KETIK, YOGYAKARTA – Melalui momen bertajuk Sahid Raya Exclusive Concert "Waktu yang Dinanti", grup musik papan atas Indonesia, Ungu, berhasil mencatatkan sejarah baru dalam perjalanan karier mereka. Konser eksklusif ini digelar megah di Indraprasta Grand Ballroom, Sahid Raya Hotel & Convention Yogyakarta, Sabtu malam, 22 November 2025.
Selama dua jam penuh, mulai pukul 21.00 WIB, band yang digawangi Pasha (vokal), Enda (gitar), Oncy (gitar), Makki (bas), dan Rowman (drum) ini menyuguhkan pertunjukan dengan tata produksi berstandar internasional yang untuk pertama kalinya mereka hadirkan di Indonesia.
Ungu membuka penampilannya dengan membawakan lagu "Hampa Hatiku". Malam itu menjadi momen "pecah telur" bagi Ungu karena didukung megahnya tata panggung dan pencahayaan yang memanjakan mata. Penampilan visual para personel juga tampil beda. Setelah puluhan tahun berkarya di industri musik, untuk pertama kalinya Ungu tampil mengenakan batik, khususnya motif Batik Cirebon.
"Setelah puluhan tahun, baru hari ini di Yogyakarta kami memakai batik. Meski batik Cirebon, padahal batik itu tidak lepas dari Yogyakarta. Artinya, batik bisa diterima di mana saja," ujar Pasha di atas panggung, menandai penghormatan band tersebut terhadap budaya lokal di tengah konser yang dikemas modern.
Nostalgia Naratif dan Stamina Prima
Sepanjang durasi 120 menit pertunjukan, Ungu tidak sekadar membawakan lagu demi lagu secara maraton, melainkan menyisipkan narasi di setiap jeda pergantian lagu. Sang vokalis aktif mengajak penonton berdialog, meminta mereka mengingat kembali memori masa lalu saat lagu-lagu tersebut dirilis.
Repertoar lebih dari 15 lagu hits disusun apik, mulai dari nomor ballad yang menyayat hati seperti "Demi Waktu", "Kekasih Gelapku", "Cinta Dalam Hati", dan hingga lagu-lagu yang jarang dibawakan saat konser seperti "Aku Bukan Pilihan Hatimu" dan "Saat Bahagia".
Lagu bernuansa religi "Andai Ku Tahu", nomor rock "Sejauh Mungkin" dan "Penguasa Hati", serta lagu up-beat "Seperti Mati Lampu" turut melengkapi daftar lagu malam itu. Konsep naratif ini membuat setiap lagu terasa lebih personal dan membangkitkan memori kolektif para Cliquers atau sebutan untuk penggemar (fans) Ungu yang hadir.
Hal lain yang mencuri perhatian adalah stamina prima Sigit Purnomo alias Pasha. Meski tampil sangat energik berlarian menguasai panggung dengan nada-nada tinggi. ia menunjukkan performa fisik yang luar biasa.
Eloknya, di tengah intensitas pertunjukan yang menguras tenaga tersebut, Pasha nyaris tidak terlihat minum. Kendati demikian, kualitas vokal dan energinya tetap stabil tanpa jeda hingga konser berakhir.
Malam itu Pasha berhasil membangun dramaturgi panggung yang cair dan intim melalui konsep naratif. Di sela-sela jeda lagu, ia aktif berdialog, memancing memori penonton tentang peran lagu-lagu Ungu dalam kehidupan mereka.
"Banyak yang cerita, dulu saat masih pacaran, banyak yang 'nembak' pacarnya atau belajar main gitar menggunakan lagu Ungu. Pertanyaannya, sekarang masih tahu lagu Ungu tidak?" tanya Pasha yang langsung disambut riuh tawa dan teriakan konfirmasi dari ribuan Cliquers bahwa karya mereka masih melekat kuat di ingatan.
Suasana berubah menjadi lebih emosional dan reflektif ketika intro lagu "Kekasih Gelapku" mulai berkumandang. Sebelum melantunkan liriknya, Pasha memberikan pengantar singkat namun menohok. Dengan nada serius namun santai, ia menyampaikan narasi yang memberikan kedalaman makna tersendiri sebelum penonton larut dalam paduan suara massal yang syahdu. Suasana serupa juga terjadi saat Pasha membawakan lagu "Sejauh Mungkin".
