KETIK, BANGKALAN – Sengketa kepemilikan lahan yang ditempati salah satu gedung UPTD SD Balung, Kecamatan Arosbaya, Bangkalan, kembali mencuat.
Pemilik lahan, H Mansur, mendesak Pemerintah Kabupaten Bangkalan agar segera turun tangan menyelesaikan persoalan yang disebutnya telah berlarut-larut selama puluhan tahun tanpa kejelasan.
H Mansur menjelaskan, lahan yang kini ditempati sebagian bangunan sekolah tersebut memiliki sertifikat resmi Nomor 09.1140 yang terbit sejak 1986 atas nama ahli waris keluarganya. Saat sertifikat diterbitkan, lahan tersebut masih berupa tanah kosong dan belum terdapat bangunan apa pun.
“Karena proses balik nama tidak ditandatangani kepala desa, akhirnya saya tempuh jalur hibah melalui notaris, disertai persetujuan seluruh ahli waris. Sertifikat hibah kini atas nama saya, Haji Mansur,” ujarnya kepada wartawan.
Menurutnya, upaya penyelesaian secara kekeluargaan telah dilakukan berkali-kali sejak tahun 2001 sampai 2020, termasuk melalui mediasi di tingkat desa, Polsek, hingga pertemuan dengan pihak dinas terkait, namun seluruh upaya tersebut dinilai tidak membuahkan hasil.
“Mediasi sudah berkali-kali, bukti rekaman ada. Pemerintah mengakui tanah ini milik saya sesuai sertifikat, tapi sampai sekarang tidak ada penyelesaian konkret. Yang ada hanya janji-janji kosong,” tegasnya Rabu, 17 Desember 2025.
H Mansur menyebut telah melayangkan somasi dan mendapat respons dari Bupati Bangkalan yang berencana menggelar musyawarah. Namun, jadwal mediasi masih menunggu kepulangan kuasa hukumnya. Ia berharap Pemkab Bangkalan menunjukkan itikad baik dengan segera datang langsung menemuinya.
“Kalau memang niat baik, datang saja. Selesaikan dengan saya. Kalau sudah jelas, silakan dibangun sekolah yang layak. Kondisi bangunan sekarang sudah tidak layak,” ungkapnya.
Meski demikian, H Mansur menegaskan tidak ingin mengganggu proses belajar mengajar. Aktivitas pendidikan tetap berjalan, karena masih terdapat gedung sekolah lain di luar lahan yang disengketakan.
“Saya masih punya etikat baik. Kegiatan belajar mengajar tetap jalan. Gedung yang berada di luar sertifikat masih dipakai. Yang ini saja sementara tidak digunakan sambil menunggu hasil mediasi,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika tidak ada titik temu, akan menempuh jalur hukum dan rencananya lahan tersebut akan dimanfaatkan sebagai gudang untuk kelompok tani yang dikelolanya.
Sementara itu, Kepala UPTD SD Balung, Suprianto, menegaskan pihak sekolah memilih fokus pada tugas utama sebagai institusi pendidikan. Ia menolak berkomentar di luar kewenangannya terkait sengketa lahan.
“Kami sebagai pendidik hanya berkomitmen melindungi anak didik dan guru serta memastikan proses belajar mengajar tetap berjalan. Di luar itu bukan yurisdiksi kami,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi keterbatasan ruang kelas, pihak sekolah menerapkan sistem belajar dua gelombang. Kelas 1 hingga 3 masuk pukul 07.00–09.00 WIB, sedangkan kelas 4 hingga 6 belajar pukul 09.00–12.00 WIB, tanpa mengurangi jam pelajaran.
“Total siswa sekitar 180 lebih. Proses belajar tetap berjalan normal dengan memanfaatkan ruang yang tidak bersengketa,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemkab Bangkalan belum memberikan keterangan resmi terkait jadwal mediasi lanjutan. Sengketa ini pun masih menunggu kepastian penyelesaian yang diharapkan tidak merugikan dunia pendidikan maupun hak kepemilikan warga. (*)
