KETIK, ACEH BARAT DAYA – Matahari sore mulai merambat turun di langit Kota Blangpidie, menebar cahaya keemasan yang jatuh di Lapangan Persada. Ribuan pasang mata menatap lurus ke tengah lapangan. Di sanalah, sosok tegap dengan balutan seragam dinas lengkap, helm putih berkilau, dan pedang komando di genggaman tangan kanan, berdiri gagah.
Dia adalah Ipda Hermansyah. Sosok pemilik tubuh tegap nan tampan ini mendapat amanah besar dari Kapolres Abdya, AKBP Agus Sulistianto sebagai Komandan Upacara Penurunan Bendera pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Minggu, 17 Agustus 2025.
Langkahnya pelan namun pasti. Setiap hentakan sepatu putih menggaung di lapangan seolah memberi aba-aba pada seluruh pasukan yang tegak dalam barisan. Udara hening. Suara riuh masyarakat yang hadir seketika mereda, larut dalam kekhidmatan. Sesaat kemudian, suaranya yang lantang memecah kesunyian. Tegas, berwibawa, dan penuh keyakinan, ia mengatur jalannya upacara kenegaraan itu.
Tatapan ribuan pasang mata tertuju pada Ipda Hermansyah ketika ia berdiri tegak di tengah lapangan. Wajah-wajah muda Paskibraka dan peserta upacara itu serius, sorot matanya tajam menatap ke depan, seakan menyerap energi ketegasan dari komandan yang memimpin mereka.
Sesekali, helaan napasnya terlihat jelas di antara keheningan. Keringat kecil menetes di pelipis, namun tubuh tetap tegak, tak bergeming sedikit pun. Setiap instruksi dari Hermansyah, yang dilontarkan dengan suara lantang dan penuh wibawa, membuat dada para petugas dan peserta upacara kian membusung—bangga, sekaligus penuh tanggung jawab.
Di pinggir lapangan, para tamu undangan dan masyarakat yang memenuhi tribun menahan napas. Suasana hening, hanya suara sepatu petugas yang menghentak tanah dan Komandan Upacara Penurunan Bendera tegas Hermansyah yang terdengar. Setiap gerakan pasukan terasa seperti adegan yang diperlambat, penuh makna, menggetarkan jiwa.
Dan ketika Sang Saka Merah Putih mulai ditarik perlahan turun dari angkasa, sorak tepuk tangan masyarakat pecah, namun tetap terbingkai dalam nuansa sakral. Beberapa orang terlihat menyeka air mata haru. Anak-anak kecil melambaikan bendera merah putih kecil di tangan mereka, sementara orang tua menatap bendera dengan mata berkaca-kaca, mengenang perjuangan para pendahulu bangsa.
Ipda Hermansyah saat memimpin upacara penurunan bendera dalam rangka HUT ke-80 RI di Blangpidie, Abdya, Minggu, 17 Agustus 2025. (Foto: T. Rahmat/Ketik)
Meski ini merupakan tahun keduanya menjadi Komandan Upacara Penurunan Bendera, Hermansyah mengaku tetap diliputi perasaan berdebar. Namun begitu, ia tetap melaksanakan tugas yang mulia dengan maksimal, sehingga harapan menurunkan Sang Merah Putih dari langit Abdya dapat dapat berjalan lancar.
“Sempat deg-degan. Tapi alhamdulillah semua berjalan lancar. Bagi saya, ini amanah sekaligus kehormatan besar. Tidak semua orang mendapat kesempatan memimpin upacara sakral di Hari Kemerdekaan, terlebih di tanah yang bertuah ini,” ujarnya usai upacara, sambil menghela napas lega.
Di balik sorot mata tegasnya, Hermansyah menyimpan perjalanan panjang. Putra dari pasangan Sulaiman dan Aisyah ini lahir di Padang Panyang, Nagan Raya. Jalan hidup membawanya menapaki karier kepolisian hingga akhirnya menamatkan pendidikan di Sekolah Inspektur Polisi (SIP) Polri Tahun 2022 angkatan 52, dari Resimen Rahesa Aditya Diandra.
Kini, sebagai Kaur Bin Ops (KBO) Satlantas Polres Abdya, ia memikul tanggung jawab besar, tidak hanya dalam tugas lalu lintas, tetapi juga dalam menjaga marwah institusi kepolisian. Namun di balik itu, Hermansyah tetap sosok keluarga yang sederhana. Ia adalah suami dari Novilia Crustivera, yang selalu setia memberikannya dukungan.
“Orang tua dan istri selalu mendoakan. Itu yang membuat saya kuat. Saat berdiri di tengah lapangan tadi, saya teringat pesan ayah agar selalu rendah hati dan bertanggung jawab, apa pun amanah yang diberikan,” ucapnya dengan suara bergetar, matanya sempat berkaca-kaca mengingat keluarga yang menjadi penopang hidupnya.
Selain keluarga, Hermansyah juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kapolres Abdya, AKBP Agus Sulistianto atas petunjuk dan bimbingan. Hal yang sama juga disampaikan kepada seluruh jajaran Polres Abdya yang telah mendukung dan mempercayakan amanah besar tersebut kepadanya.
"Saya sangat berterima kasih kepada Bapak Kapolres atas bimbingan dan arahan, serta seluruh personel Polres Abdya yang selalu memberi dukungan. Tanpa mereka, saya tidak mungkin bisa melaksanakan tugas ini dengan baik,” ujarnya penuh rendah hati.
Momen itu tidak hanya berkesan bagi Hermansyah, tetapi juga bagi pimpinan dan masyarakat Abdya. Kapolres Abdya, AKBP Agus Sulistianto, secara khusus memberikan apresiasi tinggi kepada bawahannya.
“Beliau adalah sosok yang patut dijadikan teladan. Kepemimpinannya hari ini menunjukkan ketegasan, wibawa, dan dedikasi yang tinggi. Ipda Hermansyah bukan hanya mengharumkan institusi kepolisian, tetapi juga membawa nama baik Abdya di momentum sakral ini," ujarnya dengan nada bangga.
Terlepas dari itu, AKBP Agus Sulistianto juga meminta agar semangat dan ketekunan yang ditampilkan sosok Ipda Hermansyah dapat dijadikan sebagai sumber referensi para personel, sehingga tubuh Polri akan semakin kuat dalam mengayomi masyarakat.
"Saya berharap, semangat yang beliau tunjukkan bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus berkarya dan mengabdi kepada bangsa,” ujar Kapolres dengan nada bangga.
Bagi masyarakat, tampilnya Ipda Hermansyah di tengah Lapangan Persada sebagai Komandan Upacara Penurunan Bendera menjadi lebih dari sekadar prosesi militer. Ia adalah simbol. Simbol harapan lahirnya generasi baru bangsa yang tegas, disiplin, berintegritas, namun tetap rendah hati dan menjunjung nilai-nilai keluarga.
Seiring turunnya Sang Merah Putih dari angkasa Abdya, nama Ipda Hermansyah terpatri di hati banyak orang. Bukan hanya sebagai seorang polisi, tetapi sebagai putra Aceh yang membuktikan, dengan dedikasi dan kerja keras, seseorang bisa membawa kebanggaan bagi tanah airnya.
Upacara Penurunan Bendera HUT ke-80 RI di Abdya pun tidak hanya meninggalkan jejak bendera yang berkibar, tetapi juga kisah inspiratif seorang anak bangsa yang tegap berdiri di tengah lapangan, mengingatkan semua bahwa cinta tanah air bukan sekadar kata, melainkan pengabdian yang nyata. (*)