KETIK, BANGKALAN – Peringatan Maulid Nabi Muhammad saw di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) tahun ini menghadirkan pesan istimewa bagi generasi muda, khususnya mahasiswa.
Di tengah derasnya arus digitalisasi yang sering kali membawa tantangan dan godaan, mahasiswa diajak untuk kembali pada esensi perintah pertama dalam Al-Qur'an yakni Iqra yang artinya bacalah.
Makna membaca yang dimaksud tidak sekadar melafalkan teks dengan membaca. Melainkan kemampuan untuk menembus esensi, membaca realitas, memahami fenomena, hingga menemukan akar persoalan.
“Kalau kita menjadi pembaca sejati, maka pasti jadi pembelajar. Dan pembelajar itu tidak hanya soal pengetahuan, tapi juga tentang kemampuan menghadapi perubahan,” pesan KH. Muhammad Kholil Nafis usia memberikan tausiah di UTM, Kamis, 2 Oktober 2025.
Ia menekankan bahwa membaca yang benar akan melahirkan pemahaman yang benar. Dari situlah, mahasiswa bisa mengartikulasikan gagasan, menguatkan keteguhan dalam menghadapi dinamika zaman, dan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam.
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini mengaitkan dengan ayat awal surat Al-‘Alaq yang bukan hanya berbicara tentang membaca, tetapi juga penciptaan manusia.
“Kalau kita tahu diri kita, maka kita akan mengenal Tuhan. Ilmu anatomi yang dipelajari di fakultas kedokteran adalah contoh bagaimana manusia bisa mengenal keagungan Allah lewat penciptaan dirinya sendiri,” ujarnya.
Ia pun menyinggung rencana UTM membuka Fakultas Kedokteran, yang dianggap sebagai salah satu puncak ilmu. Namun, lebih dari sekadar prestise akademik, inti dari ilmu adalah pengenalan diri yang membawa manusia semakin dekat kepada Tuhannya.
Ulama asal Sampang Madura ini juga menyoroti tantangan di era digital, mahasiswa kerap terjebak pada bacaan instan yang berseliweran di media sosial. Validitas dan otentisitas ilmu sering kali dipertanyakan, sementara minat membaca karya ilmiah menurun drastis.
“Sekarang berapa mahasiswa yang rajin membaca jurnal atau buku dalam seminggu. Bisa dihitung dengan jari. Kalau tradisi membaca runtuh di perguruan tinggi, maka nilai akademik juga akan runtuh,” tegasnya.
Menurutnya, tantangan utama mahasiswa saat ini adalah bagaimana menjaga tradisi membaca dengan benar, tidak sekedar membaca ringkasan atau informasi ringan, tetapi juga mendalami sumber-sumber yang valid dan berkualitas.
Hal senada disampaikan Rektor Universitas Trunojoyo Madura Prof. Dr. Safi', melalui peringatan maulid nabi ini, mahasiswa UTM diingatkan untuk meneladan Rasulullah sebagai figur pembelajar sejati.
Nabi Muhammad saw bukan hanya sosok yang berakhlak mulia, tetapi juga penyebar ilmu yang menghargai tradisi membaca, menulis, dan berpikir kritis.
“Kalau mahasiswa bisa membaca dengan benar, mengartikulasikan ilmunya, serta punya keteguhan dalam perubahan masyarakat, insya Allah akan maju,” tutupnya.
Peringatan Maulid Nabi di UTM pun menjadi lebih dari sekadar seremoni tahunan. Melainkan menjadi ruang refleksi bagaimana mahasiswa dapat menjadi pembaca sejati yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kuat secara spiritual dan moral dalam menghadapi dunia yang kian komplek.
Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menegaskan kembali pentingnya budaya literasi sebagai fondasi bagi mahasiswa untuk menjadi pembelajar sejati.
“Roh kampus itu adalah akademik, dan roh akademik itu ya semangat memperkaya literasi,” tegas Safi' saat ditemui usai perayaan Maulid Nabi Muhammad saw.
Di tengah gempuran digitalisasi, keberhasilan sebuah perguruan tinggi tidak hanya ditentukan oleh teknologi atau infrastruktur, tetapi juga oleh sejauh mana literasi tumbuh menjadi budaya di kalangan civitas akademika.
"Literasi telah disiapkan kampus, tinggal bagaimana ini menjadi budaya bagi dosen dan mahasiswa untuk terus belajar, belajar, dan belajar,” pungkasnya. (*)