KETIK, MALANG – Sandur merupakan salah satu contoh kesenian tradisional yang berasal dari beberapa wilayah di Jawa Timur, seperti Tuban, Lamongan, Nganjuk, Bojonegoro. Perkembangan sandur pada setiap daerah dipengaruhi oleh dinamika sosial-budaya.
Kesenian Sandur menampilkan sebuah dramatari tradisional yang menjadikan kehidupan masyarakat sehari-hari sebagai gambaran. Pada mulanya, isi cerita kesenian sandur berupa kehidupan masyarakat pertanian seperti bercocok tanam serta persoalan sosial yang lainnya.
Keberadaan kesenian ini dipengaruhi oleh latar belakang sosial budaya masing-masing sehingga menimbulkan beberapa persamaan dan juga perbedaan dalam gaya, bentuk, serta isi ceritanya. Sandur yang berkembang di Bojonegoro, cenderung mengambil persoalan sosial maupun konflik di masyarakat, maupun pencarian kerja.
Ketika masih menggunakan pakem lama dan belum mengalami perubahan, Sandur biasa ditampilkan setelah panen. Hal tersebut menunjukkan Sandur merupakan kesenian tradisional yang muncul dan berkembang pada masyarakat agraris.
Sandur dibedakan menjadi dua, yaitu sandur lama yang masih mengikuti pakem atau aturan lama atau sandur pakem, serta sandur yang telah dimasuki oleh pembaharuan dengan tidakl melakukan beberapa tahapan sesuai dengan pakemnya. Sandur baru ini dipopulerkan oleh sanggar Sayap Jendela, yang membentuk Sandur Kembang Desa.
Sebelum pertunjukan dimulai, terdapat ritual setren yang bertujuan meminta berkah pada leluhur. Pertunjukannya sendiri terbagi atas 3 bagian yakni pembuka, cerita, dan juga penutup.
Setelah ritual setren dilakukan, pemain melantunkan tembang-tembang, berias, dan tari jaranan. Tarian jaranan dilakukan dengan iringan dari Panjak Hore. Saat masuk pada bagian cerita dimulai dengan pemain yang terdiri dari Pethak, Balong, Tangsil, Cawik, Germo sebagai sutradara. Adapun penutupan Sandur dilakukan dengan atraksi kalongking
Tokoh Pethak (mepet pethak: mendekati otak) menggunakan kuluk, sumping dan juga surjan dengan warna putih, ia merupakan masyarakat bawah yang berkarakter pekerja keras, lugu, dan berpendirian teguh. Balong (babakan bolong: lubang di tubuh manusia) digambarkan sebagai masyarakat bawah, lemah, mudah putus asa, kadang sok tahu serta congkak. Ketika bicara memiliki cengkok unik, terkesan datar namun ada pemanjangan nada di bagian akhir kata.
Tangsil atau Kabatang kasil berperan untuk memantik permasalahan. Wataknya sedikit tengil, keras kepala karena tidak mengindahkan nasehat namun tetap menawan. Caranya berbicara dapat dibilang kasar, dan biasanya berperan sebagai orang yang paling tua diantara tokoh lain.
Cawik atau cagak wigati memiliki arti kemuliaan hati manusia, simbol kemuliaan manusia dan diperankan oleh perempuan. Biasanya dia menjadi rebutan, gaya bicaranya lembut dan bernada hampir seperti Balong dan Pethak.
Selama berdialog, sandur lebih sering menggunakan bahasa Jawa, pemain pun cenderung melakukan improvisasi. Sandur memiliki panggung yang unik, disebut blabar. Beberapa meter tanah dikotakkan dengan tali yang dililit oleh janur. Keempat sudut diisi oleh para pemain, di tengahnya ada para panjak hore.
Kesenian ini dapat dibilang cukup sederhana dalam urutan hingga tema, namun mengandung makna yang kuat terkait hubungan manusia dengan Tuhan. Hal tersebut tercermin lewat tetembangan. Termasuk dengan sesama manusia maupun lingkungan yang tercermin dari cerita yang dipentaspada (*)
Mengenal Kesenian Sandur: Identitas dan Budaya Masyarakat Bojonegoro
6 April 2025 07:00 6 Apr 2025 07:00

Trend Terkini

21 Sep 2025 17:30
Terciduk saat Weekend! Kadindik Jatim Aries Paewai Kawal Langsung Kontingen OSN 2025 di Juanda

19 Sep 2025 14:15
Dana Terlambat Cair, Satu Dapur MBG Pacitan Hentikan Aktivitas Sementara

18 Sep 2025 18:47
Terindikasi Judol, Puluhan Penerima Bansos PKH di Simeulue Dicoret

18 Sep 2025 14:26
Dua Desa di Maluku Utara Masuk Daftar 65 Kampung Nelayan Merah Putih Tahap I

19 Sep 2025 15:13
Kabar untuk Kepala Desa dan Pengurus Kopdes Merah Putih di Halmahera Selatan

Tags:
Sandur Tradisi kebudayaan Bojonegoro Identitas Budaya Kesenian Sandur Sandur BojonegoroBaca Juga:
Wakil Ketua DPRD Bojonegoro Bambang Sutriyono: Generasi Muda Wajib Tanamkan Nilai PancasilaBaca Juga:
Tradisi Masoen, Cara Desa Ngadas Malang Perkenalkan Pendatang kepada Warga SetempatBaca Juga:
Pemkab Bojonegoro Gelar Sosialisasi Bantuan Keuangan kepada Desa (BKKD) Anggaran 2025Baca Juga:
Sedekah Bumi Watulawang, Yona Bagus: Perekat Warga Penguat Kampung PancasilaBaca Juga:
Nginang Dalam Sekaten: Warisan Budaya Saat Perayaan Maulid NabiBerita Lainnya oleh Lutfia Indah

22 September 2025 22:38
Ini Tahapan Seleksi SMA Taruna Nusantara Tahun Depan dengan Beasiswa Penuh, Catat!

22 September 2025 20:06
Piala by.U Malang Series 2025 Jadi Ajang Telkomsel Gali Bibit Atlet Futsal Sejak Dini

22 September 2025 17:15
Anak Tidak Sekolah hingga Perbaikan Layanan Kesehatan jadi Komitmen Wali Kota Malang di 2026

22 September 2025 13:45
Sosialisasi Trans Jatim Koridor Malang Raya Belum Maksimal

22 September 2025 13:30
Ekspor hingga Investasi Jadi Peluang Pertumbuhan Kinerja Perekonomian di Wilayah Kerja BI Malang Sepanjang 2025

22 September 2025 13:04
Aksi Mbois Wali Kota Malang Larang Tot Tot Wuk Wuk Saat Pengawalan, Kecuali Darurat

Trend Terkini

21 Sep 2025 17:30
Terciduk saat Weekend! Kadindik Jatim Aries Paewai Kawal Langsung Kontingen OSN 2025 di Juanda

19 Sep 2025 14:15
Dana Terlambat Cair, Satu Dapur MBG Pacitan Hentikan Aktivitas Sementara

18 Sep 2025 18:47
Terindikasi Judol, Puluhan Penerima Bansos PKH di Simeulue Dicoret

18 Sep 2025 14:26
Dua Desa di Maluku Utara Masuk Daftar 65 Kampung Nelayan Merah Putih Tahap I

19 Sep 2025 15:13
Kabar untuk Kepala Desa dan Pengurus Kopdes Merah Putih di Halmahera Selatan