Romantisme dan Stamina Prima
Tidak membiarkan penonton terlalu lama dalam kesedihan, Pasha segera mengubah atmosfer menjadi penuh romantisme di sesi selanjutnya. Ia mengajak penonton yang hadir bersama pasangannya untuk saling berpegangan tangan dan menatap mata satu sama lain.
Momen magis tercipta begitu Pasha menyanyikan bait, "Menatap indahmu senyuman, mengerti akan hadirnya cinta terindah. Aku ingin engkau selalu..." Ribuan penonton pun hanyut, menjadikan ruang konser dipenuhi aura kasih sayang yang hangat seiring alunan lagu "Tercipta Untukku".
Interaksi Tanpa Sekat
Vokalis Ungu, Pasha, menyapa dan bernyanyi langsung di tengah kerumunan penonton, menegaskan momen interaksi tanpa sekat di Yogyakarta. Aksi Pasha yang mendatangi penggemar hingga bagian belakang venue ini disambut antusias dan dimanfaatkan untuk berfoto bersama. (Foto: Fajar Rianto/Ketik.com)
Kehangatan konser mencapai puncaknya ketika Pasha berhasil meruntuhkan jarak antara panggung dan penonton. Ia tidak hanya turun dari panggung untuk berinteraksi, tetapi juga mengajak beberapa penonton beruntung untuk naik dan bernyanyi bersama di atas panggung.
Momen tersebut diikuti dengan aksi vokalis karismatik ini yang berhasil menghipnotis ribuan Cliquers. Dengan santainya, Pasha turun dari panggung sembari terus bernyanyi dan mendatangi para penggemarnya hingga bagian belakang area venue.
Suasana konser yang megah menjadi sangat intim dan personal, sekaligus dimanfaatkan para penggemar untuk berfoto bersama. Heboh namun tetap tertib tercipta saat vokalis Ungu, Pasha, menyapa dan bernyanyi langsung di tengah kerumunan penonton.
Savitri (48), warga Bantul, DIY, yang berhasil berinteraksi langsung, menyampaikan kesannya. "Amazing, luar biasa. Pasha tidak hanya berinteraksi dengan penonton di seputaran panggung, namun turun bahkan mendatangi para penonton/penggemarnya hingga bagian belakang," tuturnya.
Kekaguman serupa diungkapkan Risa Indriani (30) dari Klaten. "Ini bukan hanya sekadar konser, tapi pengalaman. Produksinya memang beda, dan melihat mereka pakai batik, apalagi di Jogja, itu terasa sangat istimewa," katanya.
Sementara itu, kesan mendalam disampaikan Andy (50), yang datang jauh dari Malang, Jawa Timur. "Soundtrack masa SMA, masa PDKT, dan masa-masa penuh drama! Terima kasih Ungu, sudah membawa kami kembali ke masa lalu yang indah," ujarnya.
Memang ribuan penonton yang hadir tidak hanya berasal dari DIY dan sekitarnya. Namun banyak juga yang datang dari luar kota, bahkan tercatat ada penggemar yang sengaja terbang dari Malaysia. Dukungan penggemar yang masif, kemegahan tata panggung dan pencahayaan yang memanjakan mata. Serta penampilan visual para personel yang tampil beda, menjadi sorotan sejak awal hingga akhir acara.
Keberhasilan konser "Waktu yang Dinanti" di Yogyakarta ini menjadi bukti bahwa Ungu tetap relevan dan memiliki tempat kuat di hati penggemar musik Indonesia. Perpaduan antara kualitas audio visual kelas dunia, penghormatan pada budaya lewat batik. Serta performa panggung yang matang, menjadikan malam tersebut sebagai penanda kedewasaan Ungu dalam berkarya sekaligus salah satu tonggak sejarah penting dalam perjalanan karier mereka.
Penyelenggaraan konser ini didukung oleh berbagai pihak, salah satunya media online nasional Ketik.com yang berperan penting dalam menyebarluaskan informasi acara bersama sejumlah media terpercaya lainnya. (*)
