Kuat dengan Media
Bambang Yunianto merupakan Kajari yang paling populer di DIY. Dirinya dikenal sebagai Kajari yang sangat komunikatif dan terbuka kepada pers. Sejak awal penugasannya di Sleman, ia aktif menjalin sinergi dengan wartawan, bahkan langsung mengadakan coffee morning tak lama setelah menjabat, sebagai simbol transparansi institusi yang dipimpinnya. Kedekatan ini sangat krusial, terutama saat menangani kasus besar yang melibatkan pejabat publik.
Keputusan Bambang untuk berbicara langsung dan terbuka mengenai penetapan tersangka Sri Purnomo, setelah memeriksa kurang lebih 300 saksi, disambut baik oleh rekan-rekan media dan publik. Transparansi seperti ini menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik.
"Saya tidak ada beban apapun dalam menangani perkara ini," ucap Bambang Yunianto pada Kamis, 2 Oktober 2025.
Pernyataan tersebut menampik isu yang sempat beredar bahwa Kejari Sleman telah 'masuk angin' dan sekaligus menegaskan keseriusannya dalam menuntaskan perkara ini. Sebelumnya, ia berulang kali meminta wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) untuk bersabar, mengingat perlunya waktu yang cukup untuk menyusun konstruksi hukum yang kuat.
Sikap Profesional Kejari Sleman
Dalam keterangannya, Bambang Yunianto memastikan bahwa proses penyidikan berjalan secara profesional, objektif, dan proporsional.
Meskipun Sri Purnomo telah ditetapkan sebagai tersangka, hingga berita ini diturunkan pada Kamis, 2 Oktober 2025, yang bersangkutan belum dilakukan penahanan.
"Penyidik memiliki pertimbangan tersendiri mengenai hal ini," jelasnya, sembari memastikan bahwa Sri Purnomo akan segera dipanggil untuk diperiksa dengan status barunya sebagai tersangka.
Penetapan tersangka ini menjadi sinyal kuat dari Kejari Sleman di bawah kepemimpinan Bambang Yunianto bahwa upaya pemberantasan korupsi di lingkungan pemerintah daerah akan terus dilakukan tanpa memandang latar belakang jabatan maupun kekuasaan politik. (*)