KETIK, HALMAHERA SELATAN – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, gema patriotisme tidak hanya berpusat di metropolitan, melainkan juga memantul hingga ke tepian kepulauan jauh, di mana sejarah, budaya, dan memori kolektif berpadu meneguhkan identitas plural bangsa.
Di Kecamatan Obi Barat, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, peringatan ini tampil dalam dua wajah: riuhnya perlombaan tradisional yang berakar pada kearifan lokal, dan khidmatnya seremoni pengukuhan Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibra) – barisan muda yang diberi mandat untuk mengibarkan Sang Saka Merah Putih.
Rangkaian persiapan diawali rapat konsensus di kantor camat, di mana para tokoh masyarakat menyepakati pelaksanaan kegiatan yang merefleksikan budaya setempat.
Peserta lomba tradisional Kecamatan Obi Barat. (foto: Riman/ketik)
Camat Obi Barat, Risno Tjia, menegaskan bahwa acara tersebut melampaui fungsi hiburan semata, melainkan menjadi instrumen kohesi sosial sekaligus pendidikan kewargaan.
“Melalui perlombaan ini, kita membangun silaturahmi untuk memupuk persatuan dan kesatuan, serta menumbuhkan semangat kemerdekaan, khususnya bagi generasi muda Obi Barat,” ujarnya.
Kegiatan berlangsung pada malam Sabtu, 15 Agustus 2025, ketika masyarakat berkumpul dalam pengukuhan resmi Paskibra tingkat Kecamatan.
Prosesi penuh khidmat ini dihadiri berbagai unsur masyarakat, di antaranya Ketua TP-PKK Obi Barat, Ny. Nursan Risno; Babinsa Sertu Anyong Warwefubun; Kepala Desa Jikohay, Abdullah Lajahara; Kepala SMA 34 Halsel, Haidin Komputer; serta para orang tua peserta Paskibra.
Dalam amanatnya, Risno Tjia menegaskan kembali beban sejarah yang diwariskan generasi pendahulu.
“Kemerdekaan ini direbut dengan darah dan pengorbanan. Tugas kita sekarang adalah mengisi kemerdekaan dengan semangat yang tak surut, berlandaskan nilai-nilai Pancasila,” tegasnya.
Perayaan di Obi Barat bukan hanya cerminan lokalitas, tetapi juga menyingkap makna geopolitik yang lebih luas. Halmahera Selatan sebagai salah satu gugus strategis di Maluku Utara, terletak di jantung jalur rempah yang dahulu diperebutkan kekuatan kolonial global.
Kini, posisinya kembali bernilai dalam konteks geopolitik kontemporer, terutama dengan meningkatnya kompetisi di kawasan Indo-Pasifik.
Menghidupkan nasionalisme di wilayah seperti Obi Barat berarti memperkuat “imunitas kultural” Indonesia di garis depan geopolitik. Di tengah penetrasi ekonomi, politik, dan bahkan militer dari kekuatan besar dunia, perayaan lokal yang menegaskan identitas nasional berfungsi sebagai benteng ideologis yang menjaga keutuhan republik.
Kohesi sosial yang ditanamkan melalui lomba tradisional, pengukuhan Paskibra, dan peringatan kemerdekaan di daerah terpencil menjadi pesan implisit: bahwa nasionalisme Indonesia tidak terfragmentasi oleh jarak geografis. Ia justru menemukan vitalitasnya di pinggiran, di mana persatuan bangsa diuji oleh arus globalisasi dan dinamika geopolitik regional.
Dengan demikian, gema HUT ke-80 RI di Obi Barat bukan sekadar seremoni kedaerahan, melainkan indikator kokohnya Bhinneka Tunggal Ika sebagai modal geopolitik Indonesia dalam menavigasi tantangan dunia. Dari desa kecil di Halmahera Selatan hingga forum internasional, pesan yang sama bergema: semangat kebangsaan Indonesia tetap tak tergoyahkan.