Masalah stunting masih menghantui masa depan anak-anak Indonesia. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan bahwa prevalensi stunting nasional masih berada di angka 21,6 persen.
Ini berarti satu dari lima anak Indonesia mengalami gangguan tumbuh kembang yang berisiko memengaruhi kecerdasan, produktivitas, bahkan kesehatan jangka panjang mereka.
Salah satu penyebab utama stunting yang masih sering diabaikan adalah pola makan balita yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Banyak orang tua, terutama di wilayah perkotaan maupun pedesaan, belum sepenuhnya memahami pentingnya asupan gizi seimbang untuk anak usia dini.
Kenyataannya, pola makan balita saat ini masih jauh dari ideal. Beberapa kesalahan umum yang sering terjadi seperti:
- Dominasi karbohidrat saja tanpa diimbangi dengan protein hewani yang cukup.
- Tidak memberikan sayur dan buah, sehingga anak tidak terbiasa konsumsi sayur buah dan berisiko kekurangan vitamin/mineral penting.
- Tingginya konsumsi makanan ultra-proses, seperti sosis, nugget, makanan instan, hingga minuman manis dalam kemasan.
- Kurangnya frekuensi makan dan camilan bergizi, padahal balita membutuhkan makan utama 3 kali dan camilan sehat 2 kali per hari.
- Praktik MP-ASI yang tidak tepat, seperti pemberian makanan yang encer, terlalu cepat dikenalkan makanan manis, atau pemberian kental manis sebagai minuman harian.
Kebiasaan ini menyebabkan asupan energi dan zat gizi esensial seperti protein, zat besi, seng, dan vitamin A tidak tercukupi, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan linier anak.
Mencegah Stunting Lewat Perbaikan Pola Makan
Stunting bukan hanya soal tinggi badan. Ini adalah tanda bahwa anak gagal mencapai potensi tumbuh optimal karena kekurangan gizi kronis. Oleh karena itu, perbaikan pola makan perlu dimulai sejak dini:
- ASI eksklusif selama 6 bulan, dilanjutkan dengan MP-ASI bergizi seimbang.
- Pemberian protein hewani setiap hari, seperti telur, ayam, ikan, dan daging.
- Pengurangan makanan ultra-proses dan menggantinya dengan makanan alami dan olahan rumahan.
- Mengajarkan kebiasaan makan sehat sejak dini, termasuk membiasakan makan bersama keluarga.
- Memastikan anak rutin ditimbang dan diukur agar tumbuh kembangnya terpantau di posyandu atau dokter
Pola makan yang baik bukan soal mahal, tapi mengandung gizi seimbang dan memperhatikan kebersihan. Makanan alami seperti ikan, telur, tahu-tempe, sayuran segar, dan buah segar bisa menjadi sumber gizi yang terjangkau dan kaya manfaat.
Tanggung Jawab Bersama
Perubahan pola makan balita tidak bisa hanya dibebankan kepada ibu. Perlu dukungan lintas sektor: pemerintah, tenaga kesehatan, tokoh masyarakat, dan media. Kampanye edukatif, penyediaan bahan pangan bergizi yang terjangkau, serta layanan kesehatan yang ramah anak harus terus diperkuat.
Masa depan Indonesia sangat bergantung pada kualitas generasi mudanya. Stunting bukan takdir, tapi hasil dari kondisi yang bisa kita ubah bersama. Dimulai dari apa yang kita sajikan di piring makan anak-anak hari ini.
*) Sa'bania Hari Raharjeng, S.Gz.RD.,M.P.H merupakan Dosen S1 Ilmu Gizi, Fakultas Kesehatan Unusa
**) Isi tulisan di atas menjadi tanggung jawab penulis
***) Karikatur by Rihad Humala/Ketik.co.id
****) Ketentuan pengiriman naskah opini:
- Naskah dikirim ke alamat email redaksi@ketik.co.id.
- Berikan keterangan OPINI di kolom subjek
- Panjang naskah maksimal 800 kata
- Sertakan identitas diri, foto, dan nomor HP
- Hak muat redaksi.(*)