KETIK, JOMBANG – Polemik ongkos jahit seragam gratis di Jombang yang dinilai jauh di bawah standar harga wajar, membuat legislatif maupun pemerhati publik berang.
Direktur Lingkar Indonesia untuk Keadilan (LInK) Jombang, Aan Anshori menyebut tarif jahit yang diterima penjahit lokal sangat tidak masuk akal.
“Upah bersih yang diterima penjahit di Jombang lebih rendah dari harga pasaran daerah lain. Idealnya minimal Rp110 ribu hingga Rp125 ribu per stel. Fakta di lapangan jauh di bawah itu,” ungkap Aan, Kamis 3 Juli 2025.
Aan bahkan membandingkan ongkos pengadaan dengan harga seragam jadi di toko.
“Kalau dihitung total bahan baku dan ongkos jahit, malah lebih mahal dibanding seragam jadi yang dijual Rp150 ribu–Rp160 ribu. Ini pemborosan yang merugikan rakyat,” cetusnya.
Ia mendesak Pemkab Jombang dan DPRD segera turun tangan memastikan pembiayaan seragam sekolah transparan dan adil.
“Kalau upah jahit tak layak, penjahit tak wajib ambil proyek. Jangan mau ditekan dengan dalih program pemerintah,” ujarnya.
DPRD Jombang Bakal Panggil Disdikbud
Sementara itu Komisi D DPRD tak tinggal diam dan akan segera memanggil Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) Jombang untuk menguak transparansi pengadaan seragam sekolah.
“Kami akan segera klarifikasi ke Dinas P&K. Ini tak bisa dibiarkan kabur begitu saja,” tegas Wakil Ketua Komisi D DPRD Jombang, Erna Kuswati, Kamis 3 Juli 2025.
Erna mengungkapkan, selama ini Komisi D hanya mendapat laporan global soal anggaran pendaftaran Jombang dan pengadaan seragam. Namun angka rinci dan pemotongan di lapangan tak pernah disampaikan secara detail.
“Apakah ada potongan pajak, apakah ada celah lain? Kami belum pernah menerima laporan lengkap,” katanya.
Menurut Erna, proyek seragam sekolah gratis di Jombang ini menggunakan sistem e-catalog yang kemudian disubkontrakkan ke penjahit di kecamatan. Namun mekanisme ini justru membuat ongkos jahit diduga ditekan seenaknya.
“Kalau ternyata sistem e-catalog ini dipakai untuk menekan upah penjahit, harus ada tindakan tegas. Jangan sampai program untuk rakyat malah jadi ajang bancakan,” tandasnya.
Selain menyoal ongkos jahit, Komisi D juga mengingatkan Dinas P&K agar distribusi seragam tidak molor. Berdasarkan rapat sebelumnya, seragam wajib dibagikan maksimal Agustus. Namun informasi terbaru, pembagian justru diundur ke September.
“Kami tidak mau ada alasan lagi. Seragam harus segera dibagikan. Pendaftaran Jombang sudah selesai, siswa butuh kepastian, bukan janji,” tegas politisi PKB tersebut.
Kontroversi ongkos jahit dan pendaftaran Jombang ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah daerah. Program yang seharusnya membantu justru memicu ketidakpercayaan publik.
Sebelumnya, sejumlah penjahit mengungkapkan, besaran ongkos jahit yang mereka terima jauh di bawah pagu resmi yang tercantum dalam sistem e-katalog pengadaan. Untuk seragam SD, pagu tercatat Rp100 ribu per stel. Namun realitanya, mereka hanya mendapatkan Rp85 ribu per potong setelah dipotong pajak. Belum terpotong biaya atribut (emblem), dasi, kancing dan kebutuhan lainnya.
“Setelah dipotong pajak, kita (penjahit) dapat ongkos jahit per stel seragam Rp85 ribu. Itu belum untuk beli kebutuhan lainnya," kata koordinator penjahit wilayah Utara Brantas Jombang berinisial IP, Rabu 2 Juli 2025.
Ironi serupa juga terjadi pada seragam SMP sederajat. Dalam e-katalog, harga jasa jahit dianggarkan Rp115 ribu per stel. Tapi di lapangan, para penjahit hanya menerima informasi pembayaran Rp95 ribu setelah dipotong pajak, bahkan harus menanggung pembelian emblem, logo, hingga jasa pengukuran ke sekolah.
“Kalau SMP itu dapatnya Rp95 ribu, terus beli atribut dan biaya ukur ke sekolah,” jelasnya.
Para penjahit rata-rata harus mendatangi beberapa sekolah untuk pengukuran massal siswa. Proses ini menyita waktu berhari-hari dan membuat kapasitas produksi harian berkurang drastis.
“Bayangkan, dari Rp85 ribu itu kami sudah harus beli emblem, dasi, jahit, ukur, pasang kancing, resleting, sampai kirim seragam ke sekolah. Ini bukan cuma rugi tenaga, tapi bisa rugi modal,” tambahnya.
Belum lagi risiko kesalahan ukuran yang mengharuskan mereka melakukan penyesuaian atau menjahit ulang tanpa tambahan bayaran. (*)