KETIK, MALANG – Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Kota Malang mengalami kenaikan hingga 4 kali lipat. Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi mengkhawatirkan kenaikan tersebut dapat memicu amarah masyarakat layaknya di Kabupaten Pati.
Kenaikan PBB tersebut seiring dengan disahkannya Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Semula tarif PBB-P2 Kota Malang ialah 0,055 persen, kini menjadi 0,2 persen.
Untuk mengantisipasi kejadian seperti di Pati, Arief mendorong Pemkot Malang segera melakukan revisi atas Perda tersebut.
"Ya, direvisi lagi, diubah. Kan gak apa-apa merevisi Perda, daripada masyarakat yang minta revisi. Tidak ada aturannya harus menunggu sekian tahun. Kenaikannya dari 0,055 menjadi 0,2 persen, itu hampir 4 kali lipat," ujarnya, Rabu 13 Agustus 2025.
Sebelumnya, Kota Malang menerapkan 4 kategori tarif, namun setelah Perda disahkan, skema single tarif mulai diberlakukan. Pada 4 kategori tersebut, tarif 0,055 persen diberlakukan untuk NJOP hingga Rp1,5 miliar, kemudian 0,112 persen untuk NJOP hingga Rp5 miliar. Sedangkan 0,145 persen untuk NJOP hingga Rp100 miliar, dan 0,167 persen untuk NJOP di atas Rp100 miliar.
Penerapan single tarif dengan penetapan tarif tunggal 0,2 persen akan memberatkan masyarakat khususnya yang tinggal di kawasan perkampungan. Untuk menurunkan besaran tarif agar tidak memberatkan masyarakat, maka dibutuhkan revisi Perda.
"Sebagian besar yang terimbas kan orang kampung. Nilai NJOP di bawah Rp1,5 miliar itu kenanya 0,055, harusnya. Nah sekarang 0,2 persen, pasti memberatkan. Perda yang baru ini semuanya ditetapkan 0,2 persen," tegasnya.
Menurut politisi PKB itu, kenaikan tarif PBB yang dilakukan oleh Pemkot Malang hanya untuk memenuhi target Pendapatan Asli Daerah Saja (PAD). Sikap tersebut turut disayangkan mengingat dampak akan dirasakan oleh rakyat.
"Pati ini akan menjadi pelajaran penting bagi pemerintah pusat. Kenaikannya tarif di kita (Kota Malang) lebih tinggi dari Pati, 4 kali lipat. Masyarakat juga belum tahu ada Perda ini. Kalau saran saya ya revisi langsung. Kan itu hanya beberapa ayat saja. Kalau selesai, masyarakat tenang," tuturnya.
Masyarakat Pati sendiri melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran pada 13 Agustus 2025 ini dengan alasan kenaikan PBB sebesar 250 persen di tahun 2025. Arief menilai apabila revisi terus ditunda, dapat menimbulkan gejolak yang lebih besar dari masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat mengaku masih harus mempelajari masukan terkait revisi perda. "Kami akan pelajari dulu," ujar Wahyu singkat. (*)